Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Ada Menteri Dapat Noktah Merah dari KPK

DPR Pertanyakan Integritas Kabinet Kerja Presiden Jokowi
Oleh : Surya
Rabu | 05-11-2014 | 08:45 WIB

BATAMTODAY.COM, Jakarta-Anggota DPR dari Fraksi Hanura Syarifuddin Sudding mengatakan sungguh tidak elegan apabila Presiden Joko Widodo (Jokowi) tetap menaikkan menteri yang sudah distabilo merah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).


"Memang sungguh tidak elegan, ketika ada figur yang diberi tanda merah tetapi masih dinaikan oleh Jokowi sebagai menteri," katanya pada diskusi 'Noktah Merah Kabinet Jokowi' di Pressroom DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (4/11/2014).

Sudding melanjutkan, upaya Jokowi dan KPK menutup-nutupi nama menterinya yang distabilo merah justru memunculkan spekulasi di tengah publik terkait rekam jejak beberapa menteri yang sudah diketahui publik memiliki catatan tidak baik sebelumnya.

Hal tersebut, kata Sudding, sesungguhnya bisa menyandera pemerintahan Jokowi sendiri akibat persoalan korupsi.

"Bagaimana mungkin lantai yang kotor bisa dibersihkan oleh sapu yang kotor? KPK padahal bisa membuka ke publik dan itu dijamin UU keterbukaan informasi terkait siapa yang diberikan tanda merah," ujarnya.

Padahal menurut Sudding, untuk mencapai cita-cita bernegara tidak terlepas dari penyelenggara negara atau menteri itu sendiri.

Sedangkan Ketua Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Ucok Sky Khadafi menyangsikan kabinet kerja Jokowi-JK bisa terbebas dari kasus korupsi.

"Meskipun seleksi menteri melibatkan KPK dan PPATK, namun tidak ada jaminan bahwa kabinet kerja Jokowi terbebas dari praktek korupsi," kata Ucok Sky Khadafi.

Sementara Sekretaris Fraksi Golkar DPR Bambang Soesatyo meminta KPK segera mengumumkan nama calon menteri yang mendapatkan nilai merah atau kuning tetapi tetap diangkat menjadi anggota Kabinet Kerja Jokowi.

Menurut Bambang, partainya tidak menyalahkan langkah Presiden Jokowi meminta KPK dan PPATK menelusuri rekam jejak para tokoh yang akan diangkat menjadi menteri.

"Dengan adanya dugaan calon yang mendapat nilai merah dan kuning tetap masuk pemerintahan, maka KPK harus mengumumkan nama-nama tersebut jika sudah memiliki bukti yang kuat," kata politisi partai Golkar ini.

Sebaliknya pengamat Politik yang juga pendiri Global Future Institute, Hendrajit, menyebut langkah Presiden Joko Widodo melibatkan KPK dan PPATK sebagai kekeliruan.

Pasalnya, sejak awal Jokowi sudah menyampaikan ke publik semangat dalam menjalankan pemerintahannya sesuai ajaran Trisakti-nya Bung Karno. Semangat ini pula yang kemudian dijalankan dalam menyeleksi susunan kabinetnya.

Presiden kemudian menekankan susunan kabinetnya terdiri dari dua kategori, yakni profesional murni dan profesional partai politik. Semangat Trisakti dan kategorisasi susunan kabinet inilah yang menurut Hendrajit keliru.

"Presiden Jokowi sudah melakukan langkah keliru, harusnya ada tiga kriteria secara umum yang ditekankan dalam seleksinya kalau merujuk ajaran Trisakti," tegas Hendrajit.

Calon menteri harus mempunyai integritas pribadi dan mempunyai hati nurani dalam memimpin kementeriannya. Kemudian mempunyai keahlian khusus dibidangnya serta menguasai lingkup strategis kementeriannya.

"Jokowi kalau konsisten ambil tiga kriteria itu," jelasnya.

Seperti diketahui, sehari sebelumnya beberapa tokoh dan kelompok masyarakat meminta KPK bersikap transparan mengenai label merah dan kuning calon menteri Jokowi-JK. Mereka menyodorkan nama-nama calon menteri yang diduga mendapatkan catatan merah.

Sementara anggota DPR F-PDIP Effendi Simbolon mengkritisi beberapa tokoh profesional kabinet Jokowi tidak sejalan dengan ideologi PDI Perjuangan yang pro rakyat. Ia menunjuk 3 menteri, Menko Perekonomian Sofyan Djalil, Menteri BUMN Rini Soemarno dan Menteri ESDM Sudirman Said.

"Sofyan Djalil, Sudirman Said, dan Rini Soemarno ini gak jelas. Ngapain mereka yang enggak sejalan dengan ideologi PDIP ditempatkan pada sektor vital seperti itu," kata Effendi.

Ketiga menteri itu menurutnya lebih berbau neoliberal dibandingkan pro rakyat.

"Untuk mencapai cita-cita bernegara tidak terlepas dari penyelenggara atau menteri. Memang pembantu presiden diharapkan adalah orang-orang yang betul-betul kredibel dan harus bersih kolusi, korupsi dan nepotisme," pungkasnya.

Editor : Surya