Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Penerapan FTZ di BBK Dinilai Bingungkan Pengusaha
Oleh : Surya
Senin | 21-09-2015 | 16:03 WIB
Haripinto-jadi1.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Anggota DPD RI Haripinto Tanuwidjaja.

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Penerapan free trade zone (FTZ) di Batam, Bintan, dan Karimun (BBK), Kepulauan Riau (Kepri) dinilai masih jauh dari harapan dan jauh kemajuan. Sejak diresmikan enam tahun lalu, tepatnya 19 Januari 2009, regulasi terkait FTZ hingga kini tidak jelas dan tumpang tindih, sehingga membingungkan pengusaha.

Hal ini terungkap dalam forum diskusi yang digagas anggota DPD asal Kepri, Haripinto Tanuwidjaja, yang digelar di Universitas Internasional Batam Kepri akhir pekan lalu. Pembicara dalam diskusi itu, antara lain Ketua Kadin Batam Jadi Rajagukguk, Dekan Fakultas Hukum Universitas Internasional Batam Lu Sudirman dan Haripinto sendiri.

Jadi Rajagukguk menyatakan, penerapan FTZ di Kepri masih jauh dari harapan, karena ada banyak rintangan baru bermunculan dan masih banyak persoalan yang belum diselesaikan. 

Kenyataan tersebut membingungkan pengusaha yang sangat berharap penerapan FTZ bisa kembali mendongkrak pertumbuhan ekonomi di Batam dan sekitarnya. 

Senada dengannya, Lu Sudirman mengatakan FTZ yang diberlakukan saat ini sangat berbeda jauh bila dibandingkan FTZ pada era Orde Baru yang dipimpin mantan Presiden Soeharto. Pada masa Orde Baru, FTZ di Batam (Otorita Batam) dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku universal. 

Hasilnya, ekonomi Batam tiap tahun tumbuh di atas 10 persen, jauh di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Sebaliknya, pelaksanaan FTZ di era reformasi hanya membuat ekonomi Batam tumbuh sekitar 8 persen.

Menurutnya, hambatan FTZ, antara lain peraturan yang diterbitkan pemerintah pusat, khususnya di bidang kepabeanan, perpajakan, ddan cukai. 

Peraturan tersebut dinilai tidak mendukung tujuan ditetapkannya Batam, Bintan, dan Karimun, sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. 

"Batam, Bintan, dan Karimun, ditunjuk sebagai kawasan bebas perdagangan, tetapi tidak jelas bebasnya di mana. Saat ini yang dibutuhkan kepastian FTZ itu sendiri. Sekarang definisi di kalangan pemerintah tentang FTZ saja belum seragam, bagaimana pelaksanaanya di lapangan?" tanya Lu.

Menanggapi hal itu, anggota DPD, Haripinto Tanuwidjaja menyatakan akan mencoba mendorong pemerintah untuk segera mengurai kebijakan dan pelaksanaan FTZ di Batam, Bintan, dan Karimun, agar sesuai dengan semangat dan cita-cita saat pembentukannya.

Editor: Surya