Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sering 'Ikutan' Sekolah, Sapi di Jemaja Timur Kena 'Tilang'
Oleh : Nursali
Senin | 09-02-2015 | 09:02 WIB
Camat_Jemaja_Timur,_Muhammad_Ari_Sofian.jpg Honda-Batam
Muhamad Ari Sofian, Camat Jemaja Timur. (Foto: Nursali/BATAMTODAY.COM)

BATAMTODAY.COM, Tarempa - Kecamatan Jemaja di Kabupaten Kepulauan Anambas terkenal sebagai lokasi peternakan sapi di Provinsi Kepulauan Riau. Tapi, sapi-sapi yang banyak dibiarkan merumput begitu saja oleh pemiliknya pun 'ditilang' oleh camat setempat. Seperti di Kelurahan Letung, Jemaja Timur.

Pasalnya, saking banyaknya sapi peliharaan milik para peternak di Kelurahan Letung, Kecamatan Jemaja Timur, sampai hendak ikut-ikutan 'sekolah'. Bahkan banyak sapi yang sering nyelonong ke masuk ke salah satu sekolah dasar di kecamatan tersebut. Camat dan beserta unsur muspika kecamatan pun mengambil keputusan untuk membuat peraturan.

Memang, sapi-sapi teresebut dengan sengaja dibiarkan bebas berkeliaran ke jalan lalu lintas kecamatan. Bahkan memakan tanaman milik petani lainnya hingga akhirnya makhluk memamah biak tersebut diduga menjadi penyebab kecelakaan lalu lintas para pengendara di kecamatan tersebut.

"Hingga sapi pun ikut-ikutan sekolah. Terakhir staf saya mengalami kecelakaan karena banyak sapi yang berada di tengah jalan," kata Muhamad Ari Sofian, Camat Jemaja Timur, kepada pewarta di ruang rapat perkantoran Bupati Kepulauan Anambas belum, Senin (9/2/2015).

Aturan pun ditegakkan. Para peternak harus mengandangkan sapi-sapinya.

Jika peraturan tersebut tidak diindahkan, maka pihaknya pun akan memberikan sanksi mulai dari penyitaan, bunuh di tempat, hingga tebusan sebesar Rp 2 juta untuk tiap ekornya.

"Kita berikan waktu selama dua hari. Apabila dalam waktu dua hari tidak ditebus, maka sapi tersebut akan dibasmi," katanya.

Sebanyak 200 ekor sapi yang saat ini diperkirakan bebas berkeliaran di wilayah kecamatan tersebut. Dari 40 peternak, diakuinya yang menentang kebijakan tersebut hanya 28 peternak yang merasa keberatan.

Namun menurutnya, angka tersebut jauh kalah banyak jika dibandingkan bagi masyarakat yang merasa keberatan akan keberadaan sapi yang dianggap sebagai 'hama'. "Pelan-pelan la kita berikan pemahaman kepada mereka. Peraturan itu kita berlakukan pada akhir Desember (2014) lalu," pungkasnya. (*)

Editor: Roelan