Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Waluyo Lemas, Hendro Harjono Santai Usai Divonis 4,5 Tahun Penjara
Oleh : Charles Sitompul
Jum'at | 27-03-2015 | 16:00 WIB
vonis_bandara.jpg Honda-Batam
Waluyo tertunduk saat menjalani persidangan kasus korupsi pengadaan genset Bandara Hang Nadim yang digelar di Pengadilan Tipikor Tanjungpinang.

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Pemandangan berbeda tampak ketika vonis dijatuhkan terhadap dua terdakwa kasus korupsi pengadaan genset di Bandara Hang Nadim, Batam, Hendro Harijono dan Waluyo di Pengadilan Tipikor Tanjungpinang, Jumat (27/3/2015).

Hendro yang merupakan mantan orang nomor satu di Bandara Hang Nadim ini tampak santai menyikapi vonis yang dijatuhkan. Sementara, Waluyo yang merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek tersebut terlihat lemas saat mendengar hakim memvonisnya dengan hukuman yang sama dengan Hendro, 4,5 tahun penjara. (Baca: Korupsi di Bandara Hang Nadim, Hendro Harjono dan Waluyo Divonis 4,5 Tahun Penjara)

Dikonfirmasi BATAMTODAY.COM, Hendro menyatakan masih pikir-pikir atas putusan tersebut, namun tidak menutup kemungkinan akan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Riau. 

"Jangan ditulis banding dulu, masih pikir-pikir lah," kata Hendro dengan santai. 

Sementara Waluyo mengaku bingung dan tidak mengerti dengan proses hukum. Kendati demikian, Waluyo mengaku kalau hukuman 4,5 tahun yang dijatuhkan Majelis Hakim, menurutnya sangat berat. Mengingat dirinya, sebagai PPK hanya menjalankan perintah mantan Kepala Bandara Hang Nadim, Hendro Harijono. 

"Saya bingung dan tidak mengerti dengan proses hukum, dan putusannya telalu berat, karena saya tak tahu apa-apa," kata Waluyo saat ditanya mengenai putusan yang dijatuhkan Majelis Hakim. 

Dalam putusan Majelis Hakim pada korupsi pengadaan genset dan panel distribusi listrik serta AFL di Bandara Hang Nadim Batam pada 2011-2012 ini, juga terungkap, kalau kedua terdakwa tidak melaksanakan kegiatan sesuai dengan Keppres tentang Pengadaan Barang dan Jasa, khususnya menyangkut tugas dan kewajibannya selaku KPA dan PPK.

Sebaliknya, justru dari Rp 14,5 miliar lebih dana proyek tersebut, dari mulai pelaksanaan, sudah direncanakan dengan indikasi korupsi. 

Hal itu ditandai dengan rancu dan tidak sesuainya penyusunan HPS, TOR, bahkan pelaksanaan pelelangan yang dimenangkan oleh CV Indihiang Kuring. Namun kenyataan di lapangan pekerjaan dikerjakan oleh PT Mandala Krida dengan Direktur Agus Mulyana ditetapkan (DPO) dalam pengadaan genset, sementara pekerjaan lainnya seperti pemasangan panel distribusi dan instalasi listrik serta AFL dan  kembali disubkontrakkan kepada CV Indah Karya Nusantara Ekspres, yang dipimpin oleh Alen Simatupang. 

"Hal ini secara jelas bertentangan dan tidak sesuai dengan kontrak pekerjaan yang ditandatangani," ujar Majelis Hakim. 

Selain itu, dalam pelaksanaan pengadaan genset, juga terungkap adanya penambahan dana service, yang sebenarnya dalam kontrak pelaksanaan sehingga Majelis Hakim berkesimpulan, pelaksanaan proyek tidak sesuai dengan acuan kerja, rencana umum pengadaan serta kontrak kerja yang ditandatangani PPK dan kontraktor. 

Atas pelanggaran aturan dan proses pelaksanaan pekerjaan serta kontrak proyek,  Majelis Hakim juga menyatakan kedua terdakwa telah menyalahgunakan tugas dan kewenangannya hingga menguntungkan orang lain, yang  mengakibatkan kerugian negara dari pelaksanaan pekerjaan proyek sebesar Rp 5,9 miliar lebih. 

Majelis Hakim juga mengatakan, dalam pelaksanaan proyek, kendati dimenangkan Indihiang Kuring selaku pemenang, namun yang berperan mengatur dan melaksanakan kegiatan di lapangan dalah justru PT Mandala Krida, dengan karyawan pelaksana Junaidi Aris yang tidak diawasi dan dikendalikan PPK.

Editor: Dodo