Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Informasi Audio dan Visual pada Sejumlah Anak Autistik Tak Menyatu
Oleh : Redaksi
Sabtu | 14-06-2014 | 11:08 WIB

BATAMTODAY.COM - ANAK-anak penyandang autistik melihat dunia mirip dengan menonton film dengan audio yang tak sinkron. Penelitian terbaru menunjukkan, anak-anak ini mengalami kesulitan untuk menyusun apa yang mereka lihat dengan apa yang mereka dengar. Gangguan ini ini mungkin yang menyebabkan mereka bermasalah dalam berbicara dan berkomunikasi.

Bagi kebanyakan orang, sinyal tiba di otak dari telinga dan mata dalam rentang waktu 100 sampai 200 milidetik, kemudian disatukan untuk membentuk satu persepsi. Misalnya, mendengar suara dari sebuah kata dan melihat gerakan bibir bersama-sama akan menciptakan persepsi dari kata yang diucapkan.

Pada studi baru yang diterbitkan di Journal of Neuroscience, menunjukkan bahwa pada anak-anak dengan autisma, rentang waktu yang dibutuhkan agar kedua sinyal (audio dan video) itu mengikat, jauh lebih lama. Otak mengintegrasikan peristiwa yang terjadi sampai setengah detik (500 milidetik) secara terpisah, dan harus "dianggap" sebagai peristiwa terpisah (tidak sinkron).

"Anak-anak dengan autisma memiliki kesulitan mengintegrasikan informasi secara simultan dari mata dan telinga mereka," kata peneliti Stephen Camarata, profesor ilmu pendengaran dan wicara di Vanderbilt University di Nashville, Tennesse, AS.

"Mereka seperti menonton film asing yang di-dubbing dengan buruk," imbuh Prof Camarata, seperti dilansir dari Live Science.

Apalagi para peneliti menemukan bahwa rentang waktu yang lebih lebar, kemampuan anak untuk mengikuti gerakan bibir ke wicara yang lemah- merupakan mekanisme penting dalam mempelajari bahasa.

Pada anak-anak dengan autisma, "Sinyal audio dan visual tidak terhubung dengan baik saat mereka belajar kata-kata," papar Camarata, yang mempelajari kemampuan berbahasa dan komunikasi anak-anak autistik.

"Sebagai contoh, ketika saya menunjuk ke cangkir di meja saya dan berkata 'cangkir', kata itu akan terikat pada citra cangkir. Tetapi pada anak dengan autisma, mereka mungkin melihat sesuatu yang lain. Bisa jadi kata cangkir itu sebagai topi yang yang mereka lihat," jelas Camarata.

Studi baru ini meneliti 32 anak normal dan 32 anak-anak dengan high-function autistik yang berusia 6 - 18 tahun. Peneliti menggunakan pendengaran dan visual stimuli yang sederhana, seperti tampilan berkedip dan suara "beep" yang dimainkan di komputer, dan juga rangsangan lingkungan yang lebih kompleks, seperti mengucapkan kata-kata dengan palu memukul paku.

Para ilmuwan meminta para peserta untuk mengatakan apakah peristiwa yang dilihat dan didengar itu terjadi pada waktu yang sama.

Dalam satu set percobaan, para peneliti menggunakan ilusi berkedip yang bersuara beserta suaranya. Kebanyakan tertipu karena saat mendengar dua kali "beep" mereka berpikir melihat dua kedipan meskipun hanya satu kedipan yang muncul di layar.

Agar ilusi ini tepat sasaran, bunyi beep harus terjadi hampir bersamaan dengan kedipan di layar, dalam rentang 200 milidetik. Jika bunyi "beep" dan kedipan terpaut jauh, peristiwa pendengaran dan visual tetap dipisahkan dalam pikiran.

"Namun bagi anak penyandang autistik, jika kedipan dan bunyi 'beep' selisih setengah detik sekalipun, mereka mungkin akan mengatakan ada dua kedipan," kata Camarata.

Selanjutnya, para peneliti menggunakan ilusi lain yang terkenal yang disebut efek McGurk. Dalam ilusi audiovisual ini, bila komponen visual satu suara ditambah dengan komponen pendengaran suara lain, orang-orang akan menyatukan sinyal ini sama dan merasakan suara ketiga.

Sebagai contoh, ketika seorang aktor mengatakan "ga-ga," tapi seorang dubber mengatakan "ba-ba," akan dilaporkan sebagai terdengar "da-da".

Dalam studi baru, anak-anak dengan autisma kurang suka untuk menyatukan informasi bersama-sama dan melaporkan suara ketiga dibandingkan anak-anak normal. Selain itu, rendahnya ketajaman mereka di tugas pertama (kedipan dan beep) menunjukkan rendahnya kemampuan mereka untuk menggabungkan informasi auditori dan visual dalam ilusi kedua.

Membangunan Blok Bahasa
Wawasan dari hasil penelitian tersebut dapat membantu meningkatkan terapi untuk anak autistik yang memiliki kesulitan komunikasi, kata para peneliti.

"Jika kita dapat memperbaiki gangguan ini dalam fungsi sensorik awal, maka kita mungkin bisa melihat manfaat dalam bahasa, komunikasi dan interaksi sosial," kata peneliti Mark Wallace, Direktur Vanderbilt Brain Institute.

Terapi mungkin dapat mencakup pelatihan otak untuk mempersempit rentang waktu penyatuan informasi, atau saat mengajar bahasa, menyajikan kata-kata melalui cara mereka itu sangat penting, kata Camarata. "Dengan kata lain, ketika saya menunjuk ke cangkir kopi saya, saya akan melakukannya lagi dan lagi dalam kondisi yang jelas untuk meningkatkan kemungkinan bahwa kata cangkir akan mengikat pada citra cangkir," katanya. (*)

Editor: Roelan