Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

JPU Tolak Eksepsi Terdakwa

Pengacara Minta Perkara M. Syahdan Dihentikan Demi Hukum
Oleh : Roni Ginting
Senin | 09-06-2014 | 17:50 WIB
Syahdan-di-PN-Batam1.jpg Honda-Batam
Terdakwa M. Syahdan di PN Batam.

BATAMTODAY.COM, Batam - Persidangan pembacaan dakwaan terhadap terdakwa pidana pemilu, ketua KPU Batam nonaktif Muhammad Syahdan, akhirnya digelar PN Batam pada Senin (9/6/2014), setelah dua kali tertunda akibat terdakwa tak bisa hadir.

Dalam dakwaan yang dibacakan JPU Wahyu Soesanto, M. Chadafi dan Sugeng secara bergantian, M. Syahdan didakwa berapis. Pertama, dijerat dengan pasal 309 UU Pemilu No 8 tahun 2012 suatu perbuatan yang menyebabkan suara pemilih jadi tidak bernilai atau menyebabkan peserta pemilu tertentu menjadi berkurang juncto pasal 321 pidana yang khusus untuk penyelenggara pemilu, dia selaku ketua KPU dengan hukuman 1/3 lebih tinggi.

Sedangkan dakwaan kedua, terdakwa dijerat pasal 312 juncto pasal 321 yakni dengan sengaja mengubah, merusak dan atau menghilangkan berita acara pemungutan dan penghitungan suara dan atau sertifikat hasil penghitungan suara.

Atas dakwaan JPU, terdakwa Syahdan melalui penasehat hukumnya mengajukan eksepsi dengan alasan mencocokkan dakwaan dengan hukum acara UU Pemilu nomor 8 tahun 2012.

"Kita mengajukan eksepsi, sehubungan dengan UU Pemilu nomor 8 tahun 2012, kami merasa perlu mencocokkan apakah semua hukum acara sudah sesuai dengan UU," kata Bangun P. Simamora, penasehat hukum terdakwa, kepada majelis hakim yang diketuai Merrywati, dengan hakim anggota Budiman Sitorus dan Cahyono tersebut.

Dalam eksepsinya, penasehat hukum terdakwa, Bangun P. Simamora, minta perkara pemilu terhadap kliennya dihentikan dengan alasan telah melanggar UU Pemilu No 8 tahun 2012 pasal 261 ayat (1), (2), (3)dan (4) serta pasal 226 ayat (2) dan (4).

Bangun mengatakan, dalam proses hukum telah kadaluarsa atau melewati waktu. Berdasarkan pasal 261 ayat (1), (2), (3) dan (4) UU No 8 tahun 2012 tentang Pemilu DPR, DPD dan DPRD yaitu penyidik Polisi menyampaikan hasil penyidikan dan berkas perkara kepada Kejati 14 hari sejak diterimanya laporan. Apabila belum lengkap penuntut umum mengembalikan berkas ke Polisi selama 3 hari disertai petunjuk. Dan 3 hari juga untuk melengkapi dan mengembalikan berkas ke penuntut umum.

"Jadi setelah P21, seharusnya paling lambat 25 Mei sudah tahap II, pelimpahan tersangka dan barang bukti ke penuntut umum. Ini malah sudah tanggal 2 Juni baru tahap II," kata Bangun.

Bangun pun meminta agar majelis hakim Merrywati, Cahyono dan Budiman Sitorus menerima dan mengabulkan eksepsi mereka. "Majelis hakim menyatakan perkara a quo tidak dapat dilanjutkan karena kadaluarsa," ujarnya.

Sementara itu, tim penuntut umum, Wahyu Soesanto, M. Chadafi dan Sugeng menyatakan, bahwa ruang lingkup eksepsi adalah syarat formil dan materil dalam surat dakwaan.

"Dalam dakwaan syarat-syarat formil telah terpenuhi, nama, alamat telah tepat. Sedangkan materil dalam sura dakwaan, penuntut umum telah membuat secara benar dan cermat. Dakwaan memenuhi syarat formil dan materil, pada dasarnya eksepsi tersebut bukan ruang lingkup eksepsi," ujar Wahyu.

"Memohon majelis menolak secara keseluruhan eksepsi, menerima surat dakwaan penuntut umum dan dapat dilanjutkan memeriksa pokok perkara," tambah Wahyu.

Setelah mendengar eksepsi terdakwa dan rekpilk JPU, majelis hakim pun menunda sidang hingga besok, Selasa (10/6/2014), untuk pembacaan putusan sela.

Usai persidangan, Bali Dalo yang juga penasehat hukum M. Syahdan mengatakan, perkara tersebut harus dihentikan karena majelis hakim telah melanggar ketentuan pasal 266 ayat (2) dan (4) UU No 8 tahun 2012. Dalam pasal (2) disebutkan hakim yang menyidangkan perkara pemilu harus berdasarkan putusan Mahkamah Agung.

"Artinya hakim pemilu harus ditetapkan MA, minta diperlihatkan bahwa mereka ini yang bisa menyidangkan pidana pemilu. Itu yang kita minta tadi untuk ditunjukkan oleh hakim," kata Bali Dalo.

Sedangkan di pasal (4) isinya hakim khusus pemilu selama memeriksa, mengadili, dan memutus tindak pidana pemilu dibebaskan dari tugasnya untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara lain.

"Padahal hakim Cahyono tadi pagi itu ada menyidangkan perkara lain. Berarti telah menyalahi Undang-undang. Klien kita harus dibebaskan," tegas Bali Dalo.

Editor: Redaksi