Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Keputusan Menkumham dalam Konflik Golkar dan PPP

Yasonna Bisa Hancurkan Pilar dan Sendi Demokrasi
Oleh : Surya
Kamis | 02-04-2015 | 18:20 WIB
Dialektika1.jpg Honda-Batam
Dialektika  Demokrasi bertema 'Mungkinkah Hak Angket Lengserkan Menteri Yasonna' bersama Ketua Komisi III DPR Azis Syamsudin, Sekretaris Fraksi Nasdem DPR Syarif Abdullah Al-Katiri dan pakar hukum TaTa negara dari Universitas Al-Azhar Rahmat Bagja di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis (2/4/2015).

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Wakil Ketua Umum DPP Golkar hasil Munas Bali Aziz Syamsuddin menegaskan, keputusan Menkumham Yasonna H Laoly terkait Partai Golkar dan PPP, jika dibiarkan bisa menghancurkan pilar dan sendi-sendi demokrasi di Indonesia.

Sebab, Golkar dan PPP mempunyai massa yang besar hingga puluhan juta tersebar di berbagai daerah seluruh Indonesia, yang bisa menimbulkan gesekan di akar rumput menentang ketidakadilan tersebut.

"Wajar kalau anggota DPR RI mengajukan hak angket terhadap kinerja Yasonna Laoly. Apalagi hak itu diatur dalam UU  No.17 tahun 2014. Angket akan jalan terus, meski sudah ada putusan sela dari PTUN karena dasar hukumnya beda. Tapi, kita lihat saja apa paripurna DPR RI menyetujui atau tidak," kata Azis Syamsudin dalam Dialektika Demokrasi bertema 'Mungkinkah Hak Angket Lengserkan Menteri Yasonna' bersama Sekretaris Fraksi Nasdem DPR Syarif Abdullah Al-Katiri dan pakar hukum tata negara dari Universitas Al-Azhar Rahmat Bagja di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (2/4/2015).

Menurut Aziz, usulan angket itu sudah sesuai prosedur dan aturan perundangan-undangan. Apabila bila sudah disetujui oleh Paripurna DPR RI, maka akan menjadi hak DPR RI, bukan lagi anggota.

"Saya yakin hak angket untuk Yasonna Laoly itu sudah benar. Bahwa DPR ini lembaga politik dan angket itu mempunyai landasan legalitasnya, karena Menkumham sebagai pembantu pemerintah tidak menjalankan tugas dengan benar. Tapi, salahi aturan dan tidak menggunakan standar yang halal," katanya.

Azis juga menyatakan bhwa putisan  Mahkamah Partai Golkar (MPG)  tidak memenangkan pihak manapun, namun Menkumham Yasonna Laoly memenangkan kubu Agung Laksono.

"Jadi, kalau kebijakan Yasonna Laoly itu berulang-ulang dan kita biarkan, dan terjadi sampai ke tingkat provinsi, kabupaten/kota, kan berdampak massif, luas, dan merusak pilar-pilar demokrasi yang kita bangun dengan susah payah ini," katanya.

Sedangkan Syarif Al-Katiri dalam Nasdem mengatakan, hak angket seharusnya itu menyangkut hal-hal yang strategis atau menyangkut kehidupan orang banyak bahkan menggoncang kebangsaan.

"Jadi, angket Menkumham ini memperkeruh suasana, buang-buang waktu saja. Padahal banyak tugas kedewanan yang harus dikerjakan. Karena itu Fraksi NasDem tidak ikut-ikutan angket," kata Syarif.

Sementara Rahmat Bagja menegaskan, hak angket bisa berujung pada hak menyatakan pendapat, karena Menkumham Yasona Laoly dinilai melakukan intervensi mengatasnamakan pemerintah untuk mengganggu kehidupan berbangsa di Golkar dan PPP.

"Ini wajar sebagai pelajaran dari proses check and balances di mana menteri harus bertanggung jawab kepada presiden," kata Bagja.

Karena itu, lanjut Bagja,  jika nanti terbukti Yasonna Laoly selaku Menkumham melakukan pelanggaran, maka sebaiknya direkomendasikan untuk dicopot dari jabatannya oleh Presiden Joko Widodo.

"Aapakah akan dicopot atau tidak oleh Presiden Jokowi, tentu kita tunggu. Atau DPR akan menaikkan hak angket itu menjadi menyatakan pendapat, semua belum ada yang tahu. Kita tunggu saja perkembangannya," katanya.

Editor: Surya