Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sidang Korupsi Pengadaan Lahan Sekolah di Tanjungpinan

Kuasa Hukum Dedi Candra Sebut Dakwaan JPU Tak Penuhi Syarat Formal dan Kabur
Oleh : Charles Sitompul
Jum'at | 05-09-2014 | 09:34 WIB
Jefrianto-Simanjuntak2.jpg Honda-Batam
Jefri Simanjuntak SH, kuasa hukum terdakwa Dedi Candra. (Foto: dok/BATAMTODAY.COM).

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Kuasa hukum terdakwa Dedi Candra, Jefri Simanjuntak SH, menyatakan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjungpinang kabur dan tidak memenuhi syarat materil dan formal sebagaimana yang diamanatkan pasal 143 ayat (2) dan (3) serta ayat (4) KUHAP.

"Dakwaan yang dibuat JPU dan dibacakan di PN Tanjungpinang serta diserahkan kepada klien kami (Dedi Candra, red) tidak memuat nomor dakwaan, dan tanda tangan jaksa penuntut umum," ujar Jefry SH kepada wartawan di Tanjungpinang, Kamis (4/9/2014).

Selain itu, surat dakwaan JPU terhadap kliennya tidak memenuhi syarat materil karena tidak ada uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan terhadap terdakwa.


Dalam dakwaan JPU dikatakan, keterlibatan seluruh Tim 9 yang terdiri dari Wan Samsi sebagai Ketua Tim 9, Surya Dianus, Syafrial Evi, Wan Martalena, termasuk terdakwa dan tiga tersangka lainnya secara bersama-sama dalam tindak pidana korupsi pengadaan lahan unit sekolah baru di Tanjungpinang.

"Namun dalam dakwaan JPU tidak menyebutkan jabatan dan peranan masing-masing," ujar Jefri.

Seharusnya, menurut Jefri, dengan adanya kata-kata "secara bersama-sama dalam tindak pidana korupsi", JPU harus menyebutkan secara bersama-sama dengan nama dan jabatan seluruh Tim 9 bersama terdakwa.

Kemudian, dalam dakwaan primer dan subsider, jaksa juga menuduhkan pada terdakwa adanya kerugian Rp1,8 miliar berdasarkan audit BPKP. Yang menjadi pertanyaan, kata Jefri, apa dasar penetapan nilai kerugian tersebut sedangkan lahannya sudah tersedia dan pembayaran dilakukan berdasarkan nilai indeks harga tanah yang ditentukan tim sesuai dengan Kepres No 56/2006 dan Peraturan Kepala BPN Nomor 3/2007.  

"Harusnya penyidik kejaksaan juga melakukan peninjuan ke lokasi ada atau tidak lahannya dan mencari data pembanding atas harga tanah yang dibebaskan," kata Jefry.

Jefri menyatakan, dalam dakwaan subsider dan primer JPU juga tidak menguraikan serta menjelaskan kinerja Tim 9 dan Tim 5, apakah sudah dilaksanakan sesuai dengan Kepres No 56/2006 dan Peraturan Kepala BPN No 13/2007, yang menyatakan, apabila tidak ada penentu harga di daerah, maka pelaksanaan pengadaan lahaan untuk kepentingan pemerintah harus dibentuk tim.

Sementara, imbuhnya, dari rangkaian kegiatan pengadaan lahan yang dilakukan Dedi Candra tidak ada masuk dalam ranah pidana maupun korupsi, karena sudah sesuai dengan Kepres No 56/2006 dan Peraturan Kepala BPN No 13/2007 sebagaimana mekanisme pemerintah dalam pelaksanaan pengadaan dan ganti rugi lahan.

"Seharusnya sebelum BAP Dedi Candra dinyatakan P-21 (lengkap, red) JPU harus turun dan melihat ke lapangan. Karena yang memberikan petunjuk ke penyidik adalah JPU. Jika jaksa mencari data pembanding, klien kami tidak pantas dijadikan sebagai terdakwa dalam kasus ini karena sudah sesuai dengan mekanime yang ditertuang dalam Kepres dan Peraturan Kepala BPN. Dan dengan dilimpahakan dan disidangkanya BAP Dedi Candra ini ke PN, akan menjadi pertaruhaan jabatan JPU," tegasnya.

Selain itu, dalam dakwaan juga disebutkan, jika harga lahan diganti rugi sebesar Rp25 ribu. "Dari mana dasar penyidik menyatakan jika harga tanah di lokasi itu sebesar Rp25 ribu sementara rekomendasi tim jelas-jelas dinyatakan Rp100 ribu dan pelaksanaan ganti rugi Rp85 per meter persegi," katanya.

"Artinya, ganti rugi yang dilaksanakan Pemerintah Kota Tanjungpinang masih tetap di bawah platfom rekomendasi Tim 9, sesuai dengan hasil survei yang dilaksanakan. Dan mengenai lahan yang diganti rugi adalah milik keluarga terdakwa, apakah dalam aturan dan UU hal ini tidak diperbolehkan jika masih di bawah harga platform yang ditentukan tim?," ujar Jefri.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, dalam dakwaannya, JPU menyatakan terdakwa Dedi Candra bersama-sama dengan Gustian Bayu, Yusrizal dan Syafrizal, dituntut dalam BAP berbeda, telah melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara Rp1,8 miliar atas pelaksanaan pengadaan dan ganti rugi lahan sekolah di Km12 Tanjungpinang pada 2009, yang tidak sesuai dengan mekanisme Peraturan Presiden dan Peraturan BPN, dalam hal pelaksanaan ganti rugi lahan.

Atas perbuatanya, terdakwa melanggar pasal 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 KUHP dalam dakwaan primer. Dalam dakwaan subsider, terdakwa juga melanggar pasal 3 jo pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo pasal 55 KUHP. (*)

Editor: Roelan