Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Diduga Korban Pembunuhan, Keluarga Minta Jenazah Sabri Diotopsi
Oleh : Khoiruddin Nasution
Selasa | 03-06-2014 | 15:13 WIB
jenazah-sabri1.jpg Honda-Batam
Jenazah korban Sabri di ruang mayat RSUD Karimun.

BATAMTODAY.COM, Karimun - Kematian Sabri (21), anak buah kapal (ABK) asal Kuala Tungkal yang ditemukan tak bernyawa di dalam kamar mesin kapal KM KM Prehetan, bukan KM Indah Perdana seperti diberitakan sebelumnya, di Pelabuhan Ketapang, Kamis (15/5/2014) lalu, terus saja dipertanyakan keluarga besar korban.

Paman korban, Seno, menduga kuat keponakannya itu korban pembunuhan. Dia juga meminta jasad korban diotopsi, karena kematianya sangat tidak wajar. Apalagi melihat foto jenazah Sabri yang menunjukkan banyak kejanggalan.

"Di kening dan bibir korban terdapat luka yang menganga. Di bawah telinga kanan juga tampak luka lebam. Bahkan, dari kuping dan hidung korban mengeluarkan darah segar," ujar Seno kepada BATAMTODAY.COM di Kolong, Karimun, Selasa (3/6/2014).

"Parahnya lagi, di dada anak kami itu berlobang dan disekeliling pinggangnya memerah bekas ikatan," tambahnya.

Kendati pihak Kanwil DJBC Khusus Kepri menduga kematian korban Sabri akibat keracunan hawa bawang yang membusuk di dalam KM Prehetan yang sebelumnya ditegah di Pelabuhan Ketapang, karena korban berusaha mencuri sesuatu dari dalam kapal, namun pihak keluarga tidak terima begitu saja.

Apalagi Sabri tidak sendiri jadi 'korban hawa bawang' itu. Selain Sabri yang merupakan ABK KM Indah Perdana, Adi, ABK KM Kurnia Ilahi, juga tewas di waktu dan tempat yang sama.

"Mencuri sekalipun anak kami itu, tidak harus seperti itu tindakannya. Sampai menghilangkan nyawanya begitu," kata Seno didampingi keluarga besar suku Bugis lainnya.

Untuk itu, beberapa keluraga lainnya mendatangi Mapolres Karimun, mempertanyakan tindak lanjut pengusutan kasus kematian yang dilimpahkan Kanwil DJBC khusus Kepri ke mereka.

"Saya sudah tanyakan penyidik. Namun penyidik bilang, masih menunggu hasil visum dari RSUD Karimun yang telah berkali-kali mereka surati. Ada apa sebenarnya antara dokter RSUD Karimun dengan Kanwil BC. Kenapa mereka menahan hasil visum itu," ujarnya mempertanyakan.

Sebelumnya, orang tua korban, Amiruddin, juga sudah mempertanyakan hasil visum dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Karimun tidak kunjung didapatkan. Dia mengaku, hanya diberikan surat keterangan kematian saja.

"Anehnya lagi, usai dimandikan, jasad anak saya itu berwarna hitam. Tidak seperti jasad orang meninggal pada umumnya. Seperti habis kena strum," ungkap Amiruddin kepada BATAMTODAY.COM, Senin (2/6/2014).

Kecurigaan Amiruddin semakin mendalam, tatkala pihak RSUD Karimun berdalih jika dr Prima Juliska, dokter yang menangani mayat anaknya, tidak berada di tempat, saat dirinya hendak mempertanyakan kebenaran kondisi mayat anaknya.

"Kalau dokternya tak ada, harusnya hasil visum juga diberikan. Tapi ini seolah-olah ada yang ditutupi," ujarnya.

Amiruddin beserta keluarga lainnya juga sudah mendatangani tempat kejadian perkara (TKP) awal, Kanwil DJBC Khusus Kepri guna menggali keterangan. Kepada Samsul Kamal, penyidik Kanwil DJBC khusus Kepri yang menerima kedatangannya dan keluarga, Amiruddin memaparkan maksud kedatangannya.

Kemudian Samsul Kamal memaparkan kronologis kejadian. Dijelaskan Samsul, korban Sabri bukan merupakan tahanan Kanwil DJBC khusus Kepri. Sehingga keberadaannya di atas kapal hasil tegahan itu adalah untuk menjaga kapal milik tokenya yang ditegah Kanwil DJBC khusus Kepri, agar tidak tenggelam dan rusak.

"Hanya saja, saat ditemukan jasad korban Sabri tidak berada di atas kapal yang dijaganya, melainkan berada diruang mesin kapal lain, yang membawa bawang yang membusuk. Banyak kemungkinan yang terjadi di pelabuhan Ketapang itu, dan kami langsung melaporkan kejadian itu ke pihak kepolisian agar ditangani lebih lanjut. Sebab, itu menyangkut nyawa manusia," terangnya.

Mengenai tanggung jawab, kata Samsul, Kanwil DJBC khusus Kepri akan tetap menerimanya. Namun keputusan itu masih menunggu hasil penyidikan dari pihak Kepolisian.

"Bukannya kita tidak mau menanggung-jawabinya, tapi kita serba salah. Dari sisi kemanusiaan tentu kita merasa kasihan. Namun presepsi orang berbeda. Baik menurut kita, belum tentu kata orang lain. Jadi sebaiknya kita menunggu hasil keputusannya saja," ungkapnya.

Editor: Redaksi