Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Bantah Lakukan Penipuan, Wakil Ketua III DPRD Batam Ini Tantang A Tjai Temui Pemilik Kapal
Oleh : Romi Chandra
Jum'at | 13-02-2015 | 15:10 WIB
teuku hamzah dan baly dalo.jpg Honda-Batam
Teuku Hamzah Husen (kiri) didampingi kuasa hukumnya, Baly Dalo (kanan). (Foto: Romi Chandra/BATAMTODAY.COM)

BATAMTODAY.COM, Batam - Teuku Hamzah Husen, pemilik PT Garuda Satria Perkasa selaku terlapor kasus penipuan, yang sebelumnya enggan berkomentar mulai angkat bicara. Wakil Ketua III DPRD Kota Batam ini dilaporkan A Tjai, pemilik PT Speed Engineering Batam, dengan tuduhan penipuan.

Melalui kuasa hukumnya, Baly Dalo, dikatakan, tuduhan tidak membayar utang sebanyak 40 ribu dolar Singapura untuk pembelian sparepart kapal yang perbaikannya dikerjakan perusahaan milik kliennya sama sekali tidak benar. Bahkan kliennya tidak merasa memiliki utang sebanyak itu karena dalam perjanjian kerja sama sebelumnya, kliennya hanya memiliki utang kepada perusahaan milik A Tjai sekitar 7.000-8.000 dolar Singapura.

"Dalam perjanjian kerja sama dengan perusahaan milik pelapor (A Tjai), tidak ada masalah penggantian sparepart. Jadi klien kami merasa tidak punya utang hingga 40 ribu dolar Singapura, tapi hanya sekitar tujuh hingga delapan ribu dolar saja. Dan itu untuk upah perbaikan atau modifikasi kapal yang sebelumnya kayu mejadi kapal besi," kata Baly Dalo saat ditemui bersama Hamzah di Harmoni One, Batam Center, Jumat (13/2/2015).

Ditambahkannya, dalam pembuatan kerja sama itu kliennya tidak pernah berurusan dengan pelapor, namun hanya dengan perusahaannya. Untuk pergantian sparepart itu sendiri merupakan kesepakatan antara pemilik kapal dengan A Tjai.

Namun karena sparepart tersebut masuk ke perusahaan kliennya, makanya invoice penerimaan barang ditandatangani sesuai prosedur penerima barang. "Dalam mekanismenya, jika ada barang yang masuk ke tempat kita, sebagai tanda terima makanya pihak klien saya menandatangani invoice penerimaan. Tapi itu bukan berarti kita yang membayar pembelian sparepart-nya, karena pembicaraan dengan kita juga tidak ada. Itu kesepakatan antara pemilik kapal dengan pihak pelapor, bukan dengan klien saya," jelasnya.

Baly Dalo menambahkan, sebelumnya kliennya sudah hendak membayar tagihan pebaikan kapal, karena pekerjanya dari pihak perusahaan pelapor. Namun pelapor tidak mau hanya dibayar upahnya saja, kliennya harus membayar semua tagihan yang tidak pernah dibayarkan agen yang meminta perusahaan kliennya memperbaiki kapal tersebut.

Selain itu, dalam kontrak perjanjian kerja sama modifikasi kapal itu dengan perusahaan milik A Tjai meliputi perbaikan bodi kapal, mekanik, pengecatan kapal dan elektrik, dan sama sekali tidak ada kesepakatan penggantian sparepart kapal.

"Kesepakatan perbaikan kapal itu, perusahaan klien saya tidak langsung koordinasi sama owner-nya, tapi melalui agen atau broker yang merupakan orang Myanmar dan menetap di Singapura. Bisa saja saat proses perbaikan kapal itu pelapor sering bertemu dengan owner dan kesepakatan penggantian sparepart terjadi tanpa sepengetahuan pihak klien saya," terangnya.

Bahkan, kenapa masalah ini sampai berlarut-larut, karena kliennya tidak mau membayar tagihan yang bukan utangnya. Sejauh ini, pihak pemilik kapal atau agen belum melunasi biaya perbaikan kapal itu sementara kliennya baru menerima sekitar 40 persen dari tagihannya.

"Total biaya perbaikan itu keseluruhan mencapai sekitar 220 ribu dolar Singapura. Namun baru dibayarkan agen hanya sekitar 90 ribu dolar Singapura dan masih sisa sekitar 120 ribu dolar Singapura lagi. Kami siap untuk membuktikannya," tegas Baly.

"Bahkan kami menantang pelapor pelapor untuk sama-sama datang ke Singapura, menanyakan langsung ke pihak kapal apakah uang itu sudah dibayarkan atau belum. Tapi kalau biaya perbaikan, hari ini pun klien saya siap membayarnya," imbuhnya.

Adanya kejadian ini, lanjut Baly, memiliki dampak yang buruk terhadap kliennya. Imbasnya, hal yang dituduhkan kepada kliennya itu mempengaruhi nama baik serta mengganggu aktivitas, baik Hamzah pribadi maupun keluarga dan kerabat.

"Tapi namanya proses hukum, ya harus kita jalani. Klien saya siap menghadapinya. Kita juga punya bukti lengkap kalau klien saya tidak bersalah," pungkasnya. (*)

Editor: Roelan