Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Rp 20 Triliun Menguap Bersama Kabut Asap
Oleh : BBC
Jum'at | 18-09-2015 | 09:47 WIB
asap_lahan_gambut_kundur.jpg Honda-Batam
Ilustrasi

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Dampak ekonomi akibat bencana kabut asap yang terjadi di beberapa provinsi di Indonesia pada 2015 bisa melebihi Rp20 triliun.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan angka itu didasarkan pada data tahun lalu. Terungkap bahwa kerugian akibat kabut asap 2014 yang dihitung selama tiga bulan dari Februari sampai April hanya dari Provinsi Riau mencapai Rp20 triliun.

Namun dari jumlah wilayah yang terkena serta tingkat keparahan kabut asap yang terjadi tahun ini, Sutopo memperkirakan jumlah kerugian kali ini akan lebih besar. "Ya pasti. Kalau melihat skalanya lebih luas, pasti lebih tinggi (kerugiannya). Pada 2014 terkonsentrasi terutama di Riau, sekarang lebih meluas penyebaran asapnya di Sumatera dan Kalimantan. Saya lagi menghitung ini (kerugiannya)," kata Sutopo.

Kebakaran hutan dan lahan serta kabut asap tahun ini terjadi di Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. Perhitungan ekonomi tersebut nantinya akan berdasar pada angka produk domestik regional bruto (PDRB) bulanan masing-masing provinsi, dan membandingkan jumlah regulernya dengan pemasukan provinsi pada bulan-bulan terjadi kabut asap.

Menurut Sutopo, ada beberapa provinsi yang perhitungan kerugiannya dilakukan berdasarkan PDRB bulan Agustus dan provinsi lain pada bulan September, tergantung bulan-bulan di mana jumlah hotspot (titik api) terdeteksi paling banyak, begitu pula asapnya. "Parah-parahnya (kabut asap) mulai 1 September. Hitungan saya lebih dari Rp20 triliun dibanding 2014," ujar Sutopo lagi.

Produk domestik regional bruto, menurut Sutopo, akan mencatat perputaran uang dalam suatu daerah. Jumlah penerbangan yang gagal terbang, hotel, industri makanan, kontrak bisnis yang batal, atau berkurangnya wisatawan akan tercermin dalam data PDRB.

Namun angka kerugian finansial ini belum memasukkan elemen kerugian dari sisi pengeluaran atau dampak kesehatan, hilangnya keanekaragaman hayati, atau perhitungan emisi gas rumah kaca.

Editor: Dardani