Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Ketua PN Tanjungpinang Belum Tahu Hakimnya Dilaporkan ke MA
Oleh : Charles Sitompul
Selasa | 03-06-2014 | 19:56 WIB

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Ketua Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang, Parulian Lumbantoruan SH, mengaku belum mengetahui adanya laporan Edward Arfa SH, atas sejumlah hakim yang diduga memalsukan fakta dan data dalam pertimbangan hukum dalam putusan kasus perdata yang ditangani.

"Saya belum mengetahui itu. Dan lapornnya juga saya belum tahu," ujar Parulian, yang ditemui di PN Tanjungpinang, Selasa (3/6/2014).

Dia juga mengatakan belum bisa memberikan tanggapan atas laporan mantan hakim PN Tanjungpinang itu dengan alasan belum mengetahui persis, apalagi materi laporan yang dilaporkan. "Saya belum menerima laporan itu," ujarnya singkat.

Sebagaimana diberitakan, seorang pengacara kondang melaporkan sejumlah hakim Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang ke Mahkamaha Agung (MA). Selain itu, para hakim itu juga diadukan ke Pengadilan Tinggi (PT) Riau dan Komisi Yudisial (KY). Para hakim itu diadukan karena memasukkan data dan fakta palsu dalam pertimbangan putusan salah satu perkara perdata.

Edward Arfa SH, pengacara tersebut yang juga mantan hakim PN Tanjungpinang, mengungkapkan, fakta dan data palsu itu terjadi pada tujuh objek perkara gugatan perdata kliennya, Tjoen Boen, dan saudaranya, Seriati, Tamin, Manisa, Muchtar dan Kardi, melawan PT Terira Pratiwi Developmant (TPD) selaku tergugat I, dan BPN Tanjungpinang selaku tergugat II atas wanprestasi dan unsur melawan hukum kepemilikan lahan di Keluarhaan Dompak, Kecamatan Bukit Bestari.

Tujuh perkara gugatan itu diantaranya perkara nomor 59/Pdt.G/2012/PN.TPI yang merupakan gugatan wanprestasi. Sementara gugatan Nomor 60/Pdt.G/2012/PN.TPI nomor berurut hingga nomor 65/Pdt.G/2012/PN.TPI, merupakan gugatan perdata perbuatan melawan hukum.       

Sementara itu, hakim PN Tanjungpinang, Jarihat Simarmata dan R Aji Suryo, mempersilahkan Edward Arfa melaporkan sangkaanya karena secara hukum hal itu merupakan hak yang bersangkutan. "Kita tidak benar melakukan pemalsuan apalagi memasukkan fakta dan data palsu dalam pertimbangan putusan," ujar Aji Suryo. (*)

Editor: Roelan