Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Whistlesblower Ungkap Vaksin MMR Bisa Tingkatkan Risiko Autisma Hingga 340 Persen
Oleh : Redaksi
Kamis | 28-08-2014 | 13:23 WIB
MMR-Vaccine-autism-blacks.jpg Honda-Batam
Foto ilustrasi/net.

BATAMTODAY.COM - VAKSIN MMR (Mumps Measles Rubella) bisa menyebabkan autisma, demikian informasi terbaru yang ditemukan. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat dituding telah berbohong tentang fakta ini selama bertahun-tahun.

Ternyata, menurut informasi terbaru itu yang dilansir Natural News, CDC disebut telah memalsukan angka-angka dalam studi mengenai vaksin MMR pada tahun 2003. Jika fakta itu dilaporkan dengan jujur, maka akan mengungkapkan bahwa vaksin MMR telah meningkatkan risiko autisma pada bayi laki-laki Afro-Amerika sampai 340 persen!

CDC juga menyusutkan angka-angka pada sampel penelitian tersebut untuk merahasiakan kemungkinan korelasi antara MMR dan autisma, sehingga menerbitkan data palsu yang telah berulang kali digunakan sebagai "bukti" bahwa vaksin tidak menyebabkan autisma.

Yayasan Fokus Autisma (FAF), sebuah kelompok nirlaba yang berkomitmen untuk meningkatkan kesadaran tentang autisma, mengungkapkan berita itu setelah berbicara dengan whistleblower (pengungkap) CDC yang pada awalnya ditulis anonim, akhirnya memberanikan diri untuk menunjukkan identitas dirinya yang ternyata seorang ahli epidemiologi, Dr William Thompson.

Dr Thompson membantu memimpin beberapa penelitian, termasuk dipakai CDC untuk menyembunyikan hubungan antara vaksin dan autisma.

Dalam sebuah wawancara dengan Ketua FAF, Dr Brian Hooker, ayah dari seorang anak dengan autisma terinduki vaksi, Dr Thompson membongkar sejarah penipuan dalam CDC dan mengungkap percobaan Tuskegee, yang melibatkan pejabat pemerintah yang melakukan perawatan pria Afrika-Amerika yang terkena sifilis sebagai bagian dari percobaan medis.

Menurut Dr Thompson, makalah CDC tentang autisma pada 2003, yang diterbitkan dalam jurnal peer-review Pediatrics pada tahun berikutnya, sengaja dikaburkan datanya padahal menunjukkan bahwa MMR secara signifikan meningkatkan risiko anak autisma, terutama bila diberikan sebelum usia tiga tahun. Dan anak laki-laki Afrika-Amerika, katanya, memiliki risiko tertinggi secara keseluruhan.

"Ini adalah titik terendah dalam karir saya, bahwa saya menghilang bersama dengan makalah itu," aku Dr Thompson. "Aku pergi bersama dengan ini, kami tidak melaporkan temuan yang signifikan."

Pengakuan berani Dr Thompson menggoyang dunia kesehatan. Sebenarnya, kata dia, CDC telah terlibat dalam penipuan besar-besaran terhadap rakyat Amerika, dan benar-benar seluruh dunia, dengan mengklaim data-data yang mengabaikan data ilmiah.

Sementara, pakar pencernaan, Dr Andrew Wakefield, yang telah mencoba untuk memberitahu CDC dan pejabat pemerintah lainnya lebih dari satu dekade lalu, akhirnya difitnah dan menerima tuduhan palsu. Tapi saat ia menjelaskan dalam sebuah film baru, para pejabat CDC mendapat tekanan politik yang ingin mengubur semua bukti hubungan antara vaksin dan autisma.

"Lebih dari satu dekade yang lalu, Dr Scott Montgomery dan saya mengajukan hipotesis untuk vaksin MMR dan autisma," jelas Dr Wakefield dalam film tersebut. Usia penerima vaksin mempengaruhi risiko. Ini masuk akal. Untuk beberapa infeksi seperti campak, masa infeksi berubah hasilnya.

"Pada 9 November 2001, hampir 13 tahun yang lalu, para ilmuwan senior CDC tahu bahwa terkspos vaksin MMR pada usia muda ada hubungannya dengan peningkatan risiko autisma," katanya.  (*)

Editor: Roelan