Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

10 Persen Kasus Kriminalitas Terhadap Anak di Kepri Tak Direspons Polisi
Oleh : Habibi
Rabu | 30-09-2015 | 13:40 WIB
erry_lalok_baru.jpg Honda-Batam
Ketua Komisi Pengawasan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Kepri, Eri Syahrial.

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Ketua Komisi Pengawasan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Kepri, Eri Syahrial mengatakan, ada sekitar 10 persen kasus anak yang tidak direspon oleh penyidik kepolisian.

Hal itu termasuk juga kasus pencabulan siswa sekolah luar biasa (SLB) penyandang tuna netra yang dilakukan oleh guru pendampng sendiri berinisial SJS pada saat mengikuti kegiatan Olimpiade Sains Nasional (OSN) di Yogyakarta.

Ery mengaku kecewa dengan Polres Tanjungpinang yang tidak menerima laporannya tentang pencabulan tersebut dengan alasan dari pihak kepolisian karena kejadian tersebut di Yogyakarta, sehingga Ery diminta melaporkan hal tersebut ke Yogyakarta.

"Sekarang kita sudah lapor ke Polda, tapi memang penyidikan terkesan lamban. Kami hanya berharap kedepan, kasus-kasus anak seperti itu lebih diperhatikan," ujar Ery.

Untuk kasus siswa SLB trsebut, Ery mengatakan, pihaknya akan terus mendampingi kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur hingga tuntas.

"Beberapa hari yang lalu, kita bersama penyidik Polda sudah meminta saksi, mulai dari kepala sekolah, guru dan pembimbingnya. Kita harap dapat diselesaikan dengan cepat dan pelaku dihukum seberat-beratnya," ujarnya.

Sebagai informasi, kasus yang melibatkan anak dibawah umur di Kepri dari Januari sampai September mencapai 174 kasus dengan jumlah anak menjadi korban sebanyak 259 anak.

Hal ini juga mendapat simpati dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Dwi Ria Latifa. Bahkan Dwi sampai berkunjung ke KPPAD untuk menelusuri permasalahan trsebut.

Dwi mengatakan, harusnya kasus tersebut dapat diselesaikan dengan cepat karena telah ada bukti-bukti dan bahkan pngakuan dari korban.

"Jangan mentang-mentang buta, siswa dipermainkan, dia masih punya telinga untuk mengenali orang. Kasus seperti itu jangan diselesaikan dengan logika. Coba penyelesaiannya dengan hati nurani, penyidik juga harus lebih cepat menyelesaikan masalah ini. Sebab, akses guru terhadap siswi kan banyak, kita takut siswi-siswi lain jadi korban," ujarnya.

Editor: Dodo