Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Bawa Pasukan Brimob Bersenjata Lengkap saat Lakuka Penggeledahan

IPW Sebut KPK Sekarang Pakai Cara-cara Cakrabirawa
Oleh : Surya
Sabtu | 16-01-2016 | 17:38 WIB
Neta_S_pane.jpg Honda-Batam
Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Ketua Presideum Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane, mendukung langkah Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah melawan para penyidik KPK yang melakukan pengeledahan tanpa menggunakan SOP dan melanggar peraturan dan perundang-undangan.


Neta memahami langkah Fahri yang melawan gaya ala pasukan Tjakra Birawa para penyidik KPK yang berani membentak-bentak pimpinannya.

"Jelas, KPK dalam penggeledahan kemarin memperlihatkan sikap yang sangat arogan dan mengedepankan gaya militeristik. Gaya KPK ini mirip dengan pasukan Tjarabirawa yang berani mendatangi rumah para jenderal untuk mencongkel mereka dengan menculik dan sebagainya. Saya sangat menyesalkan sikap-sikap yang seperti ini dan saya mendukung langkah Fahri melawan gaya KPK yang seperti ini," ujar Neta di Jakarta, Sabtu (16/1/2016).

Sikap KPK yang membawa aparatur Brimob bersenjata lengkap, menurut Neta, juga sangat disesalkan karena selain melanggar prosedur penggunaan senjata di Polri, juga karena pengeledahan yang mereka lakukan dilandasi oleh surat yang salah dan tidak jelas. Dan pihak-pihak yang digeledah belum ditetapkan tersangka oleh KPK. KPK harusnya memahami bahwa ada azas hukum praduga tidak bersalah.

“Saya lihat surat perintah penyidikannya, di sana tertulis hanya satu nama, yang lainnya hanya dan kawan-kawan dan tanggal di sana juga tidak tertulis tanpa bulan yang jelas. Jelas prosedur mereka salah, tapi masih berlagak arogan. Kalau orang salah dan  ngotot, jelas arogan namannya. Seluruh 560 anggota DPR kan kawan-kawan Damayanti, apa itu memberi kewenangan KPK untuk menggeledah seluruh ruangan di DPR? Apa arti kawan-kawan di sana? Kawan-kawan SMA? Kawan bermain? kawan separtai atau apa? Kan tidak jelas,” tegasnya.

Dengan langkah ini, maka menurut Neta, KPK justru seperti melemahkan sendiri lembaganya dan juga melemahkan sendiri upaya penyidikan yang mereka lakukan. “Ini kalau melihat videonya KPK justru dilemahkan oleh perilaku anggotanya sendiri. Penyidikan terhadap orang yang tertangkap tangan pun bisa dibatalkan oleh pengadilan karena bukti-bukti yang didapatkan secara ilegal. Apa ini kesengajaan KPK? Kok aparatnya seperti tidak tahu hukum," imbuhnya.

Untuk itu dirinya meminta pimpinan KPK untuk segera mengambil tindakan keras dan tegas terhadap anggotanya yang seperti itu. Karena sudah membahayakan institusi KPK dan penyidikan yang dilakukan KPK sendiri.

”Penyidik arogan harus dipecat, jangan sampai sikap-sikap seperti ini berkembang di KPK. Kita tidak butuh penyidik KPK bergaya Tjakrabirawa,” tegasnya.

Dia pun mengingatkan Fahri Hamzah untuk juga mengambil tindakan terhadap jajaran kesekjenan dan MKD yang menurut para penyidik KPK memberikan izin pada mereka. ”Pihak kesekjenan DPR juga harus bisa menjaga marwah DPR. Biro hukum kan bisa mencegah dan tidak mengizinkan pasukan Brimob bersenjatan masuk ke DPR. Masak biro hukum tidak tahu hukum?" ujarnya heran.

Terakhir, dirinya pun berharap seluruh anggota DPR mendukung sikap Fahri Hamzah karena bagaimanapun lembaga DPR harus dijaga marwah dan kehormatannya.

“Tindakan Fahri harus didukung seluruh anggota DPR, karena kehormatan DPR sebagai lembaga tinggi negara harus benar-benar bisa terjaga. Tikus koruptor yang oknum DPR memang harus dibersihkan tapi jangan sampai upaya itu menginjank-injak lembaga tinggi negara. apalagi dilakukan oleh petugas KPK yang bergaya Tajkrabirawa," tutup Neta.

Dalam penggeledahan KPK yang dipimpin oleh Cristian menurut catatan Fahri Hamzah terdapat kesalahan mendasar. Kesalahan-kesalah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Surat tugas penggeledahan menuliskan "atas nama Damayanti Wisnu Putrianti anggota Komisi V dan kawan-kawan".

2. Dalam surat tugas tidak ada nama lain selain Damayanti Wisnu Putrianti.

3. Penyidik KPK menggeledah ruang kerja Yudi Widiana Adia tanpa izin dan tidak ada surat penggeledahan atas nama Yudi Widiana Adia. Begitu juga dengan nama  anggota DPR RI dari Golkar. Nama anggota DPR dari Golkar tersebut tidak ada dalam surat tugas.

4. Tanggal surat tugas yang tertera adalah "14 Jakarta 2016" bukan 15 Januari 2016. Kata yang seharusnya  "Januari" malah ditulis "Jakarta".

5. Nama penyidik KPK atas nama Cristian yang berdebat melawan Pimpinan DPR tidak ada dalam surat tugas.

6. KPK membawa pasukan tempur (Brimob) lengkap dengan atribut tempurnya.

7. Dengan membawa pasukan tempur tersebut, KPK telah melanggar UU dan peraturan KPK sendiri.

8. Protap tersebut tidak sesuai dengan pasal 47 Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 Tentang HAM Polri.

Selain itu dalam menggunakan senjata api, ada peraturan Kapolri. Dalam Pasal 47 Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Republik Indonesia

Pasal 47

(1) Penggunaan  senjata  api  hanya boleh digunakan bila  benar-benar diperuntukkan untuk melindungi nyawa manusia

(2) Senjata api bagi petugas  hanya boleh digunakan untuk:

a. dalam  hal  menghadapi  keadaan luar biasa;

b. membela diri  dari ancaman kematian dan/atau luka  berat;

c. membela  orang  lain  terhadap ancaman kematian dan/atau luka  berat;

d. mencegah terjadinya  kejahatan berat  atau yang mengancam jiwa  orang;

e. menahan, mencegah atau menghentikan seseorang yang sedang atau akan melakukan tindakan yang sangat membahayakan jiwa; dan

f. menangani situasi yang  membahayakan jiwa, dimana langkah-langkah yang lebih lunak tidak cukup.

Editor: Surya