Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

RUU Kebudayaan Banyak Kelemahan, sehingga Perlu Dibahas Ulang
Oleh : Surya
Rabu | 26-08-2015 | 09:34 WIB

BATAMTODAY.COM, Jakarta-Ketua Panja RUU Kebudayaan Ridwan Hisyam mengaku, bahwa draf RUU Kebudayaan masih mengandung sejumlah kelemahan, diantaranya soal sanksi terhadap para pelanggar. 


Dalam draft RUU Kebudayaan yang menampung 7 Bab dan 95 pasal, kata anggota Fraksi Partai Golkar tersebut, tidak ada satupun yang membicarakan masalah sanksi.

"Memang kelemahannya di situ, sebab kalau belum apa-apa sudah diberi sanksi. Nanti semuanya justru ramai-ramai melakukan pelanggaran," katanya dalam diskusi “UU Kebudayaan Sebagai Dasar dan Arah Pembangunan Bangsa Beradab” di Jakarta, Selasa (25/8).

Pada sisi lain, kata Ridwan RUU ini, belum menampung masalah kemaritiman dan bahari. Padahal kebudayaan bahari sangat penting, misalnya soal kehidupan masyarakat yang berada di wilayah air.

Namun begitu, sambung Ridwan lagi, saat ini RUU sudah masuk Prioritas Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015. Pada masa sidang II tahun sidang 2015-2016, RUU tentang Kebudayaan akan segera dilakukan pengharmonisasian di Badan Legislasi DPR RI.

"Kita berhadap pada masa sidang selanjutnya bisa dibahas dan diselesaikan," ujarnya.

Ridwan berharap UU ini, merupakan roadmap menuju suatu bangsa yang memiliki nilai-nilai yang menunjang visi pembangunan nasional, yakni Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur.

Sedangkan Bondan mengapresiasi pembahsan RUU ini, karena memang belum ada UU yang baru, yang fokus pada pengelolaan kebudayaan. Sebab kebudyaaan itu bukan saja merawat, memlihara, konservasi, dan mempertahankan.

"Tapi juga harus pengembangan kembali budaya masyarakat, baik di darat, laut, udara, pegunungan, hutan dan sebagainya," katanya.

Menurut Bondan, berbicara ketahanan kebudayaan, bukan saja ekonomi tapi juga politik, sehingga UU Kebudayaan ini tak hanya diformalkan, tapi harus diinstitusikan. Tapi, perlu pembahasan yang komprehensif, diatur secara esensial dan bukan secara administratif saja.

"Seperti memori kolektif masyarakat, kalau tidak esensial, maka akan hilang, maka para seniman, pegiat seni, harus dilibatkan secara fleksibel dalam membahas UU ini, agar menjadi payung, guiden, arahan dan semangat untuk menyediakan satu ruang bagi seniman yang belum tertata dengan baik," tambahnya

Editor : Surya