Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPR Bangun Alun-alun Demokrasi buat Fasilitasi Demonstran
Oleh : Surya
Kamis | 21-05-2015 | 15:44 WIB
Fahri1.jpg Honda-Batam
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, Ketua Tim Implementasi Reformasi DPR

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berencana membangun alun-alun di atas areal terbuka komplek parlemen. Pembangunan alun-alun demokrasi tersebut, bagian dari penataan kawasan parlemen menjadi parlemen modern.


 Ketua Tim Implementasi Reformasi DPR, Fahri Hamzah mengatakan, alun-alun demokrasi akan menjadi tempat bagi rakyat Indonesia untuk menyampaikan aspirasinya melalui demonstrasi. Tujuannya, kata dia, agar demonstrasi yang dilakukan rakyat Indonesia tidak lagi mengganggu ketertiban umum dengan demo di jalan-jalan.

"Itu hanya jadi tempat (demonstrasi), tidak untuk mengatur, itu tempat," kata Fahri di kompleks parlemen, Rabu 20/5/2015).

Dengan dibukanya alun-alun demokrasi, kata Fahri, kegiatan demonstrasi rakyat Indonesia menjadi jelas sasarannya. Hal ini lebih bagus dan tepat sasaran dibandingkan saat menggelar demonstrasi di Bundaran HI atau depan gerbang kompleks parlemen yang membuat macet jalan.

Yang pasti, kata Wakil Ketua DPR RI ini, kalau berdemonstrasi di alun-alun demokrasi, aspirasi lebih bisa didengarkan karena ada pejabat.

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menambahkan, saat ada demonstrasi, DPR akan menugaskan anggota atau pimpinan komisi terkait untuk bertemu dan mendengar aspirasi pendemo. DPR memastikan jika ada demonstrasi di alun-alun demokrasi, maka ada anggota SPR yang akan datang.

"Iya dong (pasti datang), harus. Lalu buat apa itu dibuat, kalau perlu dibuat piket anggota, kalau ada demo buruh komisi terkait harus mengirim orang," kata dia.

Lalu dimana letak alun-alun demokrasi ini akan dibangun di kompleks parlemen? Fahri mengatakan, sejak zaman Presiden Soekarno, lokasi yang diproyeksi menjadi alun-alun demokrasi adalah lokasi yang saat ini banyak ditumbuhi pepohonan di kompleks parlemen

 Menurutnya, pembangunan tersebut dimaksudkan untuk memfasilitasi masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasi kepada wakilnya di DPR.

"Itu kan bertahap ya, dari 7 tahapan itu kita akan bangun ruang terbuka untuk publik, mengapa menggunakan istilah alun-alun, menurut info dari ilmuan kalau ruang terbuka semakin hilang, tempat unjuk rasa dan mengutarakan pendapat hilang, makanya kami gunakan istilah itu," ujarnya.

Penggunaan istilah alun-alun itu, terinspirasi dari kebiasaan orang Jawa yang berarti tempat protes dan kritik masyarakat terhadap raja.

 "Kalau di jawa kan memang terletak di dekat tempat pemerintahan, itu tempat protes kebijakan raja," lanjutnya.

Selain itu Fakhri menegaskan bahwa tempat tersebut bukanlah untuk anggota dewan. Menurutnya dewan hanya penyalur aspirasi masyarakat, dan salh satu caranya adalah dengan memfasilitasi ruang terbuka atau alun-alun demokrasi tersebut.

 "Itu bukan sesuatu yang luar biasa, cuma membersihkan halaman untuk ruang terbuka untuk publik," tuturnya.

Sebelumnya, pimpinan DPR telah membentuk Tim Implementasi Reformasi DPR yang diketuai Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dari FPKS, yang telah menetapkan ada 7 tahapan untuk mengimplementasikan reformasi DPR tersebut.

“Tahap pertama adalah dimulai dari membangun alun-alun demokrasi, sebuah plaza reformasi bagi publik. Alun-alun demokrasi akan menjadi tempat unjuk rasa dan penyampaian aspirasi publik terbesar di Indonesia,” kata ketua tim implementasi reformasi DPR Fahri Hamzah dalam rapat paripurna di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (20/5/2015).

Menurut Fahri, sebagai suatu tempat yang disiapkan khusus untuk menyatakan pendapat dan perasaan, maka demonstrasi di alun-alun demokrasi sangat dilindungi sebagai mimbar kebebasan berpendapat yang aman dan damai tanpa kerusuhan dan ketegangan dengan aparat.

“Tahap kedua, membangun museum dan perpustakaan. Pembangunan museum akan menggunakan gedung bundar yang sekaligus menjadikan gedung sebagai cagar budaya. Gedung Bundar adalah warisan (heritage) yang harus dijaga keanggunannya dengan menjadikannya sebagai ikon nasional dan dunia, dan di dalamnya kaya oleh sejarah dan ilmu pengetahuan,” paparnya.

Tahap ketiga, membangun jalan akses bagi tamu dan publik ke gedung DPR sehingga mempermudah tamu dan publik untuk mengunjungi fasilitas publik yang ada, seperti ruang sidang, museum, perpustakaan dan sebagainya.

“Tahap keempat, membangun visitor center. Visitor center akan dikelola sebagai aktivitas menerima pengunjung harian untuk menimba ilmu, berdiskusi, berwisata serta urusan lainnya dan harus berada di basement dalam area yang tertutup yang di dalamnya dapat didirikan restoran, toko suvenir, bank, pos dan lain-lain,” terang politisi PKS itu.

Tahap kelima, pembangunan ruangan pusat kajian legislasi dan perancangan Undang-Undang, pusat kajian APBN, pusat akuntabilitas keuangan negara, dan pusat penelitianTahap keenam, pembangunan ruang anggota dan tenaga ahli yang standard, berlaku sama untuk semua anggota dewan dan staf pendukung.

Tahap ketujuh, integrasi kawasan yaitu mengintegrasi tempat tinggal anggota dengan kantor kerja anggota, yang secara umum akan menjadi ikon baru di ibu kota negara.

“Tempat ini nantinya akan menjadi tujuan kunjungan, baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing yang ingin mengetahui perjalanan bangsa Indonesia khususnya perjalanan cabang kekuasaan legislasi di Indonesia. Ini adalah memori dan pengetahuan kolektif bangsa,” ucap wakil ketua DPR RI itu

Editor : Surya