Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Jokowi Janji Selesaikan Masalah Pendidikan dan Guru dalam Tiga Tahun
Oleh : Redaksi
Selasa | 07-04-2015 | 08:48 WIB
Presiden_dan_PGRI.jpg Honda-Batam
Presiden Jokowi didampingi Mensesneg dan Mendikbud menerima jajaran PB PGRI di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (6/4/2014). (Foto: ist)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi), berjanji akan menuntaskan persoalan pendidikan dan guru dalam waktu tiga tahun. Salah satu yang dijanjikan akan diperjuangkan adalah masalah rendahnya gaji guru non-PNS.

Hal itu disampaikan Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), Sulistyo, usai menghadap Presiden di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (6/4/2015) sore.

Sulistiyo menyampaikan, intinya PGRI menyampaikan dua persoalan, yaitu persoalan pendidikan dan persoalan guru. Mengenai masalah pendidikan, PGRI meminta agar pemerintah serius sehingga terpenuhi delapan standar pelayanan minimal pendidikan, terutama standar pelayanan minimal sarana dan prasarana pendidikan.

"Sekarang ini banyak sekolah yang rusak, gedungnya rusak berat, rusak sedang, sehingga di beberapa tempat anak-anak belajar tidak berada di sekolah yang layak," papar Sulistyo, seperti dilansir dari laman Sekretaris Kabinet.

PGRI juga mengeluhkan sarana prasarana juga berkaitan akses yang menuju ke sekolah, seperti terjadi di beberapa daerah ada anak jatuh dari jembatan ketika menuju sekolah, misalnya. Mengenai masalah ini, menurut Sulistyo, disanggupi oleh pemerintah walaupun diakui berat.

"Tetapi tadi termasuk Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang ikut mendampingi Pak Presiden berjanji akan menyelesaikan persoalan sarana prasarana yang memang banyak yang memerlukan perhatian," imbuh Sulistyo.

Pelayanan minimal lainnya yang disampaikan di antaranya persoalan kurikulum, evaluasi pendidikan, standar pembiayaan dan sebagainya. "Kami meminta pada pemerintah untuk diperhatikan dengan sungguh-sungguh, karena sampai saat ini menurut evaluasi dari PGRI, pendidikan kita masih jauh dari delapan standar yang ditetapkan," terang Sulistyo.

Dari sekian persoalan yang disampaikan, paling banyak berkaitan dengan standar pendidik dan tenaga kependikan. "PGRI melaporkan sekarang terjadi kekurangan guru dan pemerintah akan melengkapi dengan mengkoordinasi dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, Kementerian PAN-RB, dan Kementerian Dalam Negeri agar kekurangan guru SD segera dicukupi," kata Sulistyo.

Kemudian guru honorer, menurut Sulistyo, PGRI mengusulkan agar ada format penyelesaian guru honorer terutama dua hal, yakni aspek kepegawaian dan kesejahteraan. "PGRI telah menyampaikan bahwa pemerintah belum mampu melaksanakan, atau dalam bahasa yang lugas telah melanggar UU Guru dan Dosen pasal 15 dan pasal 14," terang Sulistyo.

Dijelaskan, dalam UU tersebut diatur, pasal 15 misalnya, guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah atau pemerintah pusat, berhak memperoleh penghasilan bedasarkan peraturan perundang-undangan.

"Sampai sekarang pemerintah belum mengatur lebih rinci, padahal sudah diatur pokoknya di pasal 14 ayat (1) huruf 'a', yang berbunyi, guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. Untuk guru honorer, kami minta diselesaikan karena jumlahnya sangat  besar, dan sampai sekarang belum ada tanda-tanda penyelesaian itu," papar Sulistyo.

Kemudian mengenai guru bantu, menurut Sulistyo, Presiden berjanji bahwa dalam waktu maksimal tiga tahun selesai diangkat untuk  guru bantu yang belum terangkat. Karena memang sekarang jumlahya juga tidak banyak, sekitar enam ribuan.

Untuk guru swasta, PGRI meminta agar ada kesetaraan dengan guru negeri terutama berkaitan dengan pangkat, jabatan, termasuk standar penghasilan minimal. Sulistyo menyatakan, ada keprihatinan yang serius  karena pekerja di bidang lain sudah diatur melalui upah minimum kabupaten/kota (UMK), upah minimum regioal (UMR) tapi untuk guru sampai hari ini tidak.

"Kami berharap pemerintahan di bawah kepemimpinan Bapak Jokowi ada sejarah baru, bisa mengatur penghasilan minimal untuk guru termasuk guru non-PNS," kata Sulistyo.

Selanjutnya, tentang sertifikasi. Menurut Ketua Umum PGRI itu, seharusnya pemerintah sudah menyelesaikan paling lambat 2015. Tapi sekarang menurut data Kementerian Pendidikan dan Kebbudayaan, baru satu juta enam ratusan dari jumlah guru 3.015.315 orang.

"Berarti baru sekitar 60 persen, masih 1.000.300-an guru masih blm diselesaikan karena memang waktunya sudah habis," terangnya.

"Ternyata, guru yang menerima tunjangan profesi juga banyak yang mengeluh belum tertib. Ini apa permasalahannya di pemda atau di pusat, harus dicari di sebelah mana, mengapa guru tidak memperoleh tunjangan tepat waktu tapi terlambat. Peningkatan profesionalitas melalui studi lanjut, sebenarnya tahun 2015 guru juga harus S1 atau D4," papar Sulistyo.

"Pak Presiden berjanji akan mengangkat, insya Allah, selesai tiga tahun dan beliau menyampaikan akan bicarakan dengan gubernur dan Menteri PAN-RB agar segera ditindaklanjuti, bukan sekadar diwacanakan. Prasarana akan segera diperbaiki, termasuk Pak Menteri akan diselesaikan gedung sekolah yang rusak," imbuh Sulistyo. (*)

Editor: Roelan