Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Revisi UU Pilkada bukan Untungkan Golkar dan PPP
Oleh : Surya
Rabu | 13-05-2015 | 08:55 WIB
diskusi_dpr_rambe.jpg Honda-Batam
Rambe Kamarulzaman saat menjadi pembicara dalam diskusi di Press Riim DPR RI.

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Ketua Komisi II DPR, Rambe Kamarulzaman mengatakan, tidak ada pihak yang diuntungkan dari revisi  terbatas UU No 8 Tahun 2015, tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), dan UU Nomor 22 Tahun 2011, tentang Partai Politik.
 

Ketua DPP Partai Golkar, kubu Aburizal Bakrie ini juga membantah, niat revisi dua UU itu untuk mendegradasi Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM yang mengakui Partai Golkar kepengurusan Agung Laksono.
 
"Tidak ada niat revisi untuk membuang SK Menkum dan HAM. Tidak ada kepentingan kelompok tertentu, yang ada untuk kepentingan bangsa," kata Rambe Kamarulzaman dalam diskusi Forum Legislasi bertema "Revisi UU Pilkada dan UU Partai Politik" di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (12/5/2015).
                
Saat ini, rencana revisi UU Pilkada dan UU Politik masih terjadi tarik menarik. Pimpinan Komisi II DPR dan pimpinan DPR mendorong dilakukan revisi dua UU itu, sedangkan pemerintah menolaknya. Rambe mengatakan, sebenarnya rencana revisi dua UU itu tidak dimaksudkan untuk menyelesaikan masalah konflik internal Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
 
Soal SK Menkum HAM, Rambe mengakui SK yang mengakui Golkar kubu Agung Laksono itu, bertentangan dengan Pasal 24 UU Parpol yang menyebutkan, jika terjadi perselisihan kepengurusan partai, maka Menkum HAM belum dibolehkan memberikan keputusan sebelum perselisihan diselesaikan oleh partai bersangkutan.
 
Apalagi, kata Rambe, sebenarnya perselisihan dimaksud tidak pernah ada, karena Golkar kubu Aburizal Bakrie menganggap Munas yang digelar kubu Agung Laksono tidak memenuhi syarat UU Parpol, seperti yang disebut dalam Pasal 25 UU tersebut. Yaitu, harus memenuhi 2/3 dari forum kepengurusan paling rendah di tingkat partai.
 
"Ini UU yang menyatakan dalam pasal-pasal itu. Jadi kalau berselisih ya...jangan disahkan," katanya.
 
Lebih jauh, Rambe juga menolak anggapan, bahwa dukungan penuh dari empat pimpinan DPR, yang semuanya merupakan kader dari partai Koalisi Merah Putih (KMP) diidentikan bahwa revisi ini menjadi pertarungan politik di tingkat elit kekuasaan.
 
"Di bawah itu (kepengurusan di daerah) tidak ada KMP-KIH, karena semuanya cair. Di ataspun tidak ada. Harus dicairkan. Menurut saya semua harus mengutamakan kenegarawanan," ujarnya.
 
Pengamat politik, Heru Budianto  mengakui ada aroma politik yang sangat kuat terbaca oleh public, bahwa dorongan Panja PKPU Komisi II DPR dan Pimpinan DPR, bukan sekedar untuk memperbaiki proses penyelenggaraan pilkada serentak yang pada tahap pertama akan dimulai pada  9 Desember 2015, tetapi ada pertarungan elit kekuasaan antara KMP-KIH.
 
"Aroma politik terbaca pubik seperti itu ketimbang adanya efisiensi anggaran, penguatan KPU, dan lain-lain. Karena yang terbaca adalah adanya kehawatiran termasuk dari pemerintah, bahwa revisi akan dipakai oleh kelompok tertentu untuk kepentingan mereka," katanya.

Editor: Dodo