Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Datangi Gedung DPR

Rektor Muhammadiyah Sumsel Dukung Pilkada Dipilih DPRD
Oleh : Surya
Selasa | 23-09-2014 | 14:54 WIB
hm-idris.jpg Honda-Batam
Rektor Universitas Muhammadiyah Palembang Dr HM Idris, SE, MSI

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Rektor Universitas Muhammadiyah Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel) Dr HM. Idris, SE, M.Si menegaskan dukungannya agar pemilihan kepala daerah (Pilkada), baik Gubernur, Bupati dan Wali Kota dipilih oleh DPRD.



Pilkada langsung selama ini lebih banyak madharat-buruk-nya dan dianggap tidak mendidik rakyat.  Ia mendesak DPR dan pemerintah segera mengesahkan  RUU Pilkada itu menjadi UU dengan menyerahkan prioses pemilihannya dilakukan di DPRD. 

"Saya kira polemik RUU Pilkada ini harus dikembalikan pada UU atau konstitusi, di mana Pilkada itu dipilih secara demokratis. Memang bisa dipilih oleh DPRD, dan juga bisa langsung oleh rakyat. Tapi, faktanya dengan Pilkada langsung selama ini justru melahirkan pemimpin yang tidak diharapkan rakyat, karena sibuk ngurusi diri-sendiri dan mengabaikan rakyat dan daerahnya. Lebih tragis lagi dari 534 kepala daerah, sebanyak 372 tersangkut korupsi," kata Idris di Jakarta,  Selasa (23/9/2014).

Idris mendatangi gedung DPR didampingi Dr. H. Rahidin H. Anang, MS dan Dr. Yudhistira, SH, MH (tim perumus seminar RUU Pilkada)  untuk menyampaikan masukan soal RUU Pilkada ke DPR.

Mereka diterima Ketua Panja RUU Pilkada Abdul Hakam Naja di ruang Komisi II DPR RI. Idris dkk menyampaikan dukungannya pilkada  DPRD dan mendesak DPR dan pemerintah mengesahkan RUU Pilkada oleh DPRD tersebut.
 
Selain itu kata Idris, hampir 94 % terjadi ketidakharmonisan atau pecah kongsi kepala daerah dengan wakilnya terutama di akhir masa jabatannya, ketika mereka bersaing untuk maju sebagai calon kepala daerah berikutnya. Bahkan dengan Pilkada langsung itu, lebih dari 70 rakyat meninggal akibat konflik horisontal.

"Jadi, pilkada langsung ini sudah jelas membawa madharat daripada manfaatnya untuk rakyat." katanya.

Maraknya money politik (politik uang) dalam pilkada langsung dan politik transaksiional, kata Idris, terbukti tidak mendidik rakyat. Akibatnya rakyat tak lagi melihat siapa yang layak dan mampu menjadi pemimpin daerah. Yang berkuasa dinilai orang-orang yang memiliki uang, sehingga menumbuhkan oligarki dan dinasti politik di daerah.

"Harusnya rakyat menjadi kontrol terhadap politik uang. tapi yang terjadi sebaliknya," kata Idris menyesalkan.
 
Karena itu, Universitas Muhammadiyah Palembang mendesak DPR RI untuk mengembalikan Pilkada itu ke DPRD agar lebih efektif, efisien, dan lebih mudah mengontrol keterpilihan kepala daerah tersebut.

"Kalau pun khawatir masih terjadi politik uang, hal itu lebih mudah dikontrol, lebih murah, tak ada konflik horisontal," tutur Idris.
 
Idris meyakinkan bahwa pilkada langsung prosesnya sangat rumit, panjang, dan sarat politik uang yang melibatkan rakyat dan penyelenggara pemilu.

“Politik uang itu sudah terjadi ketika di TPS, PPS, PPK, KPUD, dan bahkan ketika terjadi gugatan ke MK (Mahkamah Konstitusi) dan nanti ke MA (Mahkamah Agung). Untuk itu, kami minta Pilkada dikembalikan ke DPRD. Apalagi Pilkada itu tidak masuk rezim pemilu," tegasnya.

Editor : Surya