Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Perusahaan Subkon Langgar Hak Buruh, Penyedia Kerja Didesak Beri Sanksi Tegas
Oleh : Gokli
Senin | 27-10-2014 | 12:28 WIB
demo sbsi.jpg Honda-Batam
Demo SBSI di salah satu perusahaan kawasan Tanjunguncang.

BATAMTODAY.COM, Batam - Puluhan buruh anggota Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) PK F-Lomenik Batam melakukan aksi unjuk rasa di tiga perusahaan galangan kapal Tanjunguncang. Mereka mendesak perusahan penyedia kerja agar memberi sanksi tegas terhadap perusahaan subkontrak (outsourcing) yang telah melanggar hak-hak normatif buruh, Senin (27/10/2014) siang.

Aksi unjuk rasa puluhan buruh itu berlangsung sejak pukul 08.00 WIB di depan perusahaan PT Wasco Tanjunguncang. Massa buruh mendesak perusahaan tersebut agar memberikan sanksi terhadap PT Mega Sinergy Powerindo (MSP) selaku pihak subkontrak yang terlah melanggar hak-hak normatif buruh.

Usai menyuarakan aspirasi dan tuntuntan, massa buruh kembali melakukan aksi yang sama di PT Batamec, dan PT Graha Trisakti Industri (GTI). Sementara rencana aksi di PT Nanindah Mutiara Shipyard batal dilakukan lantaran satu manajemen dengan PT GTI yang telah terlebih dahulu menerima aspirasi buruh.

Ketua DPC SBSI PK F-Lomenik Batam, Masmur Siahaan, menyampaikan hak-hak normatif buruh kerap diabaikan atau dilanggar perusahaan subkontrak. Sementara, perusahaan penyedia kerja dalam hal ini perusahaan penyedia kerja tak mampu memberikan tindakan atau sanksi tegas.

Menurutnya, perusahaan penyedia jasa kerja mempunyai kewenangan untuk memberikan saksi itu. Hanya saja, belum pernah dilakukan, khusus untuk PT MSP yang telah memberhentikan sebanyak 15 buruh tanpa alasan yang jelas.

"Selain meminta dipekerjakan kembali, kami juga mendesak agar penyedia jasa kerja berani memberikan sanksi tegas kepada perusahaan subkontrak. Hal ini demi menjaka iklim investasi yang nyaman di Kota Batam," kata dia, usai melakukan orasi di PT GTI Tanjunguncang.

Menurut Masmur, ketidakberanian perusahaan penyedia kerja memberikan saksi kepada perusahaan subkontrak, membuat buruh curiga ada permufakatan jahat diantara kedua perusahaan itu. Kendati belum bisa dibuktikan, tapi kenyataan yang terjadi buruh seakan-akan dijadikan budak oleh perusahaan.

"Kan, sangat tak masuk di akal perusahaan penyedia kerja yang jelas-jelas mempunyai power tak mampu memberikan sanksi kepada perusahaan subkontrak. Apa sebenarnya yang terjadi, dugaan kami manajemen dua perusahaan itu orang sama. Sehingga buruh dijadikan seperti budak," papar dia.

Sementara itu, manajemen PT GTI yang menemui buruh, Riki disebut sebagai HRD, menyampaikan pihaknya tetap memantau permasalahan yang terjadi di antara buruh dengan PT MSP. Bahkan, lanjutnya, jika hak-hak normatif yang dilanggar hal tersebut menjadi tanggungjawab sepenuhnya PT MSP.

"Saya sudah sampaikan langsung kepada pimpinan manajemen PT MSP, supaya tidak terjadi pelanggaran hak-hak buruh. Saya sudah tekankan supaya mengacu pada Pasal 66 Undang-Undang Ketenagakerjaan," jelasnya kepada massa buruh.

Usai mendengar penjelasan pihak manajemen PT GTI, buruh akhirnya membubarkan diri. Disebut mereka kembali ke Sekretariat PK F-Lomenik Batam di Kawasan Mitra Mall Batuaji.

Editor: Dodo