Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Masyaraat Diminta Awasi Dana Desa Dimanfaatkan Jelang Pilkada
Oleh : Surya
Kamis | 12-11-2015 | 08:56 WIB

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) minta masyarakat mengawasi dana desa yang sebentar lagi bakal cair. Pasalnya, jelang pilkada serentak ini, dana desa ditengarai akan dijadikan sebagai alat politik khususnya oleh petahana alias incumbent.

"Bukan tidak mungkin dana desa yang peruntukanya buat pembangunan desa dijadikan alat politik oleh incumbent," kata angota DPD Abdul Aziz Kafia dalam diskusi ‘Pencairan Dana Desa Menjelang Pilkada Serentak 2015’ di gedung DPD, Rabu (11/11/2015).

Menurut senator dari DKI Jakarta ini, dana desa murni untuk pembangunan desa. Jadi penggunaannya itu harus sesuai dengan program pembangunan dan sesuai amanat UU  No 6/2014 itu sendiri.

Dana desa itu menjadi seksi kata Abdul Aziz karena ada uang untuk kepala desa yang nilainya triliunan rupiah. Karena itu wajar kalau terjadi  hampir terjadi ‘perebutan’ wewenang antara Kemendagri dan Menteri Desa untuk pendistribusian dana desa tersebut. 

"Jadi, dana desa itu akan dijadikan tunggangan politik oleh para elit politik sendiri. Untuk itu DPD RI akan membentuk desk Pilkada untuk melakukan pengawasan," katanya.

Sedangkan peneliti LIPI Siti Zuhro menyatakan ketidakheranannya kalau terjadi politisasi terhadap dana desa, karena UU desa sendiri sebagai produk politik dan sudah menjadi keputusan politik, di mana UU itu disahkan menjelang pemilu 2014. Sehingga wajar kalau terjadi tarik-menarik di antara kementerian sendiri.

"Yang seharusnya dana desa itu ditangani oleh kementerian kependudukan. Tapi, yang terjadi Mendagri mengurus administrasi dan Menteri PDT mengurus uang untuk 74 ribu desa," tegas Siti Zuhro.

Karena itu, niat DPR dan DPD RI ketika mengesahkan UU No.6/2014 itu kan dipertanyakan.

"Kan untuk memajukan desa, sejalan dengan nawacita untuk membangun Indonesia dari pinggiran. Jadi, jangan sampai nanti kepala desa banyak yang diciduk, ditangkap oleh KPK, Kejaksaan atau Kepolisian akibat penyalahgunaan dana desa itu. Kasihan kepala desa, jangan sampai mencontoh pusat," katanya.

Sementara mantan Dirjen Otda Kemendagri Djohermansjah Djohan menegaskan bahwa dana desa itu sudah dimanfaatkan untuk kepentingan politik sejak pencalegan di Pemilu Juli 2014 lalu. 

UU ini memang menarik bagi politisi dan terbukti menjadi iming-iming Rp 1 miliar untuk setiap desa dalam pencalegan dan Pilpres 2014 lalu. Maka dana desa ini menjadi gula-gula khususnya bagi incumbent (petahana) dalam Pilkada. Apalagi dana itu banyak berhenti di kabupaten/kota.

"Hanya saja bupati dan wali kota tidak bisa serta-merta mencairkan dana desa tersebut sebelum melengkapi dokumen-dokumen yang disyaratkan. Memang tak boleh main-main dengan dana desa maupun transfer daerah yang dalam APBN 2016 jumlahnya mencapai Rp 770 triliun," tegas Djohermansjah.

Namun Djohermansjah meyakinkan bahwa dana desa itu sulit disalahgunakan karena dua sebab, yaitu belum turun semua karena terhambat masalah teknis adminsitratif perangkat desa, dan peluang order kepentingan bagi petahana tidak mudah, meski politik itu seni segala kemungkinan.

"Kalau boleh usul maka pola PNPM Mandiri ini lebih bagus, karena kepala desa hanya cukup mengetahui, tapi kalau dana desa langsung ditken oleh kepala desa. Karena itu jangan sampai menjadi LKMD (lebih kurang mohon dimaafkan)," pungkasnya. 

Editor : Surya