Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Presiden Jokowi Diminta segera Berhentikan Yasonna dari Jabatannya sebagai Menkumham
Oleh : Surya
Selasa | 19-05-2015 | 08:43 WIB

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Jakarta memenangkan gugatan Partai Golkar, hasil Munas Bali membuktikan selama ini, ada pendzoliman terhadap Partai Golkar pimpinan Aburizal Bakrie (ARB).
 

Atas pendzoliman itu, maka presiden Jokowi memiliki alasan kuat untuk memberhentikan secara tidak hormat Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly. Pemberhentikan Yasonna dari kabinet kerja itu, bukan dalam rangka reshuffle, melainkan adanya pelanggaran hukum.
 
"Presiden punya alasan memberhentikan, bukan dalam rangka reshuffle, tapi karena pelanggaran hukum tersebut. Hentikan pendzoliman dan usaha mencari keuntungan dari parpol lain,” kata Sekretaris FPG Bambang Soesatyo dalam jumpa pers di ruang FPG gedung DPR Jakarta, Senin (18/5/2015)
 
Ditambahkan Bambang, atas putusan PTUN itu, menunjukkan Menkumham telah terbukti tidak cermat dalam mengeluarkan putusan terhadap sengketa internal Partai Golkar. Ketidakcermatan itu, dibuktikan dari putusan PTUN yang memenangkan gugatan kubu Aburizal Bakrie.
 
“Dasar kemenkumham tidak cermat, buktinya SK Menkumham dibatalkan,” kata Bambang.
 
Bahkan, dalam kesempatan itu Bambang juga mengatakan, bahwa Kemenkumham telah melakukan keselahan tidak kali ini saja. Sehingga, sudah selayaknya presiden mempertimbangkan kembali kelanjutan Yasona Laoly sebagai menteri.
 
“Kami minta presiden menjadikan kesalahan-kesalahan itu, sebagai dasar pertimbangan untuk evaluasi menterinya,” lanjut Bambang.
 
Tidak hanya itu, Bambang juga mengkhawatirkan kabinet Jokowi tidak akan bisa bekerja dikemudian hari. Sebab, keberadaan Yasona di kabinet selama ini telah berdampak pada kegaduhan-kegaduhan yang berujung pada terganggunnya kinerja pemerintah.
 
“Jangan sampai gara-gara Laoly, kabinet kerja berubah menjadi kabinet heboh akibat kegaduhan-kegaduhan yang muncul,” tegas Bambang.
 
Lebih jauh kata Bambang, pihaknya juga meminta sesama parpol harus saling menghargai, termasuk kepada PDIP yang selama ini dianggapnya merugikan pihaknya. Untuk PDIP sekarang memeng berkuasa, tapi belum tentu ke depan tetap berkuasa.
 
“Kepada Menkumham dan PDIP, saya minta saling menghargai sebagai sesama parpol, bolehlah sekarang berkuasa, tapi nanti mungkin saja berubah,” katanya.
 
Bambang juga meminta, agar Menkumham dan PDIP untuk menghentikan pembelaan kepada Golkar kubu Agung Laksono, yang Munasnya dibangun berdasarkan pada kebohongan. Ia yakin masalah kebohongan itu, juga diketahui oleh Presiden Jokowi, Wapres Jusuf Kalla.
 
“Bohong kalau Presiden dan Wapres tidak tahu,” katanya.
 
Sementara Ketua FPG, Ade Komarudin meminta kubu Agung Laksono dkk untuk menerima putusan PTUN Jakarta, yang membatalkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM, tentang kepengurusan Partai Golkar kubu Agung. Kubu Aburizal atau Ical juga mengharapkan agar kubu Agung tidak melakukan upaya hukum lainnya.
 
"Sebaiknya kita bersatu padu membesarkan partai. Tolong teman-teman legowo, tolong pikirkan kesatuan Indonesia," ujar Ade.
 
Ade mengajak kubu Agung kembali bersatu, demi masa depan Partai Golkar, termasuk untuk mempersiapkan diri mengikuti pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang akan digelar serentak akhir tahun ini.
 
"Kami imbau teman-teman (kubu Agung), untuk tidak melakukan langkah berikutnya, terutama untuk kepentingan menghadapi pilkada serentak di Indonesia. Bila partai Golkar tidak ikuti pilkada, saya tak bisa bayangkan," ujarnya.
 
Dia menilai, apabila ada partai yang tidak bisa mengikuti pilkada, maka demokrasi akan menjadi cacat.
 
"Kehadiran parpol sangat tentukan arah demokrasi di Indonesia," katanya.
 
Hal senada dikatakan pengamat hukum tata Negara, Irmanputra Sidin berpendapat pasca putusan PTUN yang memenangkan Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie , maka ada alasan bagi Presiden Jokowi untuk memberhentikan secara tidak hormat  Yasonna H Laoly, karena telah melanggar hukum.
 
"PTUN membatalkan putusan Menkumham, cukup kuat bagi Presiden Jokowi untuk memberhentikan secara tidak hormat Yasonna Laoly dari jabatannya, sebagai Menkum HAM," kata Irman.
 
Jadi, lanjut Irman, Jokowi memberhentikan Yasonna karena alasan pembantunya dari partai berlambang Banteng Moncong Putih itu, telah melakukan pelanggaran terhadap UU.
 
Karena dipecat dengan alasan melanggar hukum, jelas pakar hukum tata negara ini, partai politik pendukung Yasona dengan sendirinya tidak bisa membela kadernya, ini karena dasar memberhentikannya akibat melakukan pelanggar hukum.
 
"Alasannya jelas Menkum HAM telah melanggar hukum. Jadi, tidak ada yang bisa membela," ujar Irman. 

Editor: Surya