Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kerakyatan dan Demokrasi

Sekarang Suara Rakyat Suara Uang
Oleh : Tunggul Naibaho
Minggu | 19-12-2010 | 15:36 WIB

Jogyakarta, batamtoday - Sri Sultan Hamengku Buwono X mengecam proses demokratisasi yang tengah berjalan di Indonesia yang telah menggerus nilai-nilai kerakyatan dan demokrasi. Sri Sultan mengatakan saat ini suara rakyat bukan lagi suara tuhan, tetapi suara uang.

 

Demikian disampaikan Sri Sultan Hamengkubuwono X di hadapan para civitas Universitas Gajah Mada (UGM) di Kampus UGM Bulak Sumur, Jogyakarta, akhir pekan lalu.

Sri Sultan mengatakan saat ini ideologi kerakyatan telah berubah menjadi adagium baru, yakni politik uang, sehingga suara rakyat bukan lagi suara tuhan, tetapi suara uang.

" Kita mengenal adagium, Vox populi, vox dei, suara rakyat adalah suara tuhan. Namun kini di Indonesia adagium tersebut telah berubah menjadi suara rakyat adalah suara uang," tegas Sri Sultan.

Sri Sultan yang juga Ketua Umum Alumni UGM mengkritik proses demokrasi di Indonesia yang sudah berlangsung satu dasawarsa ini baru berjalan sebatas prosedural semata.

"(Demokrasi) belum mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat," tegasnya.

Menurut dia, dalam kehidupan demokrasi yang otentik, suara rakyat ditempatkan di posisi tertinggi. Namun, saat ini ideologi kerakyatan telah berubah menjadi adagium baru, yakni politik uang, suara rakyat adalah suara uang.

"Setiap proses politik nyaris selalu ditransaksikan dalam bentuk uang, sehingga demokrasi mengalami distorsi yang luar biasa, di mana substansi demokrasi 'dari, oleh, dan untuk rakyat' tidak pernah terwujud dalam praktik politik di Indonesia," terangnya.

Kritik ini disampaikan Sri Sultan pada saat sedang hangat-hangatnya polemik mengenai RUUK DIY yang saat ini draftnya sudah disampaikan pemerintah ke DPR. Draft RUU tersebut menempatkan Sultan Hamengkubuwono dan Sri Paku Alam sebagai Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama, sedangkan Guberunur dan wakilnya yang akan menjalankan fungsi pemenerinatahan sehari-hari akan dipilih melalui proses pemilu.

Sementara rakyat jogya sendiri sudah menyatakan sikap penolakanya atas draft tersebut dan menuntut referendum jika pemenrintah tetap memaksakan kehendaknya dan DPR mensahkanya menjadi UU.