Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Conti Tuding Notaris Anly Cenggana Berbohong
Oleh : Gokli Nainggolan
Senin | 22-06-2015 | 18:22 WIB
lima_saksi_conti.jpg Honda-Batam
Lima saksi yang dihadirkan dalam persidangan terdakwa Conti Chandra di PN Batam. (Foto: Gokli Nainggolan/BATAMTODAY.COM)

BATAMTODAY.COM, Batam - Perkara pidana pengelapan dengan tersangka Conti Chandra kembali disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Batam. Dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan lima saksi masing-masing Andreas Sie, Hasan, Efendi Eng, Jhonson Wie dan Notaris Anly Cenggana.

Andreas Sie dan Hasan dihadiran sebagai saksi untuk memberikan keterangan soal kepemilikan sebagian saham PT Bangun Megah Semesta (BMS) sesuai akta pendirian perusahaan nomor 13 tahun 2007. Sementara, Efendi Eng dan Jhonson Wie memberikan kesaksian penjualan 11 unit apartemen BCC milik PT BMS.

Sedangkan notaris Anly Cenggana memberi kesaksian tentang sejumlah akta nomor 89, 01, 98, 1601, 02, 03, 04, 05, dan 35. Dalam kesaksiannya, semua akta yang dia buat ditandatangani dan dihadiri para pidak dalam akta tersebut, kendati dalam keterangan saksi sebelumnya Hasan membantah bertemu dengan Tjipta Fujiarta dalam pembuatan akta nomor 03.

Keterangan yang disampaikan notaris Anly Cenggana dalam persidangan oleh terdakwa disebut tidak sesuai fakta atau bohong. Memang, dalam sidang sebelumnya saksi Sutriswi juga membenarkan tidak pernah bertemu Tjipta Fujiarta di hadapan notaris Enly Cenggana saat menandatangani akta nomor 05.

"Keterangan saksi banyak bohong, Yang Mulia," ujar Conti Chandra, usai mendengar keterangan Notaris Anly, Senin (22/6/2015) sore.

Dalam kesaksiannya, Anly menyampaikan di antara pemengang saham PT BMS sekitar tahun 2011 lalu terjadi ketidak cocokan atau pecah kongsi. Empat dari lima pemengang saham masing-masing Wie Meng, Andreas Sie, Hasan dan Sutriswi ingin melepaskan atau menjual sahamnya.

Saat itu, lanjutnya, setelah diadakan rapat umum pemengang saham (RUPS), para pemegang saham membuat akte nomor 89 tentang penjualan saham kepada terdakwa dengan nilai total Rp27,5 milar. Tetapi, kata dia, dengan adanya akte 89, Conti Chandra belum menjadi pemilik saham seluruhnya lantaran masih wacana.

"Akte 89 itu masih wacana, empat pemilik saham akan menjual sahamnya kepada Conti Chandra. Bukan berarti Conti Chandra menjadi pemilik saham sepenuhnya," kata Anly.

Masih kata Anly, mengenai proses pembayaran penjualan itu, para pemilik saham kembali membuatkan akte nomor 01. Akte ini, kata dia, isinya mengatur nilai pembayaran bertahap dan waktu pembayarannya.

"Setelah itu, para pemengang saham kembali membatalkan akte nomor 89. Pembatalan dibuat dengan akte nomor 98," jelas Anly.

Mengenai pembatalan akte nomor 89, penasehat hukum (PH) terdakwa, Muhammad Rum, meminta saksi menjelaskan soal akte nomor 01. Sebab, menurut mereka, akte tersebut belum pernah dibatalkan dan masih berlaku.

"Bagaimana dengan akte nomor 01, masih berlaku atau tidak? Apakah akte 98 yang membatalkan akte 89 sekaligus membatalkan akte 01. Apakah ada akte lain yang membatalkan akte 01?" tanya Rum.

"Setahu saya akte nomor 01 satu kesatuan dengan akte nomor 89. Tetapi, memang tidak ada akte lain yang khusus membatalkan akte 01 itu," jawab Anly.

Mendengar penjelasan saksi, majelis hakim yang mengadili dan memeriksa perkara tersebut Khairul Fuad, didampingi dua anggota Budiman Sitorus dan Alfian memberi kesempatan kepada terdakwa memberi tanggapan. Selain menuding saksi berbohong, terdakwa juga menilai semua akte yang dibuat saksi seperti tidak ada artinya.

"Berarti semua akte yang saudara saksi buat tak ada gunanya," kesal Conti.

Usai mendengar keterangan dari lima saksi, majelis hakim menunda sidang sampai Kamis (25/6/2015). Dalam sidang selanjutnya akan dilanjutkkan dengan agenda mendengar keterangan dua saksi ahli dari JPU dan tiga saksi meringankan dari terdakwa.

"Sidang ditunda sampai Kamis (25/6/2015). Dalam sidang selanjutnya, JPU akan menghadirkan dua saksi ahli yang ada dalam BAP. Serta tiga saksi dari terdakwa," kata Khairul Fuad, menutup sidang. (*)

Editor: Roelan