Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Tanpa Ketua DPR, Parlemen Indonesia Tetap Bisa Bekerja
Oleh : Redaksi
Jum'at | 18-12-2015 | 10:03 WIB
dpr_by_epa.jpg Honda-Batam
Pelantikan di DPR RI. (Foto: BBC)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Dengan tidak adanya ketua DPR baru hingga hari ini (18/12) yang merupakan hari terakhir DPR bekerja sebelum memasuki reses, artinya Indonesia tidak memiliki ketua DPR hingga awal tahun depan.


Tapi kekosongan kursi ketua DPR bagi pengamat tata negara Saldi Isra tidak masalah. "Apalagi ini memasuki masa reses, (DPR) masih bisa dijalankan oleh wakil yang lain. Dan pola seperti ini memang diterima dalam aturan tata tertib mereka, jadi kalau ketua berhalangan wakilnya bisa men-take over (mengambil alih) fungsi-fungsi yang harus dijalankan oleh ketua DPR," jelas Saldi.

Sejak Setya Novanto mundur sebagai ketua DPR, pada Rabu (16/12) malam, belum diketahui siapa yang akan menjadi orang nomor satu di lembaga legislatif tersebut.

Menurut UU tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD -biasa disebut MD3- ketua DPR yang baru nanti semestinya berasal dari partai yang sama dengan Setya Novanto, yakni Partai Golkar.

Namun karena terdapat dua versi kepengurusan di Partai Golkar ini, pengganti Setya belum jelas.

Selain itu, muncul pendapat agar undang-undang MD3 direvisi, sehingga memungkinkan pemilihan ketua DPR yang baru, seperti disampaikan anggota DPR dari Partai Demokrat Ruhut Sitompul. "Kalau kaitan revisi di mata kami (Partai Demokrat) itu baik. Kenapa? Hakekat pada partai politik menang pemilu itu apa? Menang kan?" kata Ruhut.

"Kalau sudah menang, selanjutnya adalah kekuasaan. Ketua DPR, MPR, nah ini kan lucu. PDIP menang tapi tak dapat apa-apa," katanya.

Wacana pemilihan ketua DPR yang baru, memungkinkan terpilih nama dari partai lain, sesuatu yang sepertinya tidak diinginkan oleh sekjen Golkar pimpinan Aburizal Bakrie, Idrus Marham.

"Siapa yang akan menggantikan Setya Novanto itu kita serahkan kepada sistem yang ada di Partai Golkar. Ada mekanisme pengambilan keputusan di Partai Golkar untuk menentukan siapa (pengganti Novanto)," tegas Idrus.

Setya Novanto mengundurkan diri sebagai ketua DPR menyusul kesimpulan sidang Majelis Kehormatan Dewan yang menyatakan dia melakukan pelanggaran etika dengan skala sedang maupun berat.

Kasus Novanto berawal dari beredarnya rekaman pembicaraannya dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Ma'roef Sjamsoeddin, dan pengusaha M. Riza Chalid.

Dalam rekaman ini tersyirat adanya pemintaan saham Freeport untuk presiden dan wakil presiden, agar kontrak Freeport di Indonesia bisa diperpanjang. Baik presiden dan wakil presiden membantah terlibat. (Sumber: BBC Indonesia)

Editor: Dardani