Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Nama Suryatati Kembali Terseret Pusaran Korupsi
Oleh : Charles Sitompul
Senin | 01-12-2014 | 12:14 WIB
Syafrial-evi-di-pengadilan2.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Syafrial Evi saat memberikan kesaksian di PN Tanjungpinang.

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Ketenangan mantan Wali Kota Tanjungpinang, Suryatati A Manan, bisa jadi terusik akhir-akhir ini, setelah namanya kembali terseret dalam pusaran kasus korupsi. Adalah mantan Kepala Bapeda Kota Tanjungpinang, Syafrial Evi, yang menyebut keterlibatan mantan Wali Kota Tanjungpinang itu dalam proyek pengadaan lahan Unit Sekolah Baru (USB) SD Terpadu di Jalan Srikaton Km 12 Tanjungpinang.

Proyek ini kemudian jadi kasus hukum, dan bahkan telah menyeret 4 pejabat dan mantan pejabat di Tanjungpinang jadi terdakwa, karena proses ganti rugi lahan tersebut menyalahi aturan hingga diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp1,8 miliar.

Pernyataan Syafrial Evi soal keterlibatan Suryatati disampaikan dalam kesaksiannya di persidangan Gustian Bayu, mantan Kasubsi Agraria Bagian Pemerintahan Sekdako Tanjungpinang --yang menjadi salah satu terdakwa dalam kasus ini, di Pengadilan Tipikor Tanjungpinang, Senin (24/11/2014) lalu.

Dalam kesaksiannya, Syafrial Evi mengatakan pelaksanaan ganti rugi lahan USB SD Terpadu di Jalan Srikaton Km 12 Tanjungpinang, yang menentukan lahan dapat dibebaskan dan diganti rugi adalah Wali Kota Tanjungpinang, yang saat itu dijabat oleh Suryatati A Manan.

"Dalam hal pengadan lahan, prosedurnya panitia yang menentukan penetapan lokasi, dan yang menentukan lahan tersebut dapat dibebaskan adalah kewenangan wali kota," kata Syafrial Evi di hadapan majelis hakim yang dipimpin Parulian Lumbantoruan SH.

Wakil Sekretaris Tim Lima dan Tim Sembilan, tim pembebasan lahan USB SD Terpadu, ini juga mengaku, sebagai Kepala Bapeda yang juga anggota Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) pada saat itu, dirinya tidak mengetahui apakah Rp5 miliar alokasi dana yang diplot di APBD Kota Tanjungpinang 2009 dapat digunakan untuk pembebasan 5 titik lahan.

Mengenai pelaksanaan penetapan dan penilaian harga pengadaan lahan di Jalan Srikaton Km 12 Tanjungpinang, Syafrial juga mengatakan secara langsung dirinya tidak mengetahui, karena selama pelaksanaan rapat di Tim Sembilan dan Tim Lima, dirinya tidak pernah menghadiri, tetapi mendelegasikan pada bawahannya, Abu Mansur, sebagai Kepala Seksi Tata Ruang di Bapeda Kota Tanjungpinang.

Namun demikian, dokumen dan berita acara hasil rapat, melalui sebuah dokumen yang diantarkan terdakwa Gustian Bayu kepadanya, tetap ditandatangani dengan alasan atas dasar SK yang menetapkannya sebagai sekretaris dan anggota tim.

"Ada dokumen dan berita acara, baik penilaian harga, penentuan titik lokasi dan pelaksanaan ganti rugi, yang diantarkan terdakwa ke saya, dan setelah saya baca saya tandatangani atas SK yang menetapakan saya sebagai anggota dan sekretaris," ujarnya. Sebagai anggota tim, Syafrial Evi juga mengaku menerima honor dari pelaksanaan pengadaan lahan tersebut.

Untuk pengadaan lahan USB SD Terpadu tersebut, Pemerintah dan DPRD Kota Tanjungpinang telah mengalokasikan dana Rp5 miliar di APBD 2009. Namun dalam pengalokasian, Pemko Tanjungpinang menetapkan secara gelondongan di APBD, dan rencananya diperuntukan untuk membiayai pembebasan 5 titik lahan.

Pada kenyataannya, untuk pengadaan lahan USB SD Terpadu di Jalan Srikaton Km 12 Tanjungpinang saja, dari 1,5 hektare yang diminta dinas pendidikan menjadi 3,5 hektare yang diadakan, telah menyedot anggaran sebesar Rp2,9 miliar. Dalam kasus ini, penyidik Polres Tanjungpinang menetapkan 4 tersangka, masing-masing Dedi Candra sebagai Kabag Tata Pemerintahan Kota Tanjungpinang, Gustian Bayu, dan dua tersangka lainnya yakni mantan Kepala BPN Tanjungpnang Yusrizal dan mantan Camat Tanjungpinang Timur.

Pernyataan Syafrial Evi soal keterlibatan Suryatati, tidak berdiri sendiri dalam kasus ini. Suaryatati juga sudah dua kali dipanggil penyidik Satreskrim Polres Tanjungpinang gunai dimintai keterangannya sebagai mantan Wali Kota Tanjungpinang.

"Yang bersangkutan kita panggil dan tadi sudah diperiksa sebagai saksi, dalam kapasitasnya sebagai mantan Wali Kota Tanjungpinang, yang memberikan SK PPTK pada tersangka Deddy Candra dalam proyek pengadaan lahan USB-SD itu," kata AKP Memo Ardian, awal Oktober 2013 silam, saat dirinya menjabat Kasat Reskrim Polres Tanjungpinang.

Memo juga mengatakan, pemanggilan dan pemeriksaan Suryatati merupakan yang kedua kali dilakukan Polres Tanjungpinang, sejak dugaan korupsi Rp1,8 miliar itu disidik Satreskrim Polres Tanjungpinang. "Ini sudah panggilan yang kali kedua dalam kasus ini dan sebelumnya saat dipanggil, saksi juga sudah datang," ujarnya.

Nama mantan Wali Kota Tanjungpinang, Suryatati A Manan, bukan kali ini saja terseret di pusaran kasus korupsi. Terkait dana pemeliharaan dan renovasi rumah dinasnya saat menjabat sebagai wali kota, tahun 2008-2012, nama Suryatati juga kerap mewarnai pemberitaan media massa. Suryatati bahkan hingga tiga kali menjalani pemeriksaan di Kejati Kepulauan Riau (Kepri) terkait kasus tersebut.

Suryatati menjalani pemeriksaan kali ketiga di Kejati Kepri pada Kamis (11/4/2013) lalu. "Ini merupakan pemanggilan yang ketiga kali, sebagai tindak lanjut pemanggilan yang semalam," kata Happy Cristian SH yang kala itu masih menjabat Kasipenkum Kejati Kepri.

Happy juga mengakui, pelaksanaan penyidikan dalam dugaan korupsi dana pemeliharaan dan renovasi rumah dinas mantan wali kota dan wakil wali kota ini, telah dilakukan dengan perpanjangan surat perintah tugas (Sprintug), khususnya dalam melakukan pendalaman atas dugaan melawan hukum serta kerugian negara. "Mungkin selesai pemeriksaan ini, akan kembali dilakukan ekspos untuk menetapkan siapa tersangka dalam dugaan korupsi ini," ujarnya.

Namun, hingga saat ini Kejati Kepri tidak ada menetapkan tersangka dalam kasus rumah dinas pribadi Suryatati yang disewa menjadi rumah dinasnya selama dirinya menjabat sebagai Wali Kota Tanjungpinang, meski mendapat sorotan dari berbagai pihak dan sudah dinyatakan menemukan unsur perbuatan melawan hukum. Kejati Kepri malah memilih menghentikan penyelidikan kasus dugaan korupsi tersebut.

Kejati Kepri beralasan, didasari pada pendapat dua pakar atau ahli tata negara dari Universitas Sumatera Utara (USU), Prof Dr Pendestain Tarigan, dan ahli hukum pidana Prof Dr Alfi Syahrin dari USU, yang menyatakan penganggaran dana pemeliharan dan renovasi rumah dinas wali kota dan wakil wali kota Tanjungpinang 2008-2012, belum ditemukan peristiwa pidana yang mengarah kepada unsur melawan hukum.

"Unsur kerugian dari Pemerintah Kota Tanjungpinang atas pengalokasian dan pencairan dana pemeliharaan rumah dinas/jabatan wali kota dan wakil wali kota tidak ada, karena sudah menjadi kewajiban pemerintah daerah untuk menyediakan dan membiayai rumah jabatan kepala daerah dan wakil kepala derah di APBD. Demikian juga unsur melawan hukumnya, juga tidak terpenuhi," kata Elvis Jhony SH, Juni 2013 lalu, saat dirinya menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Kepri.

Pelaksanaan penyelidikan yang dilakukan selama kurang lebih enam bulan, tambah Elvis, hakekatnya merupakan proses hukum dalam mencari peristiwa pidana. Dan dengan adanya keterangan dua pakar yang mengatakan belum ditemukannya unsur pidana, maka tim penyidik Kejati Kepri berkesimpulan kalau dalam kasus itu belum ditemukan peristiwa pidana, sehingga proses penyelidikannya ditutup.

Editor: Redaksi