Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Autisma Bisa Diidentifikasi Pada Trimester Kehamilan
Oleh : Re
Sabtu | 13-12-2014 | 14:19 WIB

BATAMTODAY.COM - JIKA anak yang menyandang gangguan spektrum autistik (ASD) bisa dideteksi semenjak masih bayi, penelitian yang satu ini malah menunjukkan gangguan ASD bisa dideteksi sejak kehamilan.

Penelitian secara rinci terhadap sampel otak anak autis yang meninggal saat berusia muda, menunjukkan perubahan sangat jelas dalam otak mereka, kata para peneliti. Perbedaan terlihat pada tingkat genetik dan struktur fisik otak, dan sangat mendukung apa yang para ilmuwan telah katakan selama bertahun-tahun bahwa autisme dimulai dengan gen yang terganggu -dan entah bagaimana kok bisa mengganggu perkembangan otak.

Perubahan itu terlihat seperti pola yang menahan perkembangan sel-sel jauh di dalam otak, kata Eric Courchesne dari Pusat Autisma di San Diego. "Otak mereka sebenarnya penuh sesak dengan sel-sel otak," kata Courchesne seperti dilansir NBC News.

Tidak hanya ada terlalu banyak sel, tetapi otak anak autistik tidak berkembang dengan baik. "Sel-sel otak memang ada, tetapi mereka tidak berubah menjadi jenis sel yang seharusnya. Ini adalah kegagalan pembentukan awal," katanya.

Ini mendukung gagasan bahwa perubahan yang menyebabkan autisma terjadi pada trimester kedua dan ketiga kehamilan, kata Courchesne. Namun temuan ini juga meningkatkan pertanyaan tentang kondisi ini, yang telah didiagnosis dengan peningkatan penyandang autistik di Amerika Serikat dan di tempat lain.

Perubahan fisik itu menunjukkan bahwa ada sesuatu yang menyebabkan autisma yang belum bisa diidentifikasi ilmuwan sebelumnya. Tetapi para ilmuwan itu tak memberikan penjelasan rinci tentang seperti apa kemungkinan mekanismenya, kata Courchesne dan rekan peneliti dalam laporan mereka yang telah diterbitkan dalam New England Journal of Medicine.

Autisma menjadi lebih umum di antara anak-di anak AS, dan peneliti belum mengerti mengapa bisa terjadi. Survei terakhir oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) menunjukkan, 2 persen dari anak-anak AS telah didiagnosis dengan ASD.

Genetika merupakan faktor besar. Bahkan jika salah satu kembar memiliki gejala autisma, kembar lainnya sangat mungkin juga mendapatkannya. Tetapi ilmuwan belum bisa mendapatkan penjelasan dari gen yang diteliti.

Diagnosis yang lebih baik tidak menjelaskan semua itu, dan banyak ilmuwan yang akhirnya mengamati apa yang terjadi selama kehamilan. Beberapa studi menunjukkan bahwa infeksi seperti influenza selama kehamilan mungkin juga berperan.

Courchesne mengatakan, temuan timnya mendukung gagasan bahwa gen dan pengaruh eksternal mengganggu perkembangan otak. "Itu pasti sesuatu yang melibatkan ibu, entah terpapar apa atau apa yang terjadi padanya," kata Courchesne.

Ini sudah diketahui bahwa anak-anak dengan anak penyandang autistik memiliki otak yang lebih besar dari anak normal. Salah satu hipotesis menyatakan, perkembangan otak seorang anak dengan autisma tidak benar-benar "memangkas" koneksi yang tidak diperlukan, sehingga pertumbuhan sel-sel berlebih yang dihasilkan dari koneksi saraf itu menyebabkan otak "overdrive".

Pada penelitian tersebut, Courchesne dan rekan mendapatkan sampel otak dari 11 anak autis yang meninggal di usia muda. Sebagian besar karena kecelakaan seperti tenggelam, ketika berusia 2 - 15 tahun. Mereka membandingkan sampel mereka dengan jaringan otak dari 11 anak-anak tanpa autisma yang juga meninggal mendadak.

Penelitian itu mengejurkan mereka karena menemukan perubahan yang sangat mirip pada 10 dari 11 anak autis. Mereka menemukan "pola" perkembangan yang abnormal dalam jaringan pada daerah otak yang penting untuk mengolah perkembangan sosial, komunikasi dan bahasa. Namun korteks visual tidak terpengaruh.

Dan perubahan yang jauh di dalam otak tersebut menunjukkan bahwa halal itu terjadi di awal perkembangannya.

"Membangun otak bayi selama kehamilan juga ada kaitannya dengan menciptakan korteks yang berisi enam lapisan," kata Courchesne. Cacat itu berada di dalam di antara lapisan tersebut.

"Sejumlah penelitian dengan pencitraan otak telah mengungkapkan bahwa ASD dapat mempengaruhi fungsi otak, namun penelitian ini membawa kita ke tingkat yang baru pada perubahan blok bangunan dasar di otak," kata David Smith, kepala peneliti di Autism Speaks, yang mendanai penelitian Courchesne.

Hal yang membuat para peneliti bingung adalah bahwa 11 anak-anak dengan autisma memiliki berbagai gejala. Banyak yang tidak bisa berbicara dengan baik dan satu anak yang tidak bisa berbicara sama sekali.

Beberapa di antaranya suka menonton video dengan tenang, sementara yang lain menunjukkan perilaku repetitif yang merupakan salah satu gejala dari autisma parah.

Namun pola perubahan di otak mereka sangat mirip. Bisa jadi bahwa autisma disebabkan oleh kerusakan genetik tertentu, dan di mana kerusakan yang terjadi mempengaruhi perilaku, kata para peneliti.

"Salah satu hal yang luar biasa tentang anak-anak dengan autisma, bahkan pada usia muda, adalah banyak dari mereka akan memiliki kadar yang sangat mirip dengan gangguan sosial dan bahasa, tetapi beberapa di antaranya lebih baik dan beberapa lainnya tidak," kata Courchesne.

Mungkin otak dapat melakukan re-wiring sendiri, tergantung di mana kerusakan pada pola, katanya.

"Ini juga lebih memperkuat pemahaman bahwa autisma disebabkan oleh faktor genetik, dan perlu mengidentifikasi autisma sedini mungkin sehingga pemulihan dapat dimulai ketika mereka memiliki potensi terbesar," kata Dr Paul Wang, kepala penelitian medis di Autism Speaks. (*)

Editor: Roelan