Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kuasa Hukum Dirjen Pajak Sebut PN Tak Berwenang Periksa Permohonan Penunggak Pajak
Oleh : Charles Sitompul
Senin | 27-04-2015 | 20:00 WIB
gugatan_pajak.jpg Honda-Batam
Sidang praperadilan penunggak pajak di PN Tanjungpinang.

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Kementerian Keuangan serta Dirjen Pajak, Kanwil dan Kantor Pajak Pratama Bintan menyatakan penangkapan, penyanderaan dan penahanan terhadap penunggak pajak Peng Hock alias Ahok selaku Dirut PT GKJL sudah sesuai dengan UU dan peraturan yang berlaku. 

Hal ini disampaikan kuasa hukum Kementerian Keuangan serta Dirjen Pajak, Kanwil dan Kantor Pajak Pratama Bintan menjawab permohonan praperadilan yang dilayangkan Ahok dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tanjungpinang, Senin (27/4/2015).

Selain itu, sesuai dengan pasal 1 angka 10 dan pasal 77 KUHAP, tentang sah tidaknya, penangkapan, penahanan, penghentiaan Penyidikan atau Tuntutan dan Ganti rugi tidak sama dengan pelaksanaan penangkapan, penyanderaan dan penahanan yang dilakukan Dirjen Pajak terhadap pemohon. 

"Hingga di luar dari yang diamankan pasal 1 angka 10 juncto pasal 77 KUHAP, bukan merupakan wewenang pengadilan untuk memeriksa, sebagai mana praperadilan yang dimohonkan pemohon," jelas Tim Kuasa Hukum Kementerian Keuangan, dari Dirjen Pajak Andi Permana SH, Fernandes Adhitiya Haloman SH bersama 3 anggota lainnya.

Selain itu, Kuasa Hukum Dirjen, Kanwil dan Kantor Pajak Prtama Bintan ini, juga menjelaskan perbedaan antara penangkapam, penyanderaan dan penahanan yang dilakukan terhadap penunggak pajak, dengan pelaksanaan penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau tuntutan serta ganti rugi terhadap terduga pelaku pidana yang dalam proses penyelidikan, penyidikan atau penuntutan sebagaimana diatur dalam KUHAP.

"Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan penunggak pajak dengan [enempatan dan di tempat sementara sesuai dengan pasal 1 angka 21 UU Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana diubah dengan UU nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan surat Paksa (PPSP) serta Peraturan Pemerintah (PP) nomor 137 Tahun 2000 tentang Teknis Pelaksanaan UU PPSP," jelasnya. 

Pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa, sesuai dengan UU dan PP tersebut dilakukan dalam proses penagihan paksa pajak yang tertunggak dari obyek pajak oleh juru sita yang ditunjuk, setelah melalui sejumlah prosedural, mulai dari teguran, peringatan, pemblokiran rekening, pencekalan, penyitaan hingga penyanderaan. 

"Sesuai dengan UU PPSP dan PP 137, jika tersandera merasa keberatan, yang dapat dipermasalahakan dan digugat ke PN bukan merupakan praperadilan, tetapi adalah gugatan perdata atas penyanderaan yang dilakukan. Dan atas aturan ini, hakim juga tidak boleh membuat penafsiran lain dari apa yang ditentukan dan diatur dalam UU dan peraturan yang berlaku," kata tim Kuasa Hukum Dirjen Pajak. 

Selain itu, dalam pelaksanaan penyanderaan sudah diatur pada PP nomor 137 tahun 2000 tentang tata cara penyanderaan, dan jika tersandera berkeberatan, hanya dapat dilakukan dengan upaya hukum gugatan perdata ke PN sesuai dengan Pasal 15 ayat 1 PP 137 tahun 2000. 

"Selain itu, penyanderaan sebagaimana yang diatur pada PP 137 tahun 2000, merupakan bagian dari penagihan pajak yang dilaksanakan berdasarkan ketentuaan PP dan UU perpajakan dalam rangka mengamankan penerimaan Negara dari sektor pajak sebagai komponen APBN," jelasnya. 

Kegiatan pemaksaan adalah untuk menguji kepatutan perpajakan wajib pajak sebagaimana diatur dengan UU nomor 6 tahun 1983 sebagaimana diubah dengan UU nomor 16 tahun 2000 tentang Ketentuaan ‎Umum Tentang Perpajakan, Khususnya pada pasal 1 angka 25, pasal 13 ayat 1, pasal 29 ayat 1. Serta UU nomor 19 tahun 2000 tentang penagihan pajak dengan surat paksa. 

Dalam eksepsinya, kuasa hukum termohon juga meminta pada Hakim Praperadilan Eriyusman SH, agar menolak seluruhnya, permohonan praperadilan pemohon. Menyatakan permohonan pemohon tidak memiliki dasar kedudukan. Menyatakan PN tidak berwenang memeriksa permohonan praperadilan pemohon. 

"Serta penyatakan permohonan pemohon jabur dan tidak jelas seluruhnya," tegasnya.

Atas eksepsi termohon, pemohon menyatakan menyerahkan sepenuhnya kesimpulan pada Majelis Hakim.

Sebelumnya, Peng Hock alias Ahok, penunggak pajak sebesar Rp 11,8 miliar mempraperadilkan Direktorat Jenderal Pajak dan Kantor Pajak Pratama (KPP) Bintan atas penyanderaan dirinya.

Praperadilan dilayangkan Ahok selaku Direktur PT Gunung Kijang Jaya Lestari(GKJL) melalui kuasa hukumnya Sugeng Kumoro Edi ke Pengadilan Negeri  Tanjungpinang, dengan pendaftaran gugatan praperadilan nomor: 01/pin.pid.Pra/2015/PN.TPG dan diterima Panitera PN Tanjungpinang pada Kamis (16/4/2015).

Editor: Dodo