Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Bisnis Ilegal Pemecah Persatuan
Oleh : Saibansah Dardani
Kamis | 25-09-2014 | 09:38 WIB

Panglima tertinggi bagi seluruh prajurit di Republik Indonesia adalah hukum. Begitu pula bagi segenap anggota Polri. Tak boleh ada yang melanggar hukum. Siapa pun itu!

ATAS nama penegakan hukum, tidak boleh melanggar hukum. Doktrin itu sudah pasti sangat dipahami oleh seluruh penegak hukum di republik ini. Termasuk, dalam hal penegakan hukum melawan jaringan mafia bisnis ilegal di perbatasan. 

Bisnis ilegal, apa pun itu komoditinya, pasti akan merugikan bangsa dan negara. Apalagi bisnis mencuri uang subsidi pemerintah untuk rakyatnya. Korban sesungguhnya dari semua jaringan bisnis illegal itu adalah rakyat. Maka, jangan salahkan rakyat, jika mereka marah dengan berbagi cara eskpresi kemarahannya. 

Ternyata, bisnis ilegal itu tidak hanya merugikan rakyat saja. Dampak buruk lainnya adalah, merusak persatuan. Dua kesatuan yang sama-sama dibiayai dari uang rakyat, bisa bentrok dan saling melukai. Melukai fisik dan hati. Tidak hanya itu, gara-gara bisnis ilegal itu juga bisa membuat para jenderal berbintang, saling melempar statement pedas. Sungguh, satu kondisi yang memilukan dan memalukan, yang membuat rakyt semakin miris. Lagi-lagi, rakyat yang menjadi korban. 

Rasanya, uang keringat rakyat yang mereka bayarkan kepada negara, menjadi sia-sia. Untuk apa repot-repot membayar pajak, jika uangnya dipakai untuk saling bentrok dengan sesama anak bangsa sendiri. Semua satuan memiliki tugas pokok dan fungsi masing-masing. Tentara, bertugas menjaga kedaulatan bangsa dan negara. Polisi, melakukan penegakan hukum, menjaga ketertiban umum dan keamanan masyarakat. Dua-duanya memiliki tugas yang sama, menjaga rakyat Indonesia. Untuk itulah, rakyat membiayai hidup dan kehidupan mereka. 

Jika anggota Brimob Polda Kepri menembak 4 tentara prajurit Batalyon Infantri 134 Tuah Sakti, Minggu, 21 September 2014 lalu, siapa yang rugi? Sejatinya, yang rugi adalah rakyat. Semua pihak harus prihatin melihat fakta kejadian ini. Prihatin, karena hari gini masih bentrok karena hal-hal kecil yang seharusnya bisa dihindari. Apakah tidak ada tim intelijen yang bekerja sebelum melakukan operasi. Apakah tidak ada perwira menengah yang saling kontak antar satuan? Apakah komandan kedua satuan tidak pernah duduk bersama? Dan sebagainya. 

Intinya, tak ada alasan yang membenarkan kejadian memalukan ini terulang kembali. Apalagi, serangan balasan. Ingat, musuh prajurit di perbatasan bukanlah bangsa sendiri, tapi semua potensi ancaman dari negara luar. Begitu juga Brimob yang bertugas di perbatasan, musuh mereka bukan tentara republik ini, tapi seluruh jaringan mafia yang menyengsarakan rakyat. Jaringan mafia penyelundup solar bersubsidi untuk rakyat. Jaringan mafia perdagangan narkoba antar negara. Jaringan mafia perdagangan manusia lintas batas. Jaringan mafia perdagangan senjata di batas-batas negara. Termasuk, jaringan kelompok radikal kiri dan kanan yang mengancam keamanan masyarakat. 

Maka, langkah yang ditempuh oleh Panglima TNI Jenderal Moeldoko dan Kapolri Jenderal Sutarman, sudah tepat. Membentuk tim investigasi bersama. Sama-sama tidak melibatkan pejabat lokal di dalam tim, agar semuanya bisa obyektif dan transparan. 

Sehingga, dua persoalan inti dari kasus kontra produktif bagi iklim investasi di Pulau Batam ini bisa segera tuntas. Kedua persoalan inti itu adalah, kejadian penembakan oleh anggota Brimob yang mengenai 4 orang prajurit Batalyon Infanter 134 Tuah Sakti. Dan persoalan kedua adalah akar persoalan dari kejadian memalukan tersebut. Yaitu, dugaan keterlibatan oknum Batalyon dalam bisnis ilegal pencurian uang subsidi rakyat pada komoditi solar. 

Kedua persoalan itu harus tuntas diinvestigasi oleh para jenderal yang terlibat dalam tim. Jangan sampai ada yang ditutup-tutupi. Bukan di situasi seperti ini tempatnya jiwa korsa. Jenderal dari Mabes TNI tak boleh menutupi keterlibatan oknum prajuritnya yang terlibat dalam bisnis ilegal solar. Begitu pula jenderal dari Mabes Polri, jangan sekali-kali melindungi anggotanya yang melanggar prosedur tetap dalam melepaskan setiap pelor. Ingat, semua pelor yang melesat dari senjata laras panjang mereka itu, dibeli dari uang rakyat. Rakyat berhak tahu, untuk apa pelor yang mereka beli dari uang pajak itu. 

Terlepas dari semua itu, inti dari semua persoalan yang seringkali terulang dan terulang lagi ini, harus diselaikan tuntas. Presiden Jokowi yang dari sipil, murni dipilih rakyat, harus bisa segera melakukan revolusi mental semua prajurit di republik ini. Segera merevolusi mental semua Brimob dan seluruh anggota polisi. Semuanya harus bergerak menuju titik yang lebih baik dan lebih baik lagi. Profesionalisme mereka lebih baik. Kesejahteraan mereka juga harus lebih baik. Dan lebih cepat, lebih baik. Suai? *

Saibansah Dardani, Redaktur Senior BATAMTODAY.COM dan Sekretaris PWI Kepri