Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kasasi Ditolak MA, Suban Hartono dan PT Kemayan Bintan Digugat Balik Rp1,1 Triliun
Oleh : Charles Sitompul
Rabu | 04-06-2014 | 11:29 WIB
Jefrianto-Simanjuntak2.jpg Honda-Batam
Jefrianto Simanjuntak SH.

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Nguan Seng menggugat balik Suban Hartono dan PT Kemayan Bintan, setelah gugatan Suban terhadap Nguan Seng ditolak Mahkamah Agung (MA). Tak tanggung-tanggung, Nguan Seng menggugat Suban sebesar Rp1,1 triliun atas kerugian akibat penyitaan alat berat miliknya, dalam perkara pidana CV Tri Karya Abadi (TKA).

Gugatan itu dilayangkan Nguan Seng melalui kuasa hukumnya, Jefrianto Simanjuntak SH, ke Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang, dengan nomor perkara 30/Pdt.G./2014 PN.TPI pada 24 April 2014 lalu, dan diterima Panitera Perdata PN Tanjungpinang.

Dalam gugatannya, Nguan Seng menyatakan, gugatan perdata itu dilakukan atas perbuatan Suban Hartono sebagai tergugat I dan PT Kemayan Bintan sebagai tergugat II yang telah menimbulkan kerugian pada diri penggugat, atas pengajuaan gugatan yang dilakukan Suban Hartono dan PT Kemayan Bintan kepada Nguan Seng selaku tergugat III dalam perkara nomor 04/PDT.G/2010/PN.TPI yang dalam putusan pengadilan dikabulkan, dan putusan banding Pengadilan Tinggi ditolak. Demikiaan juga putusan kasasi di MA ditolak.    

"Dengan ditolaknya kasasi Suban Hartono dan PT Kemayan Bintan oleh MA, maka klien saya menjadikannya sebagai tergugat I dalam gugatan kami ke pengadilan negeri ini," ujar Jefri.

Jefri menjelasakan, penyertaan gugatan Suban Hartono dan PT Kemayan Bintan terhadap klienya sebagai tergugat III sangat tidak masuk akal. Karena gugatan itu didasari dari perkara pidana nomor 82/PID.B/2010/PN.TPI atas pidana illegal mining yang dilakukan CV Tri Karya Abadi yang pada saat itu sejumlah 36 unit alat berat berupa dumptruck, buldozer ekskavator dan alat berat lainnya, disewakan klienya (Nguan Seng, red) ke CVTri Karya Abadi.

"Seluruh alat berat milik klien saya yang notabene disewa CV Tri Karya Abdadi dalam perkara pidana illegal mining itu disita dan dirampas untuk negara. Sementara 50.000 ton bauksit yang ditambang CV Tri Karya Abadi dikembalikan kepada PT Kemayan Bintan," ujarnya.

Sementara, dalam sidang pidana illegal mining, Suban Hartono (tergugat I) dan PT Kemayan Bintan (tergugat II) merupakan pemilik tanah dari sertifikat HGB nomor 00871/Dompak dan gambar situasi Nomor 05/PGDS/1995 seluas 2.966.500 meter persegi di Dompak. Namun yang bersangkutan tidak pernah memperlihatakan sertifikat asli HGB miliknya, dan hanya memperlihatkan salinan sertifikat, dan dimenangkan majelis hakim PN Tanjungpinang.

"Bahwa dasar penyitaan seluruh alat berat klien kami dilakukan atas laporan pencuriaan kepada polisi yang diajukan Suban Hartono dan PT Kemayan Bintan melalui karyawannya, Toto Suprianto, dengan dasar laporan pencuriaan dan penyerobotan lahan yang dilakukan Aseng Baruna alias Agus Susanto dengan laporan polisi nomor Pol LP/B.81/IV/2009 tanggal 21 April 2009, yang selanjutnya laporan ini dicabut dan polisi menerbitkan laporan baru model B untuk perkara pidana nomor 82/PID.B/2010/PN.TPI," jelasnya.

"Laporan ini juga hanya berdasarkan salinan sertifikat HGB nomor 00871 dan salinan gambar situasi lahan, baik dalam kasus pidana maupun kasus gugatan perdata terhadap klien kami," jelasnya.

Selain itu, sesuai dengan kesaksiaan Suban Hartono selaku pemilik PT Kemayan Bintan pada perkara pidana nomor 82.PID.B/2010/PN.TPI yang diputuskan pada 9 Agustus 2010, di muka persidangan menyatakan, "Sertifikat HGB asli nomor 00871 ada pada dirinya, dan hal itu merupakan rahasia perusahaan yang tidak mungkin diperlihatkan pada orang maupun pada majelis hakim".

Sementara pada sidang gugatan perdata PT Kemayan Bintan nomor 04.PDT.G.2010/PN.TPI yang diputus PN Tanjungpinang pada 12 Oktober 2010, kuasa hukum PT Kemayan Bintan selaku penggugat menyatakan, "Kalau sertifikat HGB nomor 00871 PT Kemayan Bintan dan Suban Hartono ada dan sedang diagunkan pada sebuah bank", kendati pada saat itu surat keterangan pengagunan dari bank yang membenarkan sertifikat HGB tersebut diagunkan.

"Yang paling aneh lagi, pada 12 Maret 2011, PT Kemayan Bintan kembali membuat laporan kehilangan sertifikat HGB nomor 00871, HGB nomor 00873 dan HGB nomor 00874 ke kantor polisi, yang selanjutnya dilakukan permohonan penerbitan sertifikat ke BPN Tanjungpinang melalui pengumuman kehilangan sertifikat yang dimuat di media massa di Tanjungpinang," ujar Jefri.

Seharusnya, kata dia, dengan dicabutnya laporan polisi nomor Pol LP/B.81/IV/2009 tanggal 21 April 2009 tentang pencurian dan penyerobotan tanah, harusnya membatalkan putusan pidana illegal mining yang diputuskan PN, PT serta PN bahkan PK terhadap tiga terpidana, dan menjadi dasar dihentikanya segala aktivitas pertambangan CV Tri karya Abdadi, pemasangan police line serta penyitaan 50.000 ton bijih bauksit dan penyitaan alat berat Nguan Seng yang disewa CV Tri Karya Abadi.

"Atas perbuatan ini, yang menyita alat berat klien kami serta menggugat klien kami, hingga alat beratnya dirampas untuk negara, telah mencemarkan nama baik klien kami sebagai seorang pengusaha. Dan akibat perbuatan ini, klien kami mengalami kerugiaan Rp1 miliar secara materil karena alat berat miliknya yang sudah rusak dan butuh perbaikan serta tidak dapat menyewakan alat beratnya lagi,"ujar Jefri.

Selain kerugiaan materil, Nguan Seng juga mengugat Suban Hartono dan PT Kemayan Bintan dengan gugatan inmateril/moril sebesar Rp1 triliun atas rusaknya nama baik penggugat selaku pengusaha di mata rekanan akibat gugatan dan penyitaan serta perampasan alat berat milik Nguan Seng.

Dalam gugatannya, Nguan Seng meminta kepada majelis hakim untuk meletakkan sita jaminan atas barang bergerak dan tidak bergerak Suban Hartono dan PT Kemayan Bintan selaku tergugat. (*)

Editor: Roelan