Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Fitra Tolak Dana Rumah Anggota DPR Sebesar Rp 1,6 Triliun
Oleh : Surya
Rabu | 25-03-2015 | 17:45 WIB

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Dana rumah aspirasi masyarakat sejumlah Rp1,6 Triliun hanya akal-akalan DPR. Pasalnya, penggangaran dana tersebut belum memilki peraturan hukum yang kuat. Karena itu, Fitra  menuntut DPR untuk membatalkan dana rumah aspirasi


"Argumen DPR tidak berdasar, lemah dan cenderung akal-akalan saja. Kalau mau memperjuangan rakyat tidak harus membuat rumah aspirasi," papar Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Yenny Sucipto, di Seketariat FITRA di Jalan Mampang, Jakarta Selatan, Rabu (25/3/2015)

Menurut Yenny, dana rumah aspirasi terkesan timpang tindih dan mubazir. Sebab, sudah ada dana reses yang diberikan kepada anggota DPR untuk menampung aspirasi rakyat.

"Kalau dengan alasan 'jaring asmara' (penjaringan aspirasi masyarakat) itu sudah ada alokasinya sebesar Rp40 juta. Janganlah pakai mata anggaran lain. Bilang saja mereka (DPR) butuh, tapi ingin diperbesar di dana reses," tutur Yenny.

Sementara Koordinator Advokasi dan Investigasi FITRA Apung Widadi mengatakan, zaman modern sekarang untuk menjaring aspirasi masyarakat dapat dilakukan dengan banyak cara. Tak harus menggunakan dana sebanyak Rp3 miliar hingga Rp10 Miliar.

"Pada kebutuhannya tidak mungkin sejauh itu, harus jelas distribusinya seperti apa. Apalagi anggota DPR menerima dana Rp14 juta untuk pulsa. Ini tak logis harga pulsa sekarang semakin turun. Apalagi akses media sosial bisa menyapa masyarakat. Saya rasa cukup digunakan untuk kepentingan rakyat," tambah Apung.

Badan Anggaran DPR menambah dana Rp1,6 triliun untuk rumah aspirasi dan staf khusus anggota dewan. Dana tersebut dianggarkan melalui APBNP 2015. Penambahan anggaran dimaksudkan untuk meningkatkan kerja dan penyerapan aspirasi masyarakat.

Batalkan
Pada kesempatan tersebut., Fitra  menuntut DPR untuk membatalkan dana rumah aspirasi sebesar Rp1,6 triliun dari APBN untuk pembuatan rumah aspirasi dan staf khusus anggota dewan yang dinilai dapat membantu penyerapan aspirasi warga di wilayah daerah pemilihan anggota dewan.

"Kita dengan ini menolak dana aspirasi yang diajukan DPR karena tidak ada korelasinya dalam perencanaan anggaran," tegas Sekjen FITRA.  

Menurutnya, dana rumah aspirasi hanya akan membuka ruang korupsi bagi anggota DPR. Terlebih, dana ini tidak didukung dengan dasar hukum yang kuat.

"Kekhawatiran kita dana aspirasi itu nantinya akan menjadi celah celah praktek korupsi.Apalagi tak sesuai dengan UU.17 tahun 2003 tentang keuangan negara," kata Yenny.

Menurut penelusuran FITRA, alokasi anggaran untuk mengelola rumah aspirasi sebesar Rp150 juta per tahun atau Rp12,5 juta per bulan untuk setiap anggota DPR. Dengan adanya dana tersebut, negara akan menggelontorkan dana dengan jumlah yang fantastis dari APBN.

"Kita mensinyalir hal ini merupakan bancakan. Sekarang anggota DPR ada 560 anggota. Dengan adanya wacana dana rumah aspirasi ada Rp5,6Triliun dana yang dikeluarkan dari APBN," jelasnya.

Mirisnya, lanjut Yenny, hal ini sangat dirasa tidak adil jika dibandingkan dengan kondisi ekonomi Indonesia yang saat ini sedang tidak stabil. Menurutnya, masih banyak pos anggaran lain yang memerlukan dana tersebut.

"Disaat harga pangan naik saya rasa Rp5,6 triliun itu bisalah dialokasikan untuk anggaran ketahanan pangan yang jumlah alokasi anggarannya masih Rp1 Triliun," papar Yenny. 

FITRA tegas menyatakan ada sembilan alasan penolakan dana rumah aspirasi,yakni dana aspirasi tidak mempunyai payung hukum yang kuat, DPR tak memiliki hak menggunakan anggaran dan dana tersebut bertolak belakang dengan perencanaan anggaran.

Kemudian, terdapat juga penolakan karena dana ini tidak mempunyai tujuan yang jelas, memperparah sistem perimbangan, memunculkan potensi korupsi dan DPR belum memiliki lembaga akuntabilitas.

Terakhir FITRA menyatakan dana aspirasi dianggap memiskinkan masyarakat dan dana tersebut juga disinyalir sebagai upaya balas budi konstituen untuk mengembalikan dana kampanye Pemilu 2014.

Editor: Surya