Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Korupsi Ganti Rugi Lahan Fasum dan Fasos di Natuna

Didakwa Pasal Berlapis, Raja Amirullah Tidak Ditahan Hakim Pengadilan Tipikor
Oleh : Charles Sitompul
Rabu | 28-01-2015 | 18:52 WIB
bupati-natuna_raja_amirullah.jpg Honda-Batam
Raja Amirullah, mantan Bupati Natuna yang terjerat kasus korupsi pengadaan lahan. (Foto: natuna.org)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Tanjungpinang tidak melakukan penahanan terhadap terdakwa Raja Amirullah, mantan Bupati Natuna yang terjerat kasus korupsi pengadaan lahan fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos).

Dalam sidang perdana, kemarin, dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Bambang Widiyanto, Amirullah didakwa dengan pasal berlapis melanggar pasal 2 juncto pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto pasal 55 KUHP dalam dakwaan primer. Dalam dakwaan subsider, dia juga didakwa melanggar Pasal 3 Jo pasal 18 UU yang sama juncto pasal 55 KUHP.

JPU juga mengatakan Amirullah mulai dari penyelidikan dan penyidikan di Satreskrim Polres Natuna, tidak pernah ditahan, demikian juga hingga ke penuntutan di Pengadilan Tipikor Tanjungpinang. 

Hal ini, sangat bertolak belakang dengan dua terdakwa korupsi yang sama, yakni terpidana Asmiyadi dan Bahtiar, yang dari penyidikan hingga saat ini langsung dilakukan penahanan oleh penyidik Polisi, Jaksa Penuntut Umum, bahkan Hakim Pengadilan Tipikor Tanjungpinang. 

Terdakwa Asmiyadi telah disidang dan divonis dengan hukuman 2 tahun penjara denda Rp50 juta subsider 2 Bulan, hukuman mengembalikan uang pengganti Rp240 juta dari Rp367 juta sisa uang yang belum diganti, atau diganti dengan hukuman 10 bulan penjara.

Sedangkan terdakwa ‎Bahtiar divonis selama 1 tahun 3 bulan penjara, denda Rp50 juta subsider 2 bulan kurungan, dan tidak dikenakan uang pengganti.

Raja Amirullah ditetapkan sebagai tersangka menyusul Kepala Bagian Tata Pemerintahan Sekretariat Kabupaten Natuna, Asmiyadi dan Bahtiar selaku PPTK dalam pelaksanaan ganti rugi lahan sebesar Rp2,020 miliar dari APBD 2010 tanpa membentuk panitia pembebasan lahan. Proses pembebasan lahan itu dilakukan dengan cara mengundang langsung pemilik lahan.

"Hal ini juga bertentangan dengan Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 sebagaimana diubah dengan PP Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan bagi Kepentingan Pembangunan dan untuk Kepentingan Umum,"Kata Aspidsus Kajari Natuna Bambang Widiyanto SH.

Dalam Bab IV peraturan pemerintah ini, secara jelas dikatakan, tata cara pengadaan tanah untuk tanah yang luasnya di atas 1 hektare, maka bupati membentuk Panitia Pengadaan Tanah dan Tim Penilai Harga Tanah. 

Namun oleh Asmiyadi dan Bahtiar, pengadaan ganti rugi lahan untuk fasum dan fasos itu hanya berdasarkan SK Plt Bupati Natuna. Akibatnya, dari 39.252 meter persegi luas lahaan yang dibayar dan dibebaskan, jumlah riil di lapangan hanya sekitar 30.078 meter persegi. Sehingga dari hasil perhitungan luas lahan dengan total pembayaran terdapat selisih jumlah pembayaran senilai Rp360 juta yang merugikan keuangan negara. 

Editor: Dodo