Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

BNPT Tegaskan Kasus Djoko Membuktikan Hebatnya Perekrutan ISIS
Oleh : Redaksi
Sabtu | 07-11-2015 | 08:15 WIB
penghubung_isis_di_indonesia_by_bbc.jpg Honda-Batam
Para sel penghubung jaringan ISIS yang ditangkap di Indonesia. (Foto: BBC Indonesia)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Terungkapnya dugaan keterlibatan sebuah keluarga kelas menengah di Batam, Provinsi Kepulauan Riau, yang bergabung dengan kelompok militan Negara Islam atau ISIS di Suriah, menunjukkan bahwa masalah ekonomi bukanlah satu-satunya faktor yang menjadi daya tarik.

Juru bicara Badan nasional penanggulangan terorisme, BNPT, Irfan Idris, mengatakan, latar belakang keluarga Dwi Djoko Wiwoho (DDW) yang menjabat sebagai Direktur Pelayanan Satu Pintu (DPSP) Badan Pengusahaan Kawasan Batam, semakin menguatkan dugaan bahwa "yang direkrut ISIS bukan orang-orang bodoh". .

"Apa yang terjadi di Batam, merupakan contoh bahwa mereka bergabung ISIS lebih didasari ideologi. Jadi motif ekonomi tidak sepenuhnya benar," kata Irfan Idris kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, Jumat (06/11) petang.

Apa yang terjadi di Batam, merupakan contoh bahwa mereka bergabung ISIS lebih didasari ideologi. Jadi motif ekonomi tidak sepenuhnya benar.
Jubir BNPT, Irfan Idris. DJW bersama istri dan anak-anaknya dilaporkan diduga telah bergabung dengan kelompok militan ISIS melalui Turki.

Sejumlah keterangan yang mengutip keterangan pejabat di Badan Pengusahaan Kawasan Batam mengatakan, DJW tidak pernah masuk kerja semenjak mengambil cuti pada Agustus lalu.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengatakan dirinya sudah mengetahui informasi bahwa Direktur pelayanan terpdadu satu pintu (PTSP) Badan Pengusahaan kawasan Batam, DJW diduga bergabung dengan ISIS di Suriah.

"Sudah ditelusuri, dari Densus 88 Mabes Polri sudah turun. Beberapa orang sudah diambil keterangan," kata Badrodin kepada wartawan, Kamis (05/11) di Jakarta.

Lebih lanjut Irfan Idris mengatakan, dugaan bergabungnya sebuah keluarga di Batam dengan kelompok militan ISIS di Suriah "tidak menutup kemungkinan terjadi di daerah lain" di Indonesia.

Cuma saat ditanya berapa jumlah WNI yang diperkirakan telah bergabung dengan kelompok militan tersebut, Irfan tidak berani berspekulasi.
"Angkanya bisa lebih besar atau kurang dari angka 500 orang WNI yang diungkap Badan Intelijen Nasional (BIN)," kata Irfan.


PN Jakarta Utara, 29 Juli 2015, memutus bersalah seorang pria etnis Uighur, Cina, karena melakukan tindak terorisme dengan bergabung kelompok Mujahidin Indonesia Timur di Poso. Diduga mereka penghubung ISIS dengan kelompok militan di Indonesia.

Hal ini dia tekankan karena jalan masuk yang dipergunakan WNI untuk berangkat ke Suriah atau Irak tidak satu pintu.
"Terungkapnya bergabungnya Wildan Mukhollad dari Jatim yang bergabung dengan ISIS, ternyata dia masuk lewat Mesir. Selama ini 'kan yang disebut pintu masuknya lewat Turki," katanya.

Wildan Mukhollad, warga Lamongan, Jatim, diketahui telah tewas di Irak dalam peristiwa bom bunuh diri pada awal 2014 silam.

Irfan Idris kembali menegaskan bahwa otoritas hukum Indonesia tidak bisa menindak WNI yang mendukung ISIS karena tidak ada dasar hukum yang mengaturnya.

Dia kemudian memberikan contoh ketika aparat keamanan tidak dapat melakukan upaya hukum terhadap seorang pria bernama Cep Hemawan di Cianjur, Jawa Barat, yang mengaku "ditunjuk sebagai pimpinan ISIS di Indonesia."

"Dia mengaku sudah mengumpulkan banyak uang lalu merekrut ratusan orang untuk dikirim ke Suriah atau Irak. Tapi kita tidak menindaknya secara hukum, karena tidak ada dasar hukumnya," tandasnya.

Pengadilan negeri Jakarta Barat menyidangkan sejumlah warga Indonesia yang diduga sebagai simpatisan atau anggota ISIS.

Pada Juli 2015 lalu, otoritas Australia juga mengungkap dugaan keterlibatan satu pilot Indonesia yang mendukung dan bergabung dengan ISIS di Suriah, tetapi aparat Indonesia hanya bisa "mengawasinya".

"Karena itulah, BNPT saat ini lebih memperkuat upaya pencegahan, dengan prioritas kepada generasi muda agar tidak mengikuti ideologi ISIS," kata Irfan.

Walaupun demikian, saat ini di Pengadilan negeri Jakarta Barat sedang digelar persidangan terhadap sejumlah warga Indonesia yang diduga sebagai simpatisan atau anggota ISIS.

Mereka dijerat dengan UU anti terorisme dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun pidana penjara. Mereka diketahui antara lain berasal dari Malang, Solo dan Tulungagung. (Sumber: BBC Indonesia)

Editor: Dardani