Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Tim Terpadu Amankan 2.815 Material Bangunan Tanpa SNI di Tanjungpinang
Oleh : Habibi
Rabu | 03-09-2014 | 20:12 WIB
diameter-besi-tulangan.jpg Honda-Batam
Ilustrasi bahan material. (Foto: net)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Tim Terpadu Pengawasan Barang Beredar (TPBB) berhasil mengamankan 2.815 material bangunan yang tidak berstandar nasional Indonesia (SNI) di Tanjungpnang. Material bangunan tanpa SNI itu disita dari toko Samly di Jalan DI Panjaitan Km7 dan salah satu toko bangunan di Jalan Gatot Subroto Km5.

Material bangunan yang disita itu berupa produk baja tulangan beton (BjTB) ukuran 10, 12 dan 25 sebanyak 1. 470 batang asal Singapura, ditemukan di gudang material bahan bangunan Toko Samly. Kemudian produk baja lembaran lapis seng (BjLS) cap "Angsa Classic" dengan rincian bergelombang kaki 6 sebanyak 380 lembar, bergelombang kaki 7 sebanyak 475 lembar, dan gelombang kaki 8 sebanyak 490 lembar dari sebuah toko bangunan di Jalan Gatot Subroto.

Dirjen Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan, Widodo, mengatakan, barang-barang yang dijual itu wajib berlogo SNI. Pasalnya hal tersebut berdasarkan atas pertimbangan kesehatan, keselamatan, keamanan dan lingkungan hidup. "Jadi memang sudah ketentuannya," ujarnya saat konferensi pers di Restoran Nelayan, Tanjungpinang, Rabu (3/9/2014).

Selain tidak ada logo SNI, setelah uji laboratorium, kondisi produk juga tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. "Untuk BjLS ketebalannya seharusnya 0,20 milimeter. Tapi hasil uji hanya menunjukkan ketebalan 0,15 mm. Sedangkan BjTB yang seharusnya beratnya 0,617 kilogram tapi setelah diuji hanya 0,58 kg," terang Widodo.

Dia mengatakan, dengan kondisi barang yang tidak sesuai dengan standarnya dapat membahayakan konsumen. "Kalau digunakan untuk atap, belum tentu seng itu akan tahan hujan dan panas. Jika sobek dan terbawa angin tentu berbahaya jika mengenai orang, akan terluka," jelasnya.

Semenetara itu untuk jenis BjTB, jika tidak sesuai ketentuan, maka bangunan yang dibangun juga tidak akan sekokoh yang seharusnya. "Konsumen tentunya akan dirugikan dalam hal ini, jika terjadi kecelakaan akibat produk yang tidak ber-SNI dan tidak sesuai ketentuan, maka konsumen bisa meminta ganti rugi kepada pelaku usaha yang bersangkutan. Selain ganti rugi, pelaku usaha juga akan dikenai sanksi pidana karena memperjualbelikan produk material bangunan tidak sesuai standar," ujar Widodo.

Untuk sanksi, Widodo mengatakan, kedua produk itu sanksinya sama, yakni maksimal kurungan 5 tahun dan denda Rp2 miliar. Dia mengatakan, hal tersebut telah diatur dalam Undang-Undang  Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

"Pelaku usaha artinya bisa pengecer, distributor, dan produsennya," ujarnya.

Dia mengimbau masyarakat untuk lebih waspada saat membeli. Konsumen hendaknya bijak dan harus dipertanyakan apakah sudah SNI atau tidak. "Jika tidak ada penandaan dan label meerk maupun label SNI, harus dilihat sebagai informasi. Selain itu, harus dilihat apakah ada petunjuk dalam bahasa Indonesia. Jika tidak, jangan dibeli. Pilih produk dalam negeri, itu yang utama," kata Widodo.

Bidik Gudang di Kijang
Selain dua lokasi tersebut, kata Widodo, tim juga mendatangi gudang material di Jalan Barek Motor Kijang. Hanya saja, ternyata gudang tersebut tutup sehingga tim tidak bisa melakukan langkah sesuai SOP.

Kendati demikian, Widodo mengatakan gudang tersebut akan tetap ditindak lanjuti. Pihaknya akan menelusuri hasil temuan lebih lanjut, supaya menjadi alat bukti yang sempurna sehingga penegakkan hukum dapat memenuhi ketentuan dan dapat disidangkan.

"Kita memerlukan bukti yang cukup untuk menduga perusahaan melanggar ketentuan standar. Jika konsumen dirugikan, maka yang bertanggung jawab adalah pelaku usaha. Konsumen bisa minta ganti rugi, jika seminggu belum selesai maka bisa menggugat ataupun mengadukan ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Selain itu bisa mengadu ke Polri atau dinas yang bertanggung jawab di Provinsi Kepri ataupun di kabupaten/kota," ujarnya.

Tim terpadu sebenarnya tidak hanya terfokus pada BjLS ataupun BjTB saja, melainkan ribuan item lainnya. Hanya saja, tetap harus ada prioritas yang diawasi. "Ribuan ini tidak mungkin dilakukan sendiri oleh pemerintah. Masyarakat bisa mengawasi saat membeli dan memperhatikan label. Serta bisa mengadu ke dinas perdagangan," tuturnya.

Tim terpadu ini sendiri terdiri dari perwakilan dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perdagangan, Badan POM, Kementerian Perindustrian, Kementerian ESDM, Mabes TNI AD, Bareskrim Mabes Polri, Badan Intelijen Negara, Bea dan Cukai, Badan Karantina Pertanian, dan Disperindag Provinsi Kepri.

Sementara itu, saat ditemui di gudang, pemilik Toko Samly, Acuang, mengatakan kalau produk BjTB yang bertumpuk di gudangnya merupakan barang lama dan tidak dijual lagi. "Kami tidak jual lagi itu. Itu stok lama," ujarnya kepada wartawan, Rabu (3/9/2014). (*)

Editor: Roelan