Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Keterlibatan Dirinya dalam Kasus Bansos Sumut Tak Diusut

Fahri Sindir Jaksa Agung Lakukan Pencitraan Usut Kasus Novanto
Oleh : Surya
Rabu | 02-12-2015 | 17:40 WIB
fahri-hamzah-pks.jpg Honda-Batam
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyindir sikap Jaksa Agung HM Prasetyo, yang menyatakan siap bergerak mengusut skandal pencatutan nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wapres Jusuf Kalla (JK) dalam perpanjangan kontrak Freeport, yang diduga dilakukan Ketua DPR Setya Novanto.

Langkah Kejaksaan Agung itu dinilai hanya untuk pencitraan dan kepentingan politik, padahal keterlibatan Jaksa Agung HM Prasetyo sendiri dalam kasus Bansot Sumut tidak diusut.

"Saya melihat dia sebagai politisi NasDem, maka saya tidak bisa bicara banyak. Hanya saja, saya menyesalkan pernyataan Jaksa Agung itu. Dia berbicara bukan didasari sebagai orang hukum tapi sebagai politisi. Jadi, hanya sebuah bentuk pencitraan. Sebab, HM Prasetyo saat ini diketahui sedang tercoreng namanya karena diduga ikut terlibat dalam kasus suap dana Bansos Pemda Sumatera Utara yang menjerat Gatot Pujo Nugroho dan bekas Sekjen NasDem Patrice Rio Capella," tegas politisi PKS itu pada wartawan di Gedung DPR RI Jakarta, Rabu (2/12/2015).

Karena itu, Fahri mengaku merasa kasihan dengan 7.000 jaksa profesional di seluruh Indonesia, kalau Jaksa Agung-nya seperti itu.

Dalam kasus Freeport, menurut Fahri, pertemuan Setya Novanto, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin dan pengusaha Riza Chalid hanyalah pertemuan biasa. Begitu pula dengan disebutnya nama Presiden, Wakil Presiden serta pejabat lain dalam pertemuan itu, sebagai hal wajar dan biasa.

"Ada satu pertemuan di warung kopi, lalu nama seseorang disebut. Anda mengerti nggak ini nggak ada urusannya. Nama kita disebut di mana-mana. Ada percakapan di warung kopi menyebut nama orang, tapi jadi persoalan. Kan wajar orang populer namanya disebut dalam pertemuan di warung kopi," kata Fahri Hamzah lagi.

Karena itu, Fahri memandang skandal ini tidak seharusnya menyoroti perihal pencatutan nama presiden, tapi seharusnya Maroef Sjamsuddin yang dikecam karena melakukan penyadapan pembicaraan. Di mana, penyadapan itu telah melanggar undang-undang.

"Yang jadi persoalan itu menyadap soal Freeport. Ada 2 UU yang dilanggar, UU ITE dan UU intelijen. Hanya ada 2 lembaga yang boleh menyadap. Pertama, petugas intelijen dan kedua lembaga penegak hukum," ujarnya.

Dikatakan, intelijen diperbolehkan menyadap hanya untuk kepentingan presiden. Setelah itu presiden boleh mengundang orang untuk mendengarkan. Sementara lembaga penegak hukum boleh menyadap untuk kepentingan penegakan hukum. 

Namun ihwal perpanjangan kontrak PT Freeport bukanlah urusan Setya Novanto yang notabene Ketua DPR RI. "Jadi, langkah Sudirman Said itu hanyalah untuk menyerang DPR RI,” tambahnya.

Jika masalah perpanjangan kontrak itu berakhir pada 2021, maka sekitar enam tahun lagi. 

"Lalu, urusannya apa dengan Setnov? Sekarang anggota DPR hanya tinggal 4 tahun. Sudah itu pertemuan hanya dilakukan 5 bulan lalu dan tak ada pertemuan lagi. Jadi, itu hanya obrolan warung kop saja. Tapi pakai kop Garuda oleh seorang menteri dan dibocorkan, itu tindak pidana dan dipakai untuk mengintervensi DPR," tegasnya.

Sebelumnya, Jaksa Agung HM Prasetyo menyebut ada mufakat jahat di balik pencatutan nama presiden yaitu dugaan tindak pidana korupsi. 

"Secara resmi kami saat ini baru pada tahap akan melakukan lidik (penyelidikan). Kami saat ini juga sedang melakukan pendalaman terhadap kasus tersebut," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah di Kejagung, Jakarta, Selasa (1/12/2015).

Editor: Surya