Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

The President Center Berharap Jokowi Tak Hanya Berpegang pada Trisakti dalam Susun Kabinet
Oleh : Surya
Sabtu | 25-10-2014 | 16:19 WIB

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Direktur Eksekutif The President Center, Didied Mahaswara, mengingatkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar dalam menyeleksi calon menteri kabinetnya, tidak hanya menerapkan 'Trisakti' (berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, berkepribadian dalam budaya) saja tetapi dilengkapi menjadi 'Catur Sakti' yaitu ditambah 'berkesadaran dalam hukum'.


"Penerapan Trisakti ada kelemahannya yaitu ketika dipakai sebagai nama kabinet oleh Jokowi, khususnya dalam memilih pejabat negara, Menteri Kabinet berakibat para calon menteri usulan Parpol yang memiliki rekam jejak melanggar hukum, pernah nelakukan tindak pidana/kriminal dan tersangkut korupsi, bisa lolos dan melenggang tanpa intropeksi diri," ungkap Didied dalam pernyataannya di Jakarta,  Sabtu (25/10/2014).

Sehingga, lanjut dia, ketika kabinet dituntut harus bersih dan dikoreksi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maka para calon menteri yang pernah melanggar Hukum dan terindikasi Korupsi, tidak bisa terpilih dalam Kabinet.

"Untuk itu Trisakti perlu dilengkapi dan diubah menjadi CATUR SAKTI yang keempat adalah Berkesadaran Dalam Hukum," jelasnya.

Dengan demikian, tegas Didied, bagi para Calon Menteri dan pejabat yang ingin dicalonkan atau mencalonkan sebagai pejabat pernah melakukan tindakan tercela dan melanggar Hukum harus sadar diri tidak mencalonkan dan bila dicalonkan sebaiknya menolak supaya tidak merepotkan Presiden ketika  memilih Kabinetnya.

"Karena akan berakibat fatal dalam beberapa hari Pemerintahan vakum tanpa Kabinet, hal ini tidak boleh terulang lagi pada saat penentuan Kabinet di tahun 2019," tandasnya.

Tak Boleh Vakum
Didied Mahaswara juga menyarankan, apabila Kabinetnya belum siap terbentuk mestinya Jokowi bisa menerbitkan Keppres atau Perppu agar Kabinet yang lama tetap menjalani tugas sampai terbentuknya Kabinet yang baru.

Sebab, jelas dia, semenjak Pemerintahan SBY berakhir maka secara otomatis Kabinetnya juga tidak bisa menjalankan tugas di Pemerintahan karena Menteri diangkat dan bertanggung jawab kepada Presiden yang memilihnya.

"Walaupun belum dilakukan sertijab (serah terima jabatan) dengan Kabinet yang baru, setelah itu baru dilakukan sertijab sehingga tidak memalukan seperti sekarang ini, khususnya bila dipandang dan dicermati oleh para Pemimpin Negara lain," tegas Direktur Eksekutif The President Center.

Karena, ungkap Didied, kontroversi dengan hingar-bingarnya masyarakat yang menyambut Presiden baru yang akhirnya dianggap Hebat tetapi bisa dianggap  seolah-olah sepertinya sudah dianggap mumpuni dan cepat bekerja ternyata terkesan lamban.

"Atau bila penerbitan Keppres atau Perppu agar kabinet SBY tetap berjalan Jokowi merasa keberatan bisa diangkat dulu Mendagri, Menlu dan Menhan yang lainnya menyusul, sehingga Kabinet Indonesia Hebat tidak kosong dan bisa berjalan. Jokowi bisa menunjuk Menlunya untuk datang mewakilinya ketika diundang diacara penting oleh  Pemimpin Negara lain," tuturnya.

Beri Buku Jokowi
Menurut Didied, The President Center pernah memberikan Buku Panduan tentang ETIKA PRESIDEN kepada Jokowi baik melalui KPU maupun di Kediamannya di Solo.

"Seyogyanya buku tersebut dicermati karena di dalamnya terdapat pedoman betapa pentingnya Inter Personal Skill yaitu ketika seorang telah menjadi pemimpin atau Presiden harus diatur bicaranya, kelakuannya, pakaiannya, gerak geriknya agar lebih berwibawa," paparnya.

Ia pun mencontohkan Bung Karno, Evita Peron dan berbagai pemimpin di Negara lain, begitu terpilih menjadi Presiden maka segera mengubah penampilan, kostum, gaya dan cara berbicara.

"Tapi kita lihat Presiden Jokowi terkesan selengekan, copot jas, maluntung baju di atas  Kereta Kuda, padahal dilihat ke pelosok penjuru Dunia," bebernya.

Selain itu, sambung dia, janji dan bicaranya yang juga selalu berubah-ubah dan tidak sinkron dengan Wapresnya.

"Memindah-midah mikrofon tanpa meminta protokoler dan banyak terkesan lucu-lucuan dan sebagainya ini kan harus diubah. Karena akan  menjadi tidak terhormat," kritik Didied secara positif dan bersifat membangun.

"Seorang artis seperti Jupe misalnya, bila terpilih jadi Bupati kemudian memakai kostum yang seronok maka ketika berpidato orang tidak mendengarkan dan menyimak bicaranya tapi malah melihat dadanya. Ini kan nggak benar, karena  sekali lagi menyangkut Inter Personal Skill yaitu mengubah cara penampilan, gaya  dan cara  bicara sangat penting supaya penampilan dan bicara menjadi tertata dengan baik," tuturnya.

Editor : Surya