Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Rumah Rawan Ambruk, Pengembang Mahkota Alam Raya Digugat Konsumen
Oleh : Habibi
Selasa | 23-06-2015 | 18:53 WIB
2015-06-23 19.11.50.jpg Honda-Batam
Sidang sengketa pembelian rumah di Perumahan Mahkota Alam Raya di Pengadilan Negeri Tanjungpinang, Senin (22/6/2015) kemarin. (Foto: Habibi Kasim/BATAMTODAY.COM)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Pengembang perumahan Mahkota Alam Raya dilaporkan ke konsumennya ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Tanjungpinang akibat rumah yang dibeli secara kredit itu rawan ambruk. Apalagi diduga, tempat berdirinya perumahan tersebut adalah lahan timbunan yang belum padat.

Adalah Rosdiawati, warga Pulau Penyengat, yang melaporkan pengembang perumahan yang terletak dikawasan Km 11 tersebut. Rosdiawati menggungat pemilik PT Perumahan Inti Sakti, Laurence Martiadi, berserta pengelola yang lainya, yaitu Hendrianto sebagai Manajer Operasional, karena dinilai tidak profesional dan tidak ada iktikad baik untuk mengembalikan uang konsumen yang telah dibayarkan sebanyak Rp100 juta lebih.

Kuasa hukum Rosdiawati, Iwa Susanti, mengungkapkan, kasus ini berawal saat Rosdiawati membeli rumah di Blok Jasmine 2 Nomor 20 Tipe 45. Rumah itu dibeli secara kredit pada 2011 lalu.

Rumah yang berstatus over-credit tersebut memang diterima oleh Rosdiawati dalam keadaan belum sempurna. Pihaknya pun tidak pernah dipertemukan oleh pengembang yang dalam hal ini perwakilan Laurence, Shinta, dengan pemilik sebelumnya, Faisal.

Saat serah terima kunci, panel stok kontak belum terpasang. Pagar belakang rumah yang baru dibangun mengalami retak, bahkan ada yang roboh.

"Sudah diperbaiki beberapa keretakan, tapi tetap retak lagi dan retak lagi. Apalagi mereka memperbaikinya asal tempel semen saja, istilahnya nambal, bukan berusaha bagaimana merekatkan agar tidak retak lagi dan rumah kokoh," kata Iwa, Selasa (23/6/2015).
 
Pada Oktober 2011, muncul retakan baru di dinding rumah dan plafon kamar bocor. Rosdiawati dan suaminya kembali melapor ke PT Duta Perumahan Intisakti, dan itu memang yang kesekian kalinya. Namun, kata Iwa, beberapa pengaduan hanya sekali ditanggapi pengembang, dan itupun tidak menyempurnakan kondisi rumah.

"Sudah sering menghubungi pihak pengembang mengenai masalah ini. Akan tetapi keluhan ini tak ditanggapi. Akhirnya, Rosdiawati melayangkan gugatan ke BPSK. Dalam proses ke BPSK kemarin, kami telah memenangkan kasus ini dan pihak pengembang dituntut agar mengembalikan segala kerugian yang telah kami lalui, termasuk mengganti uang yang telah dibayarkan Rosdiawati," terang Iwa.

Dalam gugatannya ke BPSK, Rosdiawati menginginkan uangnya sebesar Rp130.653.000 dikembalikan. Uang itu terdiri dari kerugian uang muka, pembelian materai, administrasi akad kredit rumah dan pembayaan cicilan KPR dari 2011 hingga 2014. Sedangkan kerugian immateri sekitar Rp57 juta.

Keputusan BPSK pada 21 Mei lalu, gugatan penggugat dikabulkan sebagian. Tergugat dihukum untuk membayar kerugian penggugat Rp135.653.630. Pihak BTN Tanjungpinang diperintahkan untuk menghentikan pembayaran kredit KPR kepada penggugat.

Dirut PT Duta Perumahan Intisakti, Laurence Martiady Takke, mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Tanjungpinang atas putusan BPSK yang dinilainya cacat hukum. Melalui kuasa hukumnya, Sulistio Pujiastuti, pengembang perumahan ini menyatakan, putusan yang diambil oleh Majelis Arbitrase Kota Tanjungpinang tidak mempertimbangkan kerugian baik materi maupun nama baik PT Duta Perumahan Intisakti.

Menurutnya, Majelis Arbitrase hanya melihat di posisi pihak termohon keberatan yang mengalami kerugian tanpa mempertimbangkan kerugian yang dialami pihak perusahaan. Putusan BPSK itu tidak mempertimbangkan bukti, saksi, dan kondisi rumah yang telah dilakukan pemeriksaan setempat. Pertimbangan BPSK itu dinilai cacat hukum.

Mengajukan keberatan terhadap putusan BPSK Kota Tanjungpinang, dalam persidangan perdata di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang, pihak pengembang kembali tersudut setelah ahli konstruksi menyatakan bahwa memang rumah yang dibangun oleh pengembang di atas lahan timbunan tersebut tidak layak huni.

"Rumah milik Rosdiawati itu dibangun di atas tanah timbun. Karena penimbunan yang tidak padat, dikhawatirkan terjadi pergeseran tanah dan mengakibatkan rumah itu rusak berat," kata Hendra Mahendra, ahli dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Provinsi Kepri dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Tanjungpinang, Senin (22/6/2015) kemarin.

Di samping itu, pondasi rumah tidak kuat. Apalagi, rumah itu berada di tanah yang miring.

Usai mendengarkan keterangan ahli, Ketua Majelis Hakim, Dame Parulian Pandingan, menyatakan akan mempertimbangkan pendapat ahli dalam putusan yang diagendakan pada Kamis (25/6/2015) mendatang. (*)

Editor: Roelan