Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Penyelesaian Kasus di MKD Jangan Kaburkan Kepentingan Indonesia di Freeport
Oleh : Surya
Kamis | 10-12-2015 | 14:43 WIB
Adhie Masardi.jpg Honda-Batam
Koordinator Gerakan Indonesia Bersih Adhie Massardi

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Penyelesaian kasus 'Papa Minta Saham' yang berlangsung di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR jangan sampai mengaburkan kepentingan agar Indonesia mendapatkan manfaat lebih besar dari pengelolaan tambang PT Freeport.

Menteri Koordinator (Menko) Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli, mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo telah memberikan sejumlah syarat jika PT Freeport ingin mendapat perpanjangan kontrak.

Syarat-syarat tersebut adalah pembaruan terhadap pembagian royalti, pembangunan smelter, divestasi, pembangunan Papua termasuk memperbaiki pengolahan limbah.

Terkait hal tersebut, Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB), Adhie Massardi, di Jakarta, Selasa (10/12/2015), menyatakan mendukung pernyataan Menko Rizal Ramli agar kasus 'Papa Minta Saham' yang melibatkan Ketua DPR Setya Novanto jangan mengaburkan masalah sesungguhnya yang jauh lebih besar yakni soal pertambangan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia.

Adhie Massardi mengatakan, pernyataan Menko Rizal Ramli bahwa kasus rekaman yang disebut-sebut melibatkan Ketua DPR RI Setya Novanto, pengusaha Reza Chalid, dan Dirut PT Freeport Indonesia Ma’roef Syamsudin, hanya sinetron, perang antar-geng yang berebut saham, sangat beralasan dan tepat. 

Kasus di MKD DPR itu hanya secuil masalah dari persoalan besar yang sesungguhnya yakni PT Freeport seharusnya membayar royalti lebih tinggi 6-7 persen. Di masa lalu akibat 'henki pengki' perusahaan asal Amerika Serikat itu hanya membayar royalti 1 persen.

Mantan Juru Bicara Presiden Abdurrahman Wahid itu lebih jauh mengatakan, menurut UU No 4 Tahun 2009 tentang Minerba, sekarang Indonesia memasuki rezim izin pertambangan dan bukan lagi rezim kontrak karya apalagi rezim 'hengki pengki'.

"Makanya, jangan ada upaya lagi dari pihak mana pun untuk melakukan perpanjangan kontrak karya, apalagi meminta saham, karena hal itu melawan hukum," katanya.

Dengan demikian, lanjut Adhie Massardi, pemerintah bisa leluasa mengatur segala persyaratan yang sebesar-besarnya demi keuntungan bangsa Indonesia sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945.

Tentu saja PT Freeport Indonesia, kata dia, karena sejarahnya harus menjadi pihak pertama yang mendapat tawaran. Kecuali mereka (PT Freeport) tidak sanggup melaksanakan kewajiban yang disyaratkan Pemerintah Indonesia, seperti bangun smelter, dan sebagainya.

Apabila PT Freeport memang gugur dalam perolehan izin pertambangan, Pemerintah Indonesia berkewajiban mengganti kerugian yang ditimbulkan. Sebaliknya, PT Freeport juga wajib mengganti kerusakan lingkungan melalui hasil audit forensik tim independen.

“Dengan demikian, terbuka kemungkinan tambang emas di Timika ini dikelola BUMN, BUMD, swasta nasional, atau gabungan dari ketiga elemen tersebut,” tegas Ahdie Massardi.

Perihal persoalan PT Freeport Indonesia ini, Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri dalam sarasehan kebangsaan di Jakarta, kemarin mengatakan, dirinya pernah bertemu dengan pimpinan anak perusahaan PT McMoran Amerika Serikat membicarakan soal smelter.

Megawati menegaskan, dirinya pernah meminta agar PT Freeport Indonesia membangun smelter, sesuai amanah UU No 4 Tahun 2009 tentang Minerba.

"Jika hasil tambang dimurnikan di smelter, maka akan diketahui apa saja kandungan di pertambangan tersebut," katanya.

Presiden kelima Republik Indonesia ini menambahkan, di pertambangan emas biasanya ada bahan logam lainnya selain emas, seperti tembaga dan bijih besi. 
 
Editor: Surya