Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Penundaan Eksekusi Terpidana Mati Kasus Narkoba Mary Jane

Pemerintah Diminta Desak Filipina agar Segera Usut Pelaku yang Jebak Mary Jane
Oleh : Surya
Kamis | 30-04-2015 | 07:30 WIB

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia Akhiar Salmi mendesak Pemerintah Indonesia agar aktif menuntut Filipina untuk mempercepat proses hukum terhadap  yang mengaku menjebak Mary.


Hal itu dikatakannya terkait eksekusi mati terhadap  Mary Jane Fiesta Veloso, terpidana kasus narkotika ditunda setelah seseorang yang diduga menjebak Mary untuk membawa heroin ke Indonesia menyerahkan diri kepada polisi di Filipina.

“Minta dipercepat untuk diproses itu. Paling tidak Indonesia sudah mentolerir. Mereka jangan berlarut-larut, menunda waktu. Kepastian hukum yang cepat, menurut hukum diapakan Mary Jane,” kata Akhiar Salmi, dalam Dialog Kenegaraan di Gedung DPD Jakarta, Rabu (29/4/2015).

Menurutnya Pemerintah Filipina juga harus transparan, tidak merekayasa hanya  untuk membebaskan Mary karena Indonesia telah memberikan banyak kelonggaran bagi Mary.

Namun  sebagai pakar hukum, yakin betul apabila Mary bersalah dalam kasus narkotika. Hakim pasti memiliki bukti kuat sehingga memutuskan Mary di vonis hukuman mati.

Pemerintah Indonesia jangan percaya begitu saja dengan pengakuan dari seseorang yang tiba-tiba mengaku menjebak Mary. Menurut dia aneh, detik-detik jelang dieksekusi mati, tiba-tiba ada seseorang menyerahkan diri ke pihak kepolisian dan membuat pengakuan bahwa Mary dijebak. Bisa saja, lanjut Akhiar Salmi, ada rekayasa untuk membebaskan Mary eksekusi mati. Oleh karena itu Indonesia harus berhati-hati.

Mary Jane merupakan terpidana narkotika. Dia kedapatan membawa heroin seberat 2,6 kilogram senilai Rp 5,5 miliar. Aksinya berhasil digagalkan oleh petugas Bea dan Cukai Bandara Internasional Adisutjipto, Yogyakarta, pada tahun 2010 saat turun dari pesawat terbang tujuan Kuala Lumpur-Yogyakarta. Perbuatan dari Mary, kata Akhiar tidak ada yang meringankan. Ada lima kondisi seseorang terbebas dari proses hukum diantaranya adalah gangguan jiwa.

Sementara itu Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) DKI Jakarta Abdul Azis Khafia, mengatakan eksekusi mati terhadap gembong dan pengedar  narkoba di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, harus menjadi momentum bagi pemerintah untuk serius memberantas peredaran barang haram itu.

“Ini momentum dengan eksekusi mati untuk mengatakan say no drug lebih serius lagi,” katanya

Kedepan, senator asal DKI Jakarta itu meminta agar pemerintah lebih antisipatif ketimbang reaktif dalam menangani narkotika. Seolah-olah Indonesia dilecehkan oleh bandar narkoba, padahal sudah dinyatakan bersalah oleh pengadilan namun tetap saja dapat beraktivitas didalam penjara.

Pemerintah, lanjut Abdul Azis Khafia, harus aktif dan kreasi dalam mengantisipasi peredaran narkotika.  Pasalnya, peredaran narkoba dilakukan dengan berbagai modus. Terakhir, ditemukan barang haram di makanan.

Editor: Surya