Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kekerasan Seksual terhadap Perempuan Meningkat

RUU Penghapusan Kekerasan Perempuan Didorong Masuk Prolegnas 2016
Oleh : Surya
Kamis | 15-10-2015 | 19:45 WIB
melani_mpr.jpg Honda-Batam
Melanai Leimina Suharli

BATAMTODAY.COM, Jakarta-Ketua Presidium Nasional Kaukus Perempuan Parlemen Indonsia Meilani Suharli Leimena mendorong Badan Legislasi (Baleg) DPR segera memasukkan RUU penghapusan kekerasan seksual terhadap perempuan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tambahan. 


Maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan akan sangat berbahaya apabila tidak ada dukungan hukum kepada korban kekerasan yang sangat menderita seumur hidup.

Melani berpendapat agar pemerintah Indonesia segera menetapkan darurat kekerasan seksual atas maraknya kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan ini. 

Pasalnya kekerasan seksual yang menimpa perempuan dan anak-anak tiap tahun terus meningkat. Berdasarkan data Komnas Perempuan tahun 2002 sampai 2012, ada 139.133 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan.  

Artinya, dalam setiap dua jam di Indonesia terdapat tiga sampai empat perempuan mengalami kekerasan seksual seperti kasus perkosaan dan pembunuhan anak perempuan Angeline di Bali, dan PNY di Tangerang yang mendapat sorotan tajam publik. Angka tersebut dipastikan akan lebih besar lagi, jika digabungkan dengan korban yang tidak melaporkan kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan.

"Mayoritas korbannya juga mengalami berbagai bentuk stigma, diskriminasi dan terulangnya kekerasan serta pelanggaran HAM lainnya. Masyarakat hendaknya melihat keadaan ini sudah sangat darurat. Padahal sudah sejak awal kampanye presiden Jokowi mencanangkan rovolusi mental, " ujar Melaini kepada pers di gedung DPR Jakarta, Kamis (15/10/2015).

Wakil Ketua MPR periode 2009-2014 itu menambahkan meningkatnya angka kekerasan seksual kepada perempuan dan anak-anak disebabkan tidak memadainya KUHP dan peraturan perundangan lain yang terkait untuk mencegah, menghukum, melindungi hak-hak korban, serta mentransformasi masyarakat dan budaya hukum. 

"Selain itu, tidak tersedianya layanan yang bersifat segera dan komprehensif oleh Pemerintah, juga kuatnya stigma negatif kepada korban kekerasan seksual, " katanya.
 
Hingga saat ini kata Melani, sudah dua fraksi PDI Perjuangan dan Nasdem yang sudah menyatakan dukungannya untuk masuk dalam Prolegnas tambahan. 

Setelah dua fraksi itu, selanjutnya pihaknya akan terus melakukan lobi politik agar fraksi lain agar memberikan dukungan atas RUU tersebut.

"Kemajuan bangsa ini sudah sedemikan pesat. Tapi ironisnya justru mental dan moral warganegaranya semakin menyedihkan, " kata politisi Partai Demokrat ini seraya mengaku tidak bisa tidur melihat pesatnya kekerasan seksual.

Dalam kesempatan sama, anggota Komnas Perempuan Irawati Harsono mengatakan sejatinya berdasarkan catatan tahunan, kasus kekerasan seksual bukan hanya terjadi dua kasus seperti di KUHP yakni kekerasan seksual. Tapi sebenarnya masih ada ekspolitasi seksual, perbudakan, intimidasi, ancaman, pendindasan kehamilan, ancaman prostitusi dan lainnya.

"Ada 15 kasus yang bisa dijadikan delik aduan. Tapi dalam KUHP hanya mengatur dua kasus karena itu Komnas Perempuan dan lembaga lainnya mengusulkan RUU penghapusan kekerasan seksual, " ujarnya.

Dalam RUU kekerasan seksual itu diusulkan 15 kasus yang bisa menjadi delik itu dikelompokkan menjadi 6 jenis delik aduan. RUU tersebut nantinya akan menjadi UU lex specialis (khusus).   

Data kekerasan seksual yang terjadi belakangan ini sudah sangat mendesak agar RUU masuk Proglegnas tambahan. 

"Sebab UU yang ada tidak mengakomodasi laporan dari para korban, karena kekerasan tidak masuk dalam KUHP itu, " ujar Irawati.
       
Irawati mengatakan kasus kekerasan seksual adalah kasus yang khusus sehingga tak bisa masuk dalam delik umum. Jika RUU ini nanti diundangkan, maka bisa mengakomodasi semua jenis kejahatan yang masuk dalam delik aduan. 

Untuk mendorong RUU ini segera diproses DPR, pihaknya akan aktif melakukan diskusi kepada semua pihak terkait untuk mensosialisasikan wacana penghapusan kekerasan seksual terhadap perempuan.
 
Lebih jauh kata Melani mengatakan pihaknya ingin mengubah hukum acara selama ini bahwa proses pemulihan harus sejak awal korban kekerasan seksual melapor. 

"Jangan lagi setelah proses pemulihan setelah proses peradilan seperti yang selama ini terjadi. Intinya kami ingin mendorong kekerasan terhadap perempuan makin lama makin tertangani," katanya.

Editor : Surya