Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Monash University Gelar Pameran dan Seminar Budaya Melayu Kepulauan Riau
Oleh : Redaksi
Sabtu | 10-01-2015 | 11:44 WIB
alat_musik_nobat.jpg Honda-Batam
Nobat, alat musik tradisional Melayu. (Foto: Monash University via ABC Radio Australia)

BATAMTODAY.COM - Untuk kedua kalinya, simposium internasional yang membahas budaya dan seni Kepulauan Riau akan digelar. Kali ini acara akan digelar di Melbourne, Australia dengan memfokuskan pada gerak tubuh, drama, dan musik.

Kegiatan yang akan digelar pada 14 hingga 16 Januari di Monash University ini akan terbagi menjadi dua, yakni seminar dan pameran.

Seminar akan menghadirkan para penliti dan ilmuwan yang mempelajari budaya Melayu di Indonesia, Malaysia, dan kawasan lain di Asia Tenggara.

"Kami mau mengadakan konferensi atau simposium yang kedua dengan menghadirkan 20 ahli kebudayaan Melayu di Indonesia, Malaysia, dan Asia Tenggara dan akan memberikan ceramah dan ada pameran,"

Simposium yang pertama digelar di Tanjungpinang, ibukota Kepulauan Riau pada Januari 2013.

Menurut Profesor Margaret Kartomi dari Sekolah Musik Sir Zelman Cowen di Monash University, Kepulauan Riau, provinsi yang baru didirikan pada tahun 2004 memiliki kekayaan budaya yang luar biasa.

Sayangnya kebudayaan ini kurang dikenal di dunia, bahkan cenderung diabaikan.

Sementara kegiatan pameran akan menampilkan sejumlah alat-alat musik dan barang-barang tradisional khas Riau.

"Pameran ini pertama kalinya yang di gelar di dunia, di luar Indonesia."

Profesor Margaret mengaku kalau kesenian musik khas Kepulauan Riau yang paling berkesan baginya adalah Nobat.

"Nobat adalah orkes yang dimainkan antara tahun 1722 - 1911, atau sampai sultan terakhir. Nobat ini sering dimainkan saat Sultan dinobatkan.  Benar-benar berbeda sekali dengan alat musik di Jawa atau Bali," ujarnya kepada ABC International.

Sayangnya Nobat kini tidak lagi dimainkan di Indonesia, meski masih bisa dinikmati di Malaysia.

"Sejak ratusan lalu, Nobat tidak lagi dimainkan karena sudah tidak ada sultan. Lain halnya dengan di Malaysia, karena masih ada Sultan, sehingga masih dimainkan disana," ujar Profesor Margaret yang mengaku sudah berkeliling ke semua provinsi di Sumatera.

Sementara untuk tarian, Profesor Margaret senang sekali menikmati penampilan Joget Dangkong, yang biasanya dibawakan oleh sepasang penari.

Profesor Margaret menjelaskan kalau budaya Indonesia banyak dipengaruhi oleh budaya dari Arab, India, dan Cina.

"Tetapi yang menarik di Riau adalah budayanya asli yang menjadi khas Riau, meski mungkin ada inspirasi dari budaya lain, tapi mereka mengubahnya," kata Profesor Margaret.

Profesor Margaret menghabiskan waktu hampir tiga tahun untuk meneliti budaya Melayu di Kepulauan Riau. Penelitiannya ini didanai oleh pemerintah Australia.

Dari hasil penelitiannya, ia berhasil mendapatkan beberapa rekaman musik khas Riau, termasuk Nobat, yang kini disimpan di Monash University dan akan diberikan kepada pemerintah Kepulauan Riau.

Ia berharap kalau hasil penelitiannya bisa digunakan di sekolah-sekolah sebagai bahan pelajaran, sehingga bisa dikenal oleh anak-anak dan para pemuda dan mereka bisa merasa bangga dengan kekayaan budaya yang dimilikinya.

"Orang muda sekarang ini tidak diberi kesempatan untuk mengenal dan mempelajari musik tradsional, karenanya tidak ada minat. Penting sekali sekolah-sekolah untuk mengajarkan alat-alat musik tradisional," ujarnya.

Sumber: ABC Radio Australia