Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

MPR akan Bentuk Lembaga Pengkajian Konstitusi
Oleh : Surya
Jum'at | 13-02-2015 | 07:31 WIB
hidayat-nur-wahid-mpr.jpg Honda-Batam
Wakil Ketua MPR Hidayat MPR dan mantan Ketua FPKB MPR yang juga Wakil Ketua Komisi II DPR

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI akan membentuk Lembaga Kajian Independen yang akan bertugas melakukan kajian-kajian, terhadap persoalan ketatanegaraan termasuk wacana amandemen konstitusi dan menghidupkan kembali Garis-Garis Besar Haluan Negera (GBHN).

Pembentukan Lembaga Kajian itu, kemungkinan bisa dilakukan pada masa persidangan III tahun 2014-2015, pada Maret mendatang.

"Pimpinan MPR RI sudah membahasnya bersama pimpinan fraksi-fraksi di MPR RI, serta dengan pimpinan lembaga-lembaga tinggi negara. Semuanya memberikan respons positif," kata Hidayat Nur Wahid,  Wakil Ketua MPR RI di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis (12/2/2015).

Ditegaskannya, lembaga kajian tersebut anggotanya adalah para pakar independen dari berbagai bidang dan para mantan pimpinan MPR RI yang memiliki visi kebangsaan yang baik. Sejauh ini, pimpinan MPR RI, sudah dua kali melakukan rapat bersma pimpinan fraksi-fraksi di MPR RI, soal perlu dan pentingnya pembentukan Lembaga Kajian. Dalam rapat, pimpinan MPR RI dan pimpinan fraksi-fraksi di MPR RI, sepakat jumlah anggota Lembaga Kajian paling banyak 60 orang.

"Pada pembahasan tersebut, fraksi-fraksi di MPR RI sepakat anggotanya berjumlah 45 orang. Jika nantinya dinilai perlu penambahan anggota, maka akan dilakukan penambahan hingga maksimal hingga 60 anggota," katanya.

Menurut Hidayat, calon anggota Lembaga Kajian diusulkan oleh fraksi-fraksi di MPR RI. Tugas-tugas Lembaga Kajian meliputi, memberikan saran dan pertimbangan terkait dengan sistem ketatanegaraan, melakukan kajian-kajian dan merumuskan soal pokok-pokok Pancasila, UUD NRI 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI, serta menyerap aspirasi dan dinamika masyarakat terkait dengan pokok-pokok pikiran untuk GBHN.

"Wacana menghidupkan kembali GBHN melalui amandemen konstitusi merupakan suatu opsi. Jika tidak ada amandemen konstitusi, maka perlu dibuat opsi lainnya melalui fraksi-fraksi di MPR," katanya.

Sementara itu, mantan Ketua Fraksi PKB MPR RI, Lukman Edy, menjelaskan, usulan pembentukan Lembaga Kajian ini menyusul adanya usulan amandemen konstitusi yang diinisiasi oleh DPD RI. Untuk mengakomodasi usulan dari DPD RI tersebut, MPR RI kemudian membentuk Tim Kerja Kajian Sistem Ketatanegaraan pada periode 2009-2014, yang kemudian merekomendasikan pembentukan Lembaga Kajian.

Menurut Lukman Edy, terbentuknya LPK tersebut karena tuntutan amandemen UUD NRI 1945, di tengah tumpang-tindihnya perundang-undangan, meski tidak semua fraksi mendukung amandemen itu sendiri. Sebab, sebagian fraksi ada yang mendukung sebagian yang diamandemen, amandemen seluruhnya, hanya kewenangan DPD RI dan sebagainya.

LE mencontohkan pemenang Pilpres yang tidak harus 60 persen di seluruh provinsi di Indonesia, ternyata masalah ini menjadi perdebatan panjang di MPR RI. Juga mengenai MK yang bisa membatalkan UU dan lain-lain, maka perlu amandemen bahwa penafsir konstitusi itu bukan saja MK, sehingga MK tidak bisa memenuhi asas representasi sebagai penafsir tunggal.

“Jadi, MK tak bisa menjadi penafsir tunggal konstitusi,” tutur Wakil Ketua Komisi II DPR RI itu.

Editor : Surya