Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

PKS Harus Jelaskan kepada Pemilihnya, Jika Ingin Gabung ke KIH seperti PAN
Oleh : Surya
Selasa | 22-12-2015 | 18:45 WIB
Syarif Hidayat.jpg Honda-Batam
Pengamat politik LIPI Syarif Hidayat

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syarif Hidayat, mengatakan sangat mungkin PKS mengikuti jejak PAN untuk merubah arah politiknya dari oposisi menjadi koalisi.


Hal ini menurutnya karena partai yang ada selalu bermain dua kaki. Selain itu menurutnya tidak adanya kesamaan ideologi yang seharusnya menjadi dasar dibentuknya koalisi ikut menjadi pemicu pecahnya koalisi yang dibangun sebelumnya.

"Jadi ada dua aspek yang pertama adalah realitas dimana banyak partai bermain dua kaki dan yang kedua karena alasan filosofis yaitu karena koalisi yang dibangun oleh  partai-partai itu tidak dibangun berdasarkan adanya kesamaan ideologi tapi karena kepentingan sesaat, sehingga ketika kepentingan itu tidak lagi terakomodir dan ada tawaran lain yang lebih akomodatif, maka koalisi pun pecah  dan anggotanya  bisa berpindah pada kepentingan lain," ujar Syarif ketika dihubungi, Selasa (22/12/2015).

Hal ini berbeda jika koalisi dibangun berdasarkan kesamaan ideologi. Kalau ada kesamaan ideologi, berbagai masalah yang muncul akan dinilai sebagai dinamika dan tantangan. 

Partai yang berkoalisi karena ideologi juga tidak akan mudah berpindah koalisi."Dengan  dua alasan itu, saya lihat sangat mungkin PKS pindah ke KIH," tegasnya.

Namun, tidak mudah bagi elit PKS untuk memutuskan pindah ke koalisi. Isu perpindahan koalisi yang ditandai dengan dimunculkannya isu pergantian Fahri Hamzah sebagai pimpinan DPR dan sikap PKS dalam kasus Setya Novanto di MKD yang tidak mendukung keputusan KMP.

Kedatangan Presiden PKS menemui Presiden Jokowi di Istana harus bisa dijelaskan oleh para elit kepada para pengurus PKS lainnya maupun kontituen  PKS.

"Pemilih PKS itu sangat rasional, sementara kalau pindah itu merupakan keputusan para elit saja. Dengan demikian para elit yang menginginkan pindah koalisi harus bisa menjelaskan kepada para elit yang tidak mendukung maupun para simpatisan dan konstituen PKS. Makanya mereka mengeluarkan berbagai langkah dan isu, ini untuk mencari tahu dukungan para elit maupun kontituen PKS, selain juga untuk menunjukkan tawar menawar para elit itu kepada Jokowi," katanya.

Jika pindah KIH
Apabila PKS jadi pindah menjadi partai yang mendukung pemerintahan, maka hal ini tentunya akan punya dampak pada keterpilihan PKS dalam pemilu mendatang. 

"Ketika PKS bertekad bergabung dalam KMP, kan juga tidak semua elit dan tidak semua kader dan konstituen setuju dengan keputusan itu. Jadi kalau pindah aliran, yah yang dulu tidak setuju dengan putusan DPP sekarang akan setuju dan begitu juga sebaliknya. Tinggal dilihat saja, massa nya lebih banyak yang mana," paparnya.

Menurutnya, para pemilih PKS yang rata-rata rasional tentunya akan sangat mempertanyakan alasan kependindahan ini terlebih saat ini pemerintahan yang dipimpin oleh Jokowi tidak berjalan baik.

Para pemilih PKS tentunya akan bertanya-tanya alasan logis apa yang bisa diterima sehingga PKS mau bergabung dalam pemerintahan yang tidak berjalan dengan baik seperti saat ini.

"Di negara-negara yang politik dan demokrasinya relatif maju, agak lebih mudah mengisolasi penyebab dari persoalan seperti ekonomi, politik, sosial dan lainnya bahwa persoalan terjadi karena ketidakbecusan pemerintah. Ini kemudian biasanya bisa dikapitalisasi oleh oposis idemi keuntungannya.Tapi di Indonesia yang kondisinya tidak stabil masyarakat bisa dimanipulasi sehingga hal ini tidak bisa disalahkan sepenuhnya kepada pemerintah.Ini lah yang harus dijelaskan oleh elit PKS jika ingin pindah koalisi dan ini berat karena sifat konstituen PKS yang rasional tadi," jelasnya.

Para pemilih PKS yang rasional sama seperti halnya masyarakat di negara maju tentunya bisa menilai mana yang bekerja dengan baik, apakah KIH yang menguasai pemerintahan atau KMP yang menguasai DPR.

"Sekarang ini karena kekuatan penguasa menguasai aset negara,tentunya memiliki modal yang cukup untuk mengkapitalisasi kelemahan-kelemahan legislatif, sehingga yang muncul dalam opini justru lebih banyak DPR yang tidak berkinerja baik," tandasnya.

Sementara itu Presiden PKS, Sohibul Iman beberapa kali mengisyaratkan arah kepindahan koalisi PKS. Paling tidak ada 3 hal yang bisa dicatat. 

Pertama adalah terkait isu Papa Minta Saham dimana PKS tidak mendukung keputusan KMP membela Setya Novanto. Presiden PKS, Sohibul Iman juga beberapa kali mengungkapkan isu pergantian Ketua DPR, Fahri Hamzah yang dikenal vokal terhadap pemerintah dan membela Setya Novanto.

Selain itu kedatangan Presiden PKS dengan beberapa pengurus PKS ke Istana pun menguatkan spekulasi pindahnya PKS dari KMP ke KIH.

Bahkan belakangan isu pergantian Fahri Hamzah sebagai Wakil Ketua DPR pun semakin deras. Meski Sohibul sempat mengatakan saat ini posisi Fahri Hamzah masih tetap di pimpinan DPR RI dan belum ada perubahan atau rotasi kader. 

Namun, pernyataannya terkait proses evaluasi  kader yang sedang berjalan yang akan menentukan proses rotasi semakin menguatkan dugaan isu kepindahan PKS.

Isu ini bertambah kuat karena dalam kaitan laporan Mantan Anggota MKD,Akbar Faisal, sikap Sohibul justru tidak membela Fahri sehbagai kader.

Akbar yang digeser dari MKD sebagai keputusan MKD yang kemudian ditadantangani hanya secara adiministratif oleh Fahri sebagai  pimpinan, justru melaporkan Fahri ke MKD karena dianggap memutuskan sepihak keanggotannya di MKD.Padahal 

Akbar diputuskan keluar dari MKD karena memberikan hasil rekaman MKD yang tertutup dan tidak boleh dipublikasikan kepada sebuh televisi swasta. 

Sohibul tidak membela Fahri dan justru mempersilakan Fahri diproses di Mahkamah Kehormatan Dewan.

Editor: Surya