Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Penegakan Hukum dengan Bukti Ilegal Bisa Munculkan Anarkisme
Oleh : Surya
Rabu | 09-12-2015 | 18:09 WIB
Asep Warlan.jpg Honda-Batam
Pengamat hukum Universitas Parahyangan Bandung Asep Warlan Yusuf

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Pengamat hukum Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, Asep Warlan Yusuf, mengatakan, penegakan hukum yang didasarkan pada bukti yang didapat secara ilegal akan memunculkan anarkisme.

Hal itu disampaikan Asep menanggapi pemeriksaan terhadap Ketua DPR Setya Novanto dalam dugaan pelanggaran etika di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), yang dilaporkan Menteri ESDM Sudirman Said, serta penyelidikan dugaan pidana yang dilakukan Kejaksaan Agung berdasarkan rekaman ilegal Presdir PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsaoeddin.

"Saya khawatir terhadap bukti ilegal yang bisa dijadikan bukti. Penegakan hukum dengan bukti ilegal akan memunculkan anarkisme," kata Asep kepada pers di Jakarta, Rabu (9/12/2015).

Menurut Asep, dalam politik yang bersalah bisa benar dan yang benar bisa salah, seperti yang terjadi dalam kasus mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Bill Clinton dan mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Ketika itu, Bill Clinton diduga terlibat skandal seks dengan Monica Lewinsky dengan karyawan magang di Gedung Putih pada 1996, sedangkan Gus Dur diduga terlibat dalam kasus Buloggate dan Bruneigate yang berakibatkan dilengserkan dari kursi Presiden pada 2001 lalu.

"Keputusan MKD adalah keputusan politik, dan bukan hukum. Jadi tergantung pada kepentingan poltik dan aktornya," kata pengamat hukum Unpar Bandung ini.

Asep menegaskan, penjatuhan terhadap mantan Presiden Irak Saddam Husien oleh AS dan sekutunya karena dituduh memiliki senjata kimia dan nuklir adalah contoh kepentingan politik dan aktornya, karena ternyata tuduhan tersebut tidak terbukti hingga kini.

"Jadi, jika partai tidak dibenahi, maka lawan politik disikat, sementara kawan dibiarkan," katanya. Baca juga: Sidang MKD Setya Novanto Tertutup, Publik Geram

Asep berharap, agar pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi)-Wapres Jusuf Kalla (JK) melakukan pembenahan terhadap partai politik.

"Masalah utama itu adalah partai politik. Tetapi berani tidak Jokowi benahi PDIP, sementara Jokowi dibilang Megawati (Megawati Soekarno Putri-Ketum PDIP, red) hanya petugas partai? tegas Asep.

Editor: Surya