Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPD Siapkan Draf Revisi UU MD3 Jika Tak Dilibatkan DPR dalam Pembahasan
Oleh : Surya
Kamis | 27-11-2014 | 10:27 WIB

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Anggota DPD RI dari Provinsi Jawa Tengah, Bambang Sadono, menegaskan, jika tidak dilibatkan dalam revisi UU MD3 (MPR, DPR, DPD, dan DPRD) yang dibahas oleh Baleg DPR RI, maka DPD RI akan menyiapkan draft RUU tersendiri.

Menurutnya, rekomendasi dari DPR periode 1999-2003 menyebutkan bahwa RUU DPD memang akan terpisah atau dipecah dari DPR. Menuruntya, terobosan itu merupakan solusi yang baik dari pada terus konflik dengan DPR.

"Rekomendasi DPR periode 1999-2003 sudah menyetujui DPD RI dengan RUU sendiri. Langkah itu akan diambil setelah DPD RI gagal melakukan komunikasi dengan DPR RI," ujarnya. Ia juga mengatakan, tidak mungkin DPD akan protes terus, demo atau aksi jalanan, namun harus menggunakan langkah yang cerdas.

Hal tersebut dia kemukakan dalam acara Dialog Kenegaraan bertema Revisi UU MD3 untuk Siapa?, bersama pengamat politik dari UIN Makassar Firdaus Muhammad, dosen Universitas Atmajaya Hestu Cipto Hudoyo serta anggota DPD dari Aceh Fahrul Rozi di Gedung DPD RI Jakarta, Rabu (26/11/2014).

Sementara itu, Fahrul Rozi mengatakan, bahwa revisi UU MD3 harus berdasarkan kepentingan negara, bukan Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH). "Konflik DPR itu seharusnya tidak berimplikasi ke DPD. Padahal, sebelumnya DPD sepakat untuk merevisi UU MD3 karena memang perlu perbaikan-perbaikan," ujarnya.

Sedangkan ‎Benikdiktus mengatakan, jika sampai DPD RI tidak terlibat kata Bendiktus, maka hal itu melecehkan putusan MK. Padahal, konflik DPR RI itu tak sepatutnya di bawa sampai ke dalam pembahasan revisi UU MD3.

"Ini akibat kita menganut sistem presidensial dengan multi partai. Sehingga semua pejabat negara dari parpol. MK, MA, KPK, Kejagung, dan lainnya yang seharusnya diisi oleh profesional, semua diisi oleh politisi. Karena itu, intelektual yang mau menjadi pejabat pemerintah, harus masuk partai dulu," tuturnya.
 
Sementara Mustafa Fakhri menyoroti keterlibatan pemerintah dalam pembuatan perundang-undangan, sehingga kekuasaan yang diberikan kepada Presiden sangat besar. "Amerika Serikat saja tidak terlibat legislasi, tapi Indonesia sejak awal sudah harus terlibat. Karena itu, meski DPR RI sudah memutuskan UU Pilkada langsung, misalnya, Presiden SBY masih bisa mengintervensinya dengan menerbitkan Perppu," ungkapnya.

Menurut Mustafa, kalau KIH protes terhadap UU MD3, seharusnya sejak dibahas di DPR RI. Sebab, kalau hanya walk out, itu sama dengan menyetujui UU MD3 itu secara diam-diam. Demikian juga Presiden Jokowi, yang seharusnya tidak membawa konflik di DPR RI itu Istana Negara.

"Presiden harus menunjukkan sikap kenegarawanannya. Bahwa melarang menteri hadiri raker dengan DPR RI itu kesalahan besar, karena pemerintah dan DPR saling membutuhkan dalam menjalankan tupoksinya: legislasi, budget, dan pengawasan. Larangan Presiden itu bahaya bagi demokrasi," pungkasnya‎.

Editor: Surya