Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Rencana Penyaluran Dana Desa, DPR Khawatir akan Bermunculan LSM Dadakan
Oleh : Surya
Selasa | 05-05-2015 | 09:07 WIB

BATAMTODAY.COM, Jakarta-Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy (LE) mengingatkan pemerintah agar jajarannya di tingkat desa tidak perlu takut dan khawatir terkait penyaluran dana desa sebesar Rp1Miliar sesuai UU No.6 Tahun 2014. 

LE menghkhawatirkan menjelang penyaluran dana desa bakal muncul sejumlah LSM dadakan yang akan mengawasi penyaluran dana desa oleh kepala desa dan perangkatnya.

"Kades itu orang desa asli dan masih takut-takut. Kalau bertemu LSM setiap hari, bukan tidak mungkin akan keluar Rp100.000 hingga Rp1juta setiap harinya. Kalau sudah keluar, nanti kades bakal binggung pertanggungjawabannya.  Kepala desa harus berani menolak LSM yang mengancam dan meminta uang, " kata Lukman Edy (LE) dalam diskusi pilar negara bertema "Realisasi Dana Desa" di gedung DPR Jakarta, Senin (4/5/2015).

Karena itulah, untuk penyaluran sebanyak 35 ribu desa di seluruh desa akan ditempatkan dua orang pendamping di setiap kecamatan. Pendamping tersebut diperlukan agar kepala desa mampu membuat laporang keuangan dana desa dikelola secara baik dan akuntabel. 

Sebanyak 16 ribu pendamping itu akan diambil dari tenaga yang pernah dipakai pada program PNPM dan sisanya akan direkruit pemerintah pada bulan Mei ini. 

"Dua orang dari 35 ribu pendamping ini ditempatkan di tiap kecamatan atau di 10 desa setiap kecamatan. Tahun depan baru satu orang pendamping untuk di 10 desa, " ujarnya.

LE menambahkan hasil evaluasi komisi II masa reses, sebanyak 100 kepala daerah sudah menyerahkan Peraturan kepala daerah yang merupakan syarat untuk mencairkan dana desa. LE memperkirakan paling lama tujuh hari dana dana desa diparkir di kas kabupaten. 

Diperkirakan pada akhir April, sebanyak 500 kabupaten sudah ditransfer ke desa yang telah memiliki Anggaran Pendapatan dan Belanja (APB) Desa  dan Rencana Kerja Pembangunan (RKP) Desa tahun 2014.

LE menyambut positif hasil pembinaan program nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM) Pedesaan pemerintahan sebelumnya yang memberikan  dampak sebanyak 80 persen desa sudah menyetor APB Des dan RKP Des tahun 2014.

"Bupati harus sudah transfer pada Minggu pertama Mei dan sudah sampai desa, khususnya desa yang telah memiliki APB Desa dan RKP Desa 2014, " katanya.

Namun diakui LE  ada masalah dari ruang perencanaan desa. "Sebab dari hasil penelitian IPB, ditemukan 70 persen APB Des dan RKP Des dibuat berdasarkan copy paste".

Lebih jauh LE mengatakan pihaknya bersama pemerintah juga akan mengatur jika ada desa yang menolak pemberian dana desa dari pemerintah. 

"Tapi kalau ada sisa dana dari dana desa, itu bisa dimasukkan ke kas desa, " katanya.

Karena itulah, LE berpendapat periode 2014-2017 akan dijadikan sebagai periode pembelajaran atau transisi dengan harapan di tahun berikutnya akan ada perbaikan dalam pengelolaan tata kelola keuangan di desa dan perangkatnya.

Rentan Menjerat Perangkat Desa
Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis mengakui persoalan korupsi dalam pengelolaan dana desa sangat rentan menjerat para perangkat desa. 

"Buat gula-gula memang bagus bagi orang di kampung. Ini memang menarik dari sisi tata negara. Tetapi harus diwaspadai mereka dituntut mengatur manajemen keuangan negara yang sumber dananya dari APBN dan APBD plus," ingatnya.

Pemahaman yang minim dan tingkat pendidikan yang relatif rendah dari penduduk di desa, menurut Margarito menyebabkan adanya potensi yang luar biasa akan dihadapi para perangkat di desa terjerat dalam persoalan hukum. 

"Jadi kepada pemerintah, saya mengusulkan agar tidak sertamerta UU Desa ini dijadikan dasar sebagai tindak pidana korupsi apabila ditemukan persoalan hukum dalam pengelolaannya," ujarnya.

Tidak masuk diakal, kata dia,  orang kampung di pedesaan yang biasanya hanya mengelola uang yang ecek-ecek, tiba-tiba dikasih uang yang jumlahnya mencapai miliaran rupiah, dan bentuk pertanggungjawabannya diberlakukan ketentuan perundangan dengan sistem pengelolaan uang yang bersifat administrasi negara dengan pedoman UU.

Margarito mengatakan meski perangkat di pedesaan diberikan pendamping dalam pengelolaannya, hal itu tidak cukup bagi perangkat desa terhindar dari kemungkinan terjadinya pelanggaran hukum. 

Oleh karena itu, berharap adanya waktu jeda dua tahun hingga tahun 2017 diberikan pengecualian terhadap kemungkinan terjadinya kesalahan-kesalahan pengelolnaan anggaran desa tersebut.    

Selain, tingkat pendidikan yang rendah, Margarito mengatakan saat ini telah terjadi pergeseran masyarakat di pedesaan dalam menilai sebuah  kegiatan di masyarakat. 

"Saya dari Maluku, di tempat saya Maluku maupun Maluku Utara itu, nilai-nilai gotong royong sudah luntur. Ini karena banyaknya program-program pemerijntah yang membiasakan apabila memperkejakan orang di kampung dengan imbalan uang. Jadi dalam pandangan orang kampung itu saat ini, kalau mereka disuruh kerja yang diartikan dibayar. Kerja mesti dibayar, tidak ada lagi gotong royong," tandasnya.

 Editor : Surya