Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pungutan Rp1,5 - 2 Juta untuk Siswa Baru di SDN 006 Batam Kota Dipertanyakan
Oleh : Romi Chandra
Kamis | 14-08-2014 | 15:32 WIB
tolak_pungli_disekolah.jpg Honda-Batam
Foto: ilustrasi/net

BATAMTODAY.COM, Batam - Pungutan pada penerimaan peserta didik baru (PPDB) di SD Negeri 006 Batam Kota, dikeluhkan orang tua siswa. Pungutan sebesar Rp1,5 - 2 juta itu dinilai memberatkan. Apalagi, alasan sebagai uang pembangunan juga dipertanyakan.

Uniknya, menurut penuturan sejumlah orang tua siswa, besarnya pungutan yang harus dibayar itu ditentukan berdasarkan lokasi tempat tinggal siswa. Jika tinggal di komplek Taman Raya, sekitaran sekolah, hanya ditarik Rp1,5 juta, di luar itu Rp2 juta.

"Saya karena berada di dalam komplek (Taman Seraya), dikenakan Rp1,5 juta. Sekitar 40-an calon murid baru dikenakan pungutan. Alasannya untuk pembangunan," kata Ed, salah satu orang tua siswa yang ingin memasukkan anaknya ke sekolah tersebut, kepada wartawan belum lama ini.

"Setahu kami pembangunan di sekolah negeri ini sudah ada dana BOS atau dana lainnya dari pemerintah dan tidak diperbolehkan mengambil pungutan," imbuhnya.

Begitu juga dikatakan Am, orang tua siswa lainnya. Ia menuturkan, pungutan yang tergolong cukup besar tersebut juga harus dibayar dalam waktu singkat. Bahkan, katanya, pungutan itu juga dibebankan kepada para siswa yang diterima melalui PPDB 20 persen di luar PPDB reguler.

"Usia anak saya sekarang masuk 6 tahun 8 bulan, belum genap 7 tahun. Mau masuk harus bayar pungutan dulu Rp2 juta karena tinggal di luar Komplek Taman Raya. Pungutan itu dibicarakan pas hari Sabtu saat PPDB, dan hari Minggunya diwajibkan bayar," jelas Am.

Am menambahkan, saat menyampaikan kepada orang tua, pihak sekolah menyatakan bahwa pungutan itu merupakan kebijakan sekolah dan komite sekolah untuk pembangunan sekolah. "Pungutan untuk pembangunan fasilitas sekolah, seperti toilet, pagar dan lainnya. Itu kesepakatan pihak sekolah," tambah Am.

Dia mengaku nilai pungutan itu tergolong tidak wajar karena tidak semua orang tua berpenghasilan tinggi. Parahnya pembayaran juga tidak bisa dicicil, harus tunai.

Dia dan orang tua lainnya, meski jengkel, tak bisa berbuat banyak. "Kami ingin anak kami sekolah. Ya mau tidak mau pasti dibayar juga," ujar Am.

Sementara itu, pihak sekolah belum bisa memberikan penjelasan. Saat ditemui wartawan, Kamis (14/8/2014) siang, kepala sekolah tidak berada di tempat.

"Kepala sekolah lagi rapat di kantor Disdik. Ponselnya mati, tidak bisa dihubungi," jawab salah seorang guru dan meninggalkan pewarta, sambil menutup pintu ruangan majelis guru di sekolah tersebut. (*)

Editor: Roelan