Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sidang Praperadilan Penunggak Pajak vs Ditjen Pajak

Ahli Hukum Pidana UI Sebut Penyanderaan Tidak Masuk Ranah Praperadilan
Oleh : Charles Sitompul
Selasa | 28-04-2015 | 20:15 WIB
saksi_ahli_UI.jpg Honda-Batam
Ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI) Gandjar Laksmana saat memberikan keterangan sebagai saksi ahli dalam sidang lanjutan Penunggak Pajak vs Ditjen Pajak di PN Tanjungpinang.

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI) Gandjar Laksmana, mengatakan ‎pelaksanaan penyanderaan yang dilakukan juru sita kantor perpajakan, terhadap Peng Hock alias Ahok Dirut PT GKJL tidak masuk dalam proses penyelidikan dan penyidikan pidana sebagaimana dalam KUHAP sehingga tidak masuk dalam ranah praperadilan. 

"Penyanderaan, lebih bernuansa pada pemaksaan obyek pajak melakukan pelunasan tunggakan pajaknya, sehingga tidak masuk dalam ranah praperadilan," kata Gandjar Laksmana di PN Tanjungpinang, Selasa (28/4/2014). 

Sesuai dengan aturan perpajakan, tambah Ganjar,  jika obyek yang disandera merasa keberatan, maka pelaksanaan penyanderaan yang dilakukan juru sita perpajakan lebih bernuansa pada gugatan perdata ke pengadilan.

"Penangkapan, penyanderaan dan penahanan sementara yang dilakukan juru sita Perpajakan kepada obyek pajak, bukan merupakan ranah praperadilan karena dilakukan untuk memaksa si obyek pajak melunasi utang pajaknya yang tertunggak," sebutnya. 

Sementara, proses dan mekanisme pelaksanaan penyanderaan sesuai dengan UU Pajak, tambah Ganjar, dilakukan sesuai dengan mekanisme dan aturan yang berlaku sebagaimana tertuang dalam UU dan Peraturan Perpajakan.

"Hanya dalam pelaksanaan penyanderaan, obyek pajak penunggak pajak, ‎tidak boleh disandera ketika sedang beribadah agama atau sedang mengikuti sidang resmi, karena sesuai dengan resume aturannya, setiap pelaksanaan penangkapan dibarengi dengan kaidah yang mengatur," sebutnya lagi. 

Sementara itu, Ahok melalui kuasa hukumnya juga menghadirkan 3 saksi diantaranya 2 pekerja PT GKJL, serta satu orang saksi yang merupakan anaknya. 

Kepada Majelis Hakim, 3 saksi pemohon menceritakan, proses pelaksanaan ‎dan tata cara penyanderaan yang menurutnya  tidak dilakukan sesuai dengan prosedural. 

"Saat penangkapan, ada sekitar 20 orang. Ada juga Polisi mengaku dari Mabes Polri. Orang pajak bacakan berita acara penyanderaan, dan pak Peng Hock langsung dibawa," kata salah seorang saksi karyawan P .GKJL yang mengaku pada saat penangkapan Peng Hock sedang berada di lokasi. 

"Seharusnya, ‎sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) 137 Tahun 2000, sebelum melakukan penyanderaan, juru sita pajak harus membacakan berita acara dan pelaksanaan penyanderaan serta surat perintah pelaksanaan penyanderaan diserahkan pada Peng Hock, atau keluarganya. Tetapi, kenyataannya, surat perintah penyanderaan pada yang bersangkutan tidak diberikan, tetapi diminta di Lapas setelah Peng Hock ditahan," kata kuasa hukum pemohon, Sugeng Kumoro Edi SH. 

Atas selesai pelaksanaan pemeriksaan saksi dari masing-masing pihak, hakim tunggal PN Tanjungpinang Eriyusman SH, menyatakan akan kembali melanjutkan persidangan permohonan praperadilan besok, Rabu (29/4/2015) dengan agenda masing-masing pihak menyampaikan kesimpulan dari pemeriksaan yang dilaksanakan. 

Sebelumnya, Kementerian Keuangan serta Dirjen Pajak, Kanwil dan Kantor Pajak Pratama Bintan menyatakan penangkapan, penyanderaan dan penahanan terhadap penunggak pajak Peng Hock alias Ahok selaku Dirut PT GKJL sudah sesuai dengan UU dan peraturan yang berlaku. 

Hal ini disampaikan kuasa hukum Kementerian Keuangan serta Dirjen Pajak, Kanwil dan Kantor Pajak Pratama Bintan menjawab permohonan praperadilan yang dilayangkan Ahok dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tanjungpinang, Senin (27/4/2015).

Editor: Dodo