Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPD Tolak Pilkada di DPRD, Dukung Pilkada Langsung
Oleh : Surya
Kamis | 11-09-2014 | 08:35 WIB
La-Ode-Ida-Wakil-Ketua-DPD-RI.jpg Honda-Batam
Wakil Ketua DPD RI, Laode Ida.

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Laode Ida mengatakan secara institusi, DPD mendukung pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung.


"Terkait Pilkada, sikap DPD sudah final, yakni kepala daerah dipilih langsung  rakyat, bukan DPRD. Kalau ada yang tidak sama, itu pernyataan pribadi," kata Laode Ida, dalam Dialog Kenegaraan 'Pilkada Langsung versus Tidak Langsung', di gedung DPD, Jakarta,  , Rabu (10/9/2014).

Menurut senator dari Sulawesi Tenggara itu, Pilkada oleh rakyat hendaknya dipahami sebagai agenda demokrasi terkonsolidasi. "Kalau ada riak-riak, itu bagian dari yang harus diperbaiki," ujarnya.

Jika Pilkada oleh DPRD benar-benar terjadi, Laode Ida menilainya sebagai kegagalan di akhir masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Ini berarti SBY gagal mengelola demokrasi dan indikasi pemerintahan berkuasa sekarang mencurigai hak-hak rakyat dalam menentukan kepala daerahnya sendiri," tegasnya.

Laode Ida menduga keinginan agar pilkada dilakukan oleh DPRD terkait dengan hasil pilpres yang dimenangkan oleh pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Sedangkan pengamat hukum tata negara Refly Harun menilai alasan beberapa fraksi di DPR RI untuk mengubah Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) tidak logis.

Menurut dia, ada empat hal yang biasanya dijadikan argumen untuk mengubah mekanisme pilkada agar kembali ke DPRD.

"Empat hal itu seperti, biaya, konflik horizontal antarpendukung, money politics (politik uang) dan politisasi birokrasi," kata Refly.

Mengenai biaya, lanjut Refly, biaya paling besar ada di honor penyelenggaraan pemilu. Hal ini dapat dikurangi jika pilkada dilakukan secara serentak.

"Soal konflik horizontal, saya tidak yakin konflik itu permanen, saya anggap itu elite saja sebenarnya," ujarnya.

Soal politik uang, kata dia, politik uang tidak akan pernah hilang selama tidak ada penegakan hukum yang tegas.

Begitu juga dengan politisasi birokrasi, jelas Refly, tidak ada penegakan hukum yang tegas terhadap penyelenggara negara jika ada pelanggaran pemilu.

"Sekarang orang tidak khawatir akan itu (melanggar), paling disemprit saja sama Bawaslu," tandasnya.

Sementara Ketua Fraksi MPR RI dari Gerindra Martin Hutabarat menilai meknisme pemilihan kepala daerah secara langsung selama ini justru merusak marwah demokrasi

Martin Hutabarat menilai bahwa sistem pemilihan langsung yang dikatakan sebagai cerminan demokrasi, justru menumbuh suburkan tindak pidana korupsi. Sedangkan, korupsi merupakan perusak demokrasi yang ujungnya akan berdampak pada rusaknya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Contohnya, sebanyak 332 kepala daerah yang tersangkut masalah korupsi berasal dari mekanisme pemilihan yang dilakukan secara langsung. 

"Dari 557 kepala daerah tidak sampai 20% yang berasal dari sistem pemilihan langsung yang diagung-agungkan itu, sebesarnya 332 kepala daerah ditangkap KPK. Karena biaya politik yang tinggi," kata Martin.

Martin Hutabarat yang juga anggota komisi III DPR RI ini menilai dari aspek demokrasi pemilihan langsung dapat meningkatkan tindak pidana korupsi, dan dapat merusak cita-cita reformasi. 

Seperti diketahui, DPR RI tengah membahas RUU Pilkada. Alasannya, pilkada secara langsung dinilai banyak membawa kerugian secara sosial, tensi politik yang tinggi antar pendukung, dan memakan ongkos politik yang besar, sehingga muncul wacana untuk memilih kepala daerah kembali di DPRD.

Fraksi-fraksi di DPR RI yang berencana mengubah mekanisme pemilihan kepala daerah adalah Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi PAN, dan Fraksi PPP.

Atas rencana itu Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) akan mengunji RUU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi jika pemerintah dan DPR tetap mengesahkannya pada September ini. Mantan Sekjen PAN Faisal Basri juga akan langsung menguji materi ke MK jika DPR mengesahkan RUU Pilkada menjadi UU Pilkada yang mengembalikan pilkada ke DPRD.


Editor : Surya